Subscribe Us

IBU IDEOLOGIS: PILAR PERADABAN ISLAM


Oleh Novita Larasati, S.Pd.
(Kontributor Vivisualiterasi Media) 


Vivisualiterasi.com - Ibu bukan sekadar sosok yang melahirkan dan membesarkan anak secara biologis. Dalam pandangan Islam, ibu adalah pilar peradaban, penentu arah umat, dan arsitek masa depan. Dari rahim dan didikan seorang ibu, lahir generasi yang kelak menentukan apakah umat ini akan bangkit memimpin dunia atau justru tenggelam dalam pusaran kehinaan. Karena itu, menjadi ibu dalam Islam bukan peran biasa, melainkan amanah ideologis yang sarat dengan misi besar.

Peran Ideal Ibu: Mencetak Generasi Pemimpin Bertakwa

Peran ideal seorang ibu dalam Islam adalah mencetak generasi pemimpin dan penakluk yang hanya takut kepada Allah Swt. Generasi ini tidak gentar menghadapi kekuatan dunia, karena keyakinannya tertambat pada Zat Yang Maha Perkasa. Allah berfirman:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” (QS. Fathir: 28)

Rasa takut kepada Allah inilah yang melahirkan keberanian sejati. Seorang ibu berperan menanamkan aqidah yang lurus sejak dini, sehingga anak tumbuh dengan visi hidup yang melampaui kepentingan duniawi. Visi mereka bukan sekadar sukses materi, tetapi ridha Allah dan surga-Nya. Inilah generasi visioner, yang pandangannya menembus batas langit, menyadari bahwa hidup adalah ladang amal untuk akhirat.

Lebih dari itu, ibu dalam Islam bukan hanya pendidik domestik, tetapi juga subjek dakwah. Menjadi “Ibu Generasi Ideologis” berarti memadukan peran keibuan dengan kesadaran berdakwah dan berpolitik Islam. Politik dalam Islam bukan sekadar perebutan kekuasaan, tetapi pengurusan urusan umat berdasarkan syariat. Dengan kesadaran politik yang tinggi, seorang ibu memahami realitas umat, mengetahui musuh-musuh Islam, dan menyiapkan anak-anaknya untuk menjadi pelindung dan pemimpin umat, bukan sekadar penikmat sistem yang rusak.

Kesadaran inilah yang memberi “nyawa” pada peran ibu. Ia tidak mendidik anak hanya agar patuh, pintar, atau sukses secara individual, tetapi agar memiliki cita-cita besar memimpin umat manusia dengan Islam. Rasulullah bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa ibu adalah pemimpin dalam rumahnya, dan kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.

Sejarah Islam mencatat banyak contoh keberhasilan ibu dalam mendidik generasi luar biasa. Ibu Imam Syafi’i yang mendidik putranya dalam kondisi miskin namun penuh keikhlasan, melahirkan seorang mujtahid besar. Ibunda Muhammad Al-Fatih menanamkan aqidah dan visi penaklukan Konstantinopel sejak kecil, hingga ia tumbuh menjadi pemimpin agung di usia muda. Semua itu bukan kebetulan, melainkan hasil pendidikan ideologis yang sadar dan terarah.

Tantangan Peran Ibu dalam Sistem Sekuler

Sayangnya, peran mulia ini hari ini menghadapi tantangan besar akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme. Serangan pemikiran dan budaya terus diarahkan kepada perempuan Muslim. Konsep kesetaraan gender, HAM versi Barat, dan moderasi beragama digulirkan untuk menjauhkan perempuan dari peran hakikinya. Perempuan didorong untuk memprioritaskan karier dan aktualisasi diri ala Barat, sementara peran keibuan dianggap beban atau penghambat kemajuan.

Selain itu, serangan dunia digital semakin memperparah kondisi. Media sosial, konten hiburan, dan gaya hidup hedonistik menyita waktu dan perhatian ibu, sekaligus merusak pola pikir anak. Tanpa benteng aqidah yang kuat, keluarga Muslim mudah terombang-ambing oleh arus informasi yang merusak nilai.

Lebih berat lagi, sistem ekonomi kapitalisme memaksa perempuan memikul beban ganda. Tingginya biaya hidup membuat banyak ibu harus bekerja di luar rumah demi bertahan hidup. Akibatnya, peran pendidikan anak terabaikan atau diserahkan kepada pihak lain yang belum tentu memiliki visi Islam. Padahal Islam mewajibkan negara menjamin kebutuhan dasar rakyat, sehingga perempuan dapat fokus menjalankan peran strategisnya sebagai ibu dan pendidik generasi.

Peran Ril Ibu Hari Ini: Dari Rumah untuk Perubahan Sistemik

Di tengah kondisi ini, ibu muslim tetap memiliki peran nyata dan strategis. Pertama, ibu harus menetapkan visi pendidikan yang jelas bagi anak-anaknya: menjadikan mereka sebagai abdullah (hamba Allah), khalifah fil ardh (pemimpin di bumi), dan bagian dari khairu ummah (umat terbaik). Allah Swt berfirman:

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Visi ini harus menjadi dasar setiap keputusan pendidikan, dari pilihan sekolah, lingkungan, hingga aktivitas sehari-hari.

Kedua, ibu harus menjadi teladan. Anak belajar lebih banyak dari apa yang ia lihat dibandingkan apa yang ia dengar. Keteguhan ibu dalam menjalankan syariat, kepedulian terhadap umat, dan keberanian menyuarakan kebenaran akan membekas kuat dalam jiwa anak.

Ketiga, peran ibu tidak boleh berhenti pada lingkup keluarga semata. Kesadaran politik Islam menuntut ibu untuk terlibat dalam upaya perubahan sistem. Sistem kapitalisme sekuler yang rusak tidak akan mampu melahirkan generasi mulia. Karena itu, harus ada perjuangan kolektif untuk menggantinya dengan sistem Islam yang adil dan menyejahterakan. Inilah dakwah ideologis yang membutuhkan kontribusi perempuan sebagai ibu, pendidik, dan penggerak umat.

Menjadi Ibu Generasi Ideologis bukanlah peran ringan. Namun justru di pundak para ibu inilah masa depan umat dipertaruhkan. Dari rumah-rumah yang dipenuhi aqidah, kesadaran politik, dan cita-cita Islam, akan lahir generasi pemimpin peradaban yang mengembalikan kemuliaan Islam di muka bumi. Wallahua’lam.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar