Subscribe Us

STOP KONTEN MERUSAK BAGI GENERASI, ISLAM SEBAGAI SOLUSI


Kamelia Agustina
(Muslimah Peduli Generasi)


Vivisualiterasi.com - Sudah tidak heran lagi dengan fakta saat ini bahwa anak-anak lebih mahir bermain gawai daripada orang tuanya yang lebih dewasa dan seharusnya mampu memahami baik dan buruknya penggunaan gawai. Bermain telepon genggam dapat menjadi baik jika digunakan untuk hal-hal yang memberi manfaat, misalnya menonton konten dakwah atau mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an. Namun, hal itu dapat menjadi buruk jika digunakan untuk sesuatu yang mendatangkan mudarat, seperti menonton video kekerasan, pembunuhan, dan sejenisnya. Lebih berbahaya lagi, efek negatif dari tontonan tersebut dapat mendorong seseorang meniru tindakan serupa sehingga merugikan orang lain.

Seperti pada kasus ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang akhirnya berhasil terungkap. Kini pihak kepolisian mengetahui penyebab pelaku melakukan tindakan tersebut. Juru Bicara Densus 88 Antiteror, AKBP Mayndra Eka Wardhana, memberikan keterangan bahwa pelaku telah terpapar situs gelap yang menampilkan konten video atau foto kekerasan, pembunuhan, dan aksi sadis lainnya sehingga ia meniru perilaku dari konten tersebut. (News.detik.com, 21/11/25)

Fakta menunjukkan bahwa media sosial menjadi salah satu penyebab anak melakukan tindakan di luar batas. Kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua memperparah kondisi mental anak. Selain itu, lingkungan sekolah yang kurang mendukung juga menjadi faktor yang membuat anak merasa tidak memiliki tempat untuk berbagi cerita. Ditambah lagi, anak yang menjadi korban perundungan dan perbandingan sosial cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di layar digital untuk melampiaskan perasaannya.

Di sisi lain, ketika kebutuhan batin tidak terpenuhi di dunia nyata—karena merasa terisolasi, mengalami perundungan, atau kurang memiliki hubungan emosional yang stabil dengan lingkungannya—mereka dengan mudah berpaling ke dunia digital untuk mencari jawaban. Zaman sekarang, informasi apa pun dapat diakses dengan sangat mudah hanya melalui telepon genggam.

Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak konten yang beredar saat ini dapat memengaruhi generasi muda, terutama dengan munculnya konten-konten yang merusak. Jika konten seperti itu terus bermunculan, hal ini dapat memengaruhi cara berpikir dan bersikap generasi muda. Mereka menjadi acuh terhadap lingkungan sekitar karena terlalu asyik menonton video di gawai mereka. Jika anak sudah terlalu asyik dengan gawainya, ia akan lupa waktu salat, belajar, serta mengaji, dan itu akan merusak pondasi agamanya.

Kemajuan teknologi tidak dapat dihindari karena apa pun dapat diakses dengan mudah dan memberi banyak kemudahan bagi penggunanya. Namun, kita tetap harus berhati-hati karena kemajuan teknologi juga dapat menjadi sumber bencana bagi penggunanya, seperti munculnya konten pornografi, judi daring, pinjaman daring, perundungan siber (tindakan menakut-nakuti atau mengancam melalui SMS, email, atau gim daring), perdagangan manusia, moderasi berlebihan, dan lain-lain.

Seharusnya negara bertindak tegas dalam memilih dan menyaring konten-konten merusak agar tidak masuk ke dalam ekosistem ruang digital yang dapat memengaruhi generasi muda melakukan hal-hal di luar batas. Namun, justru sebaliknya, Indonesia menjadi salah satu negara yang masih mengizinkan akses terhadap situs pornografi, judi daring, pinjaman daring, dan sebagainya.

Inilah akibat dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari pengaturan kehidupan. Wajar jika negara tidak hadir sebagai penjaga dan gagal menciptakan ekosistem digital yang aman bagi generasi muda. Berbagai konten dapat diakses dengan mudah oleh semua kalangan, termasuk generasi muda. Asalkan memberikan keuntungan, negara akan memberikan kebijakan dan kebebasan kepada siapa saja untuk mengunggah atau mengunduh konten apa pun. Padahal, negara merupakan pilar penting dalam membatasi akses terhadap situs-situs negatif. Jika situs-situs merusak tidak dihentikan, generasi muda akan terus mengikuti arus, terlebih ketika mereka tidak memiliki pondasi akidah yang kuat.

Berbeda halnya ketika sistem Islam diterapkan. Negara akan memiliki visi penyelamatan generasi. Dalam Islam, negara berfungsi sebagai pengurus dan pelindung umat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

“Imam adalah raa‘in (penggembala), dan ia akan bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari)

Selain negara akan membina dan menguatkan akidah umat, negara juga akan menutup arus digital yang merusak. Khilafah akan ketat menyaring masuknya konten yang tidak memuat edukasi, bahkan akan memanfaatkan teknologi tercanggih sebagai sarana pendidikan dan penguat dakwah. Maka, sudah saatnya menyeru masyarakat bahwa yang dibutuhkan adalah pemimpin yang mampu mengatur kehidupan dengan berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Berdasarkan firman Allah SWT:

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul(-Nya) (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (TQS. An-Nisa: 59)

Tentunya semua itu akan terwujud jika sistem Islam diterapkan di tengah-tengah umat. Islam adalah aturan yang mengatur seluruh kehidupan dan menjadi solusi atas semua problematika kehidupan. Wallahu a‘lam bishshawab.(Dft)

Posting Komentar

0 Komentar