Subscribe Us

K0NTEN MERUSAK MENYASAR GENERASI, HARUS SEGERA DIBASMI


Oleh Hanum Hanindita, S.Si
(Penulis Artikel Islami)


Vivisualiterasi.com - Di era serba digital ini, anak-anak tumbuh dengan gawai di tangan mereka. Internet bisa menjadi sarana belajar dan hiburan, tapi juga sarat dengan konten negatif. Konten seperti kekerasan, kata-kata kasar, atau hal yang tidak sesuai usia mereka dapat “menyelinap” tanpa disadari dan perlahan menghancurkan mereka.

Lonjakan produksi konten negatif di ruang digital terus menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid menegaskan bahwa upaya penindakan melalui teknologi saja tidak cukup untuk mengatasi derasnya arus konten berbahaya yang mengancam pengguna internet, terutama anak dan perempuan. Pasalnya, produksi konten negatif jauh lebih cepat daripada proses takedown. Konten yang masih sulit untuk diturunkan meliputi konten bermuatan kekerasan, pornografi,eksploitasi seksual anak hingga judi online.(kompas.com, 21-11-25)

Akibat Konten Merusak

Kita tak mungkin menghindari kemajuan teknologi. Harus diakui, teknologi yang makin canggih telah banyak memberikan kemudahan dan membantu kehidupan manusia. Namun di sisi lain, tak bisa kita tepis juga bahwa teknologi juga bisa menjadi sumber bencana.

Generasi muda adalah salah satu bagian yang terdampak dari perkembangan teknologi dari dunia digital. Mereka lahir dan tumbuh di era digital sehingga banyak terekspos oleh teknologi tersebut. Mereka sudah terbiasa dengan teknologi sejak dini bahkan mahir dalam memakai perangkat dan berbagai platform digital. Paparan konten-konten negatif yang begitu deras seperti pornografi, judol, pinjol, cyberbullying, traficking, moderasi, dan sebagainya adalah beberapa konten yang meracuni generasi muda.

Konten negatif justru laku di pasaran dan memiliki banyak peminat. Alasannya karena secara tidak sadar konten demikian dapat memicu sensasi, emosi kuat seperti rasa ingin tahu, atau memenuhi keinginan untuk terhibur dengan cara yang tak biasa. Padahal konten negatif memiliki dampak serius, mulai dari mengancam kesehatan mental seperti menyebabkan kecemasan, depresi, dan stres, hingga dampak sosial seperti perpecahan masyarakat, perundungan (cyberbullying), dan penyebaran hoaks. Sementara pada diri remaja, konten negatif dapat mengganggu perkembangan emosional seperti menimbulkan rasa insecure, impulsif, dan masih banyak lagi.

Konten yang rusak juga dapat memengaruhi cara berpikir, cara bersikap, bahkan memengaruhi cara beragama. Jika keberadaan konten ini tak dibasmi, generasi akan terus menerus terpapar hingga terbentuklah generasi muslim yang split personality, rapuh dan sekuler. Mereka adalah generasi yang tak sehat mentalnya, lemah jiwanya dan yang paling parah adalah menjalani kehidupan tanpa iman. Bisa dibayangkan kehancuran yang akan terjadi, jika generasi muslim sebagai aset peradaban teracuni konten merusak.

Kegagalan Negara Sebagai Penjaga

Masalah utama yang menyebabkan konten merusak terus merebak dikarenakan negara yang sekuler dan kapitalistik. Dalam pandangan sekuler, manusia dibebaskan beraktivitas tanpa batasan nilai agama, termasuk dalam kebebasan memproduksi dan menayangkan konten-konten merusak. 

Sementara dalam pandangan kapitalisme, konten negatif dijadikan sebagai ladang bisnis. Parahnya lagi, bisnis ini sering kali ilegal dan merusak, seperti pornografi, judol, pinjol dan penyebaran hoaks yang membahayakan. 

Bisnis-bisnis ini menguras sisi psikologis manusia, misalnya dengan mengeksploitasi rasa takut ketinggalan (FOMO) untuk mendorong pembelian impulsif. Inilah kelicikan dan kejahatan yang nyata dari bisnis konten-konten merusak.

Semua ini terang membuktikan bahwa negara sekuler tidak pernah hadir sebagai penjaga dan gagal dalam menciptakan kondisi ruang digital yang aman bagi generasi muda. Meskipun ada upaya pemblokiran dari stakeholder terkait tetap saja laju penayangan konten ini sulit dihentikan. Salah satu penyebabnya adalah prosedur hukum dan penindakannya sering tertinggal.  

Islam Menjamin Keamanan Ruang Digital

Dalam pandangan Islam, generasi muda adalah aset peradaban yang harus dijaga fitrah iman dan Islamnya. Tugas ini tak lepas dari negara yang menjalankan syariat Islam secara kaffah, yakni Khilafah. Peran Khilafah adalah sebagai rain (pengurus) dan junnah (pelindung/perisai).

"Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu adalah perisai (junnah), yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung dengan (kekuasaan)-nya".  (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka dari sini Khilafah memiliki visi penyelamatan generasi. Semua kebijakannya memastikan perlindungan kepada rakyat baik di dunia nyata maupun ruang digital. 

Untuk menjamin keamanan ruang digital bagi pengguna, Khilafah akan ketat menyaring masuknya konten-konten rusak dengan teknologi tercanggih. Sanksi tegas dan berat siap menjerat semua pihak yang melanggar aturan terkait produksi dan penayangan konten.

Khilafah akan melakukan edukasi dalam rangka meningkatkan literasi digital dan kesadaran masyarakat tentang bahaya konten negatif dan mengajarkan cara mengatasinya. Misalnya dengan berpikir kritis sebelum berbagi atau berinteraksi dengan konten tersebut. 

Khilafah juga akan mengaruskan masyarakat agar menggunakan ruang digital sebagai sarana pendidikan dan penguat dakwah. Dengan demikian kehadiran ruang digital akan membawa kebaikan dan keberkahan.

Semua ini tentunya dilakukan dalam kondisi aturan Islam diimplementasikan sebagai bingkai kebijakan negara. Penegakan syariat Islam kaffah oleh negara akan membasmi berkembangnya praktek rusak di ruang digital. Karena itu, langkah yang sangat penting dilakukan saat ini adalah memperjuangkan tegaknya syariat Islam agar diterapkan aturan Allah Swt. di muka bumi dan terselamatkanlah generasi. Wallahu'alam bishowab.[Irw]

Posting Komentar

0 Komentar