Subscribe Us

EFEKTIFKAH PP TUNAS MELINDUNGI ANAK DI RUANG DIGITAL?



Oleh Ummu Hanif
(Pendidik dan Pengamat Generasi)


Vivisualiterasi.com - Pemerintah melalui PP Tunas Lindungi Anak berupaya merespons kekhawatiran publik atas semakin masifnya dampak negatif ruang digital terhadap anak dan remaja. Paparan pornografi, perundungan daring, gaya hidup liberal, hingga rapuhnya kesehatan mental generasi muda menjadi latar belakang lahirnya regulasi ini. Tidak sedikit kasus depresi dan bunuh diri pada remaja yang kemudian dikaitkan dengan media sosial.

Namun, pertanyaan mendasarnya tetap relevan untuk diajukan: apakah pembatasan ruang digital cukup efektif untuk melindungi generasi, atau justru menutup mata dari akar persoalan yang lebih mendalam?

Media Sosial: Alat, Bukan Penentu Moral

Dalam pandangan Islam, perilaku manusia tidak ditentukan oleh alat yang digunakannya, melainkan oleh pemahaman dan nilai yang tertanam dalam dirinya. Media sosial hanyalah sarana (wasilah), bukan sumber nilai. Ia memperkuat apa yang sudah ada dalam jiwa dan pikiran penggunanya.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menegaskan:
“Hati manusia itu seperti bejana. Apa yang dimasukkan ke dalamnya, itulah yang akan keluar darinya.”

Jika hati dan akal anak dipenuhi nilai yang benar, maka media apa pun dapat menjadi sarana kebaikan. Sebaliknya, jika akalnya kosong dari tuntunan yang lurus, media justru menjadi pemicu kerusakan.

Krisis Generasi dan Akar Ideologisnya

Maraknya penyimpangan perilaku generasi hari ini tidak dapat dilepaskan dari sistem sekularisme-kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini menjadikan kebebasan individu sebagai nilai tertinggi dan menempatkan keuntungan ekonomi sebagai tujuan utama.

Ibn Qayyim al-Jauziyah mengingatkan:
“Kerusakan akhlak dan perilaku manusia bersumber dari rusaknya pemahaman tentang tujuan hidup.”

Ketika pendidikan tidak lagi bertujuan membentuk manusia bertakwa, tetapi sekadar menyiapkan tenaga kerja pasar, lahirlah generasi yang cerdas secara teknis namun rapuh secara spiritual. Media digital kemudian hanya menjadi akselerator dari kerusakan tersebut.

Pendidikan Tanpa Akidah: Masalah yang Lebih Serius

Pembahasan perlindungan anak sering terjebak pada isu teknis—gawai, aplikasi, dan durasi layar—tanpa menyentuh substansi pendidikan itu sendiri. Padahal, pendidikan adalah kunci pembentukan kepribadian.

Imam Ibn Khaldun dalam Muqaddimah menyatakan bahwa sistem pendidikan menentukan corak peradaban dan karakter masyarakat. Jika pendidikan dipisahkan dari nilai ilahiah, maka yang lahir adalah manusia yang kehilangan arah hidup.

Allah SWT menegaskan:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.”
(QS. Fathir: 28)

Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu sejati harus melahirkan ketakwaan. Pendidikan yang gagal menanamkan iman akan melahirkan generasi yang mudah goyah oleh pengaruh eksternal, termasuk media sosial.

PP Tunas: Penting, tetapi Tidak Cukup

PP Tunas Lindungi Anak dapat dipahami sebagai langkah taktis untuk meminimalkan dampak buruk ruang digital. Namun, kebijakan ini bersifat parsial dan pragmatis. Ia hanya menyentuh media sebagai saluran, bukan nilai sebagai fondasi.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan:
“Perilaku manusia adalah buah dari pemikiran yang diyakininya.”

Selama sistem hidup yang membentuk pemikiran generasi tetap sekuler, pembatasan media tidak akan menyelesaikan masalah secara tuntas. Anak mungkin dibatasi hari ini, tetapi ketika batas itu hilang, ia tetap tidak memiliki kompas moral yang kuat.

Negara dan Tanggung Jawab Pembinaan Generasi

Dalam Islam, negara bukan hanya regulator teknis, tetapi ra‘in (pengurus) yang bertanggung jawab atas pembinaan akidah dan akhlak masyarakat. Rasulullah ï·º bersabda:
“Imam adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam konsep Khilafah, negara menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, termasuk dalam pendidikan dan media, sehingga tercipta lingkungan yang menjaga iman dan akhlak generasi. Media tidak dibiarkan menjadi industri bebas nilai, tetapi diarahkan sebagai sarana edukasi dan kebaikan.

Peran Kolektif Umat

Ulama sepakat bahwa amar makruf nahi mungkar adalah tanggung jawab kolektif. Menyelamatkan generasi tidak bisa dibebankan hanya pada kebijakan negara atau peran orang tua, tetapi membutuhkan kesadaran bersama untuk memperjuangkan sistem nilai yang benar.

Imam Malik pernah berkata:
“Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan apa yang telah memperbaiki generasi awalnya.”

Generasi awal Islam terbentuk bukan dengan pembatasan alat, tetapi dengan akidah yang kuat dan sistem hidup yang lurus.

Khatimah

PP Tunas Lindungi Anak menunjukkan kepedulian negara, tetapi efektivitasnya sangat terbatas jika tidak disertai perubahan mendasar dalam sistem pendidikan dan nilai kehidupan. Media sosial bukan akar masalah, melainkan cermin dari krisis ideologis yang lebih dalam.

Pertanyaannya bukan hanya bagaimana membatasi ruang digital, tetapi bagaimana membentuk generasi yang memiliki iman, pemahaman hidup yang benar, dan ketangguhan moral. Tanpa itu, kebijakan apa pun hanya menjadi solusi sementara dalam krisis yang berulang.

Solusi yang mampu menyelesaikan masalah generasi adalah keberadaan negara yang menerapkan aturan Allah untuk mengembalikan kehidupan Islam.
Wallahu bish-shawab. (Dft)

Posting Komentar

0 Komentar