(Aktivis Dakwah Muslimah, Pendidik)
Koordinator aksi Gerakan Musyawarah Masyarakat Baseh (Murba), Budi Tartanto, mengatakan warga sudah bertahun-tahun menanggung dampak kerusakan lingkungan akibat operasi tambang di kaki Gunung Slamet tersebut.
"Empat tahun warga Baseh bersabar. Tambang ini meninggalkan kerusakan alam yang besar. Setiap musim hujan kami selalu cemas karena risiko bencana makin tinggi," kata Budi saat ditemui wartawan di sela aksi, Selasa (9/12/2025).
Warga juga membandingkan kondisi Baseh dengan sejumlah wilayah Jawa Tengah yang pernah mengalami bencana longsor dan banjir bandang.
"Kami tidak ingin Baseh menjadi Majenang berikutnya atau seperti Pandanarum, Sirampog, bahkan bencana besar seperti di Sumatera. Kekhawatiran kami bukan tanpa alasan," ucap Budi.
Dalam tuntutannya, warga meminta Bupati Banyumas, DPRD Banyumas, dan Cabang Dinas ESDM Wilayah Slamet Selatan menutup permanen aktivitas penambangan tersebut.
"Penutupan sementara saja tidak cukup, harus tegas ditutup permanen. Ada dugaan ketidakberesan perizinan dan pembiaran selama lebih dari empat tahun," kata Budi. (kompas.com)
Penyebab Desakan Warga
- Kerusakan Lingkungan: Endapan lumpur dan sedimen dari tambang merusak kolam ikan warga, membuat air keruh dan menurunkan produktivitas ikan.
- Kerusakan Lahan Pertanian: Material tambang menutupi 24 hektare sawah, mengurangi kesuburan tanah dan hasil panen.
- Ancaman Krisis Air Bersih: Kontur tanah yang berubah memengaruhi sumber mata air warga, mengancam kebutuhan pokok lebih dari 100 KK.
- Bahaya Keselamatan: Material tambang sering terbawa ke jalan desa, membahayakan pengguna jalan dan berpotensi menimbulkan longsor di lereng Gunung Slamet. (kompas.com)
Respons Pemerintah dan Pihak Terkait
- Dinas ESDM Jateng: Mengakui tambang memiliki izin sejak 2021, namun PT DBA tidak menjalankan sesuai ketentuan, menyebabkan dampak lingkungan. Mereka memberikan sanksi penghentian sementara dan meminta perusahaan menata tambangnya.
- Bupati Banyumas: Melaporkan masalah ini ke Gubernur Jateng. Aktivitas tambang di Baseh dihentikan sementara sambil menunggu penyelesaian.
- Adanya Konflik Internal: Pekerja tambang dan warga yang menolak adalah warga setempat, menimbulkan konflik horizontal di antara warga.
Status Saat Ini
Aktivitas tambang dihentikan sementara sambil menunggu penyelesaian masalah sesuai aturan, meskipun ESDM menyatakan tambang berizin dan warganya ada yang pro ada yang kontra. (Espos.id)
Opini dan Analisis Fakta
Masalah tambang, baik legal maupun ilegal tidak lepas dari sistem yang mengatur kepemilikan tambang. Selama tambang dianggap sebagai barang bebas yang boleh dimiliki oleh siapa saja yang bermodal, maka salah kelola akan selalu menjadi masalah. Kebebasan kepemilikan atau liberalisasi tambang menjadi kesalahan fatal yang diterapkan dalam pengelolaan tambang. Konsekuensinya, pengelolaan tambang tidak lagi menjadi kewajiban negara, justru diserahkan kepada perorangan, swasta bahkan asing atas nama investasi negara. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa pengelolaan tambang bukan untuk kemaslahatan umat, tetapi untuk bisnis dengan mencari keuntungan sebesar-besarnya, baik pada tambang legal maupun ilegal. Dampaknya kesenjangan ekonomi semakin terlihat, rakyat makin sengsara namun memperkaya para pemodal.
Pandangan Islam
Dalam Islam, tata kelola tambang termasuk dalam kategori milkiyyah 'ammah atau kepemilihan umum karena jumlahnya yang tidak terbatas. Kekayaan alam tidak boleh dimiliki oleh individu, apalagi swasta atau asing, karena Allaah ciptakan untuk dimanfaatkan seluruh rakyat. Rasulullah ï·º bersabda:
"Kaum Muslimin berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api."
(HR. Abu Dawud, Ahmad)
Menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani, hutan dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan adalah milik umum dan harus dikelola oleh negara.
Hasilnya diberikan kembali kepada rakyat, bisa dalam bentuk bahan yang murah atau berbentuk subsidi untuk berbagai kebutuhan primer masyarakat atau warga negara, semisal pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum.
Negara bertanggung jawab penuh dalam pengelolaan barang tambang. Kalaupun dalam pengelolaannya negara melibatkan individu rakyat, swasta, atau asing, termasuk ormas, mereka semua hanya boleh menjadi mitra pelaksana (operator) yang dikontrak, bukan diberi konsesi, penguasaan, atau hak kepemilikan atas tambang-tambang tersebut. Adapun barang tambang yang jumlahnya terbatas boleh dikelola rakyat, tetapi diberlakukan hukum rikaz. Di dalamnya terdapat seperlima (1/5) bagian harta yang harus dikeluarkan zakatnya. Namun, semuanya tetap dalam pengawasan dan tanggung jawab negara. Wallahua'lam.[AR]


0 Komentar