Subscribe Us

REMAJA KORBAN BULLYING SEMAKIN MEMBAHAYAKAN



Oleh Endang Setyowati
(Kontributor Vivisualiterasi) 


Vivisualiterasi.com - Bullying adalah tindakan penindasan atau perundungan yang dilakukan secara sengaja dan berulang untuk menyakiti, merendahkan, atau merugikan orang lain, baik secara fisik, verbal, maupun psikologis. Bullying paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja di lingkungan sekolah. Namun, bullying terhadap orang dewasa juga kerap terjadi, misalnya di tempat kerja.

Perilaku bullying ini sangat berdampak bagi para korbannya sehingga mereka akhirnya nekat melakukan tindakan di luar nalar yang sebelumnya tidak pernah mereka bayangkan dapat dilakukan. Seperti pada tragedi kebakaran yang menimpa pondok pesantren maupun sekolah menengah atas baru-baru ini.

Dikutip dari Kumparan (07/11/2025),
Pada Jumat, 31 Oktober 2025, asrama putra Dayah (Pesantren) Babul Maghfirah—pimpinan Tgk. Masrul Aidi—di Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, terbakar.

Polisi mengungkapkan bahwa pelakunya adalah salah satu santri yang masih di bawah umur.
“Pelaku mengaku membakar gedung asrama karena sering mengalami bullying dari beberapa temannya,” kata Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Joko Heri Purwono, saat konferensi pers di Meuligoe Rastra Sewakottama, Kamis (6/11).
Santri tersebut disebut mengalami tekanan mental hingga berniat membakar gedung agar barang-barang milik temannya yang diduga sering mengganggunya ikut terbakar.

Ada pula kejadian kebakaran di salah satu SMA di Jakarta.
Polisi mendalami informasi yang menyebut bahwa terduga pelaku ledakan di SMA 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, merupakan korban dugaan perundungan atau bullying.
“Iya, tentunya informasi apa yang diterima dan ditemukan harus didalami oleh penyidik agar tidak simpang siur,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto, saat dikonfirmasi, Jumat (7/11).
(CNN Indonesia, 08/11/2025).

Pelaku pembakaran tersebut mengalami tekanan sosial berat akibat ejekan, pelecehan, dan pengucilan.
Bullying ini terjadi di berbagai daerah.
Kasus bullying atau perundungan di Indonesia terus menunjukkan tren peningkatan dan kini menjadi salah satu isu serius bagi dunia pendidikan serta perlindungan anak. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada kesehatan mental korban, tetapi juga memengaruhi prestasi belajar dan rasa aman di lingkungan pesantren maupun sekolah.

Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), kasus kekerasan terhadap anak meningkat tajam pada tahun 2024, dengan kenaikan lebih dari 100% dibanding tahun 2023. Dari jumlah tersebut, 31% merupakan kasus perundungan yang banyak terjadi di satuan pendidikan mulai dari tingkat menengah hingga perguruan tinggi.

Pengaruh media sosial juga sangat berperan dalam aksi bullying ini, bahkan memperparah perilaku pelaku hingga menjadikan bullying sebagai bahan candaan. Hal ini menunjukkan adanya krisis adab dan hilangnya fungsi pendidikan. Sehingga para korban bullying pun melalui media sosial mencari rujukan untuk melakukan tindakan berbahaya terhadap orang lain sebagai pelampiasan kemarahan atau dendam.

Beginilah ketika hidup dalam sistem kapitalis sekuler, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Pendidikan tidak lagi membentuk kepribadian yang kuat dan beradab, tetapi justru melahirkan manusia yang egois, rapuh, dan mudah terseret tekanan sosial.

Selama sistem ini tetap diterapkan, maka masalah serupa akan terus bermunculan. Akar masalah bukan hanya terdapat pada individu, tetapi pada sistem rusak yang menempatkan manusia sebagai pusat segalanya dan merasa berhak membuat hukum. Padahal kita tahu bahwa aturan yang dibuat manusia hanya menguntungkan sebagian kecil dari masyarakat.

Sebagai manusia, makhluk ciptaan Allah SWT sudah seharusnya mengikuti aturan yang telah ditetapkan-Nya tanpa mengurangi ataupun menambahi. Manusia harus tunduk dan patuh kepada apa pun yang diperintahkan serta menjauhi apa pun yang dilarang oleh Allah SWT.

Dalam Islam, tujuan belajar adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Islam memandang pendidikan sebagai proses pembentukan manusia agar memiliki kepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam, serta ilmu kehidupan untuk membangun peradaban mulia.

Pendidikan Islam bertujuan membentuk pola pikir dan pola sikap Islam berdasarkan akidah Islam, bukan sekadar penguasaan pengetahuan. Karena itu, asas seluruh pendidikan formal harus berlandaskan akidah Islam. Paradigma, tujuan, orientasi, hingga metode pembelajaran disusun berdasarkan wahyu, bukan tuntutan pasar kerja sebagaimana pada sistem sekuler saat ini.

Ada beberapa cara agar perundungan atau bullying dapat dicegah. Pertama, menanamkan kepribadian Islam dan melakukan pembinaan calon pemimpin umat. Mereka dididik memahami tsaqafah Islam secara mendalam agar mampu menjadi ulama, pemikir, mujtahid, dan pemimpin.

Kedua, adanya peran masyarakat untuk beramar makruf nahi mungkar. Jika melihat adanya perundungan atau bullying, masyarakat harus menghentikannya, bukan menjadikannya konten candaan. Di sinilah pentingnya pembentukan himpunan ulama ahli yang bisa melayani kemaslahatan umat.

Ketiga, peran negara sangat penting sebagai sistem pendukung yang menjaga kehormatan manusia melalui bidang pendidikan, sosial, hukum, politik, dan media. Negara juga menerapkan hukum agar perundungan atau bullying tidak terjadi lagi.

Tindak kekerasan fisik dikategorikan sebagai jinayah (pelanggaran pidana) seperti dharb (pemukulan) atau jarh (melukai) dan dikenai hukuman takzir. Begitu pula kekerasan verbal atau penghinaan juga dikenai sanksi takzir tergantung kadar bahaya dan efeknya. Daulah Khilafah mengawasi lembaga pendidikan agar tidak ada pelanggaran terhadap kehormatan individu.

“Negara wajib menjamin keamanan individu, menjaga kehormatannya, dan menindak setiap pelanggaran terhadapnya.” (Muqaddimah ad-Dustur, Pasal 15).
Jadi, sanksi dalam Islam bukan hanya berupa hukuman, melainkan pendidikan moral dan efek sosial sehingga pelaku jera, masyarakat terlindungi, dan seseorang akan berpikir ulang sebelum melakukan kesalahan.

Beginilah ketika Islam diterapkan dalam kehidupan. Tidak akan ada lagi perundungan atau bullying. Tidak ada ruang bagi para perundung atau pembuli berbasis status, ekonomi, gender, maupun fisik karena dalam Islam ditegakkan keadilan kepada siapa pun yang terbukti bersalah. Dengan demikian, para pelajar akan merasa aman dan nyaman saat menuntut ilmu. Wallahu a'lam bishshawab. (Dft)

Posting Komentar

0 Komentar