(Kontributor Vivisualiterasi Media)
Realitanya, gencatan senjata yang disepakati sejak 10 Oktober 2025 justru menjadi topeng kejam untuk menyembunyikan penderitaan yang lebih dalam. Data menunjukkan, setidaknya 260 warga Palestina tewas dan lebih dari 630 lainnya luka-luka sejak kesepakatan itu diteken. Tak hanya itu, Zionis masih dengan pongah memblokade masuknya bantuan vital seperti tenda tahan cuaca, rumah mobil, hingga material bangunan darurat. Ini bukan sekadar pelanggaran perjanjian, tetapi bentuk nyata kelicikan penjajah dengan menciptakan penderitaan sambil menutupi tangannya dengan dalih diplomasi.
Gaza kembali membuktikan bahwa gencatan senjata bukan solusi. Dunia boleh menyambutnya dengan optimisme semu, namun bagi rakyat Gaza, itu hanya berarti penundaan kekerasan terbuka untuk diganti dengan kekerasan struktural. Ketika dunia berpikir “Gaza baik-baik saja”, justru saat itulah penderitaan paling sunyi mereka dimulai. Blokade, kelaparan, ketakutan, dan kehancuran psikologis menjadi wajah sebenarnya dari gencatan senjata ala penjajah.
Mengapa bisa demikian? Karena gencatan senjata dan segala solusi yang ditawarkan dunia internasional sejatinya hanya berjalan dalam kerangka kepentingan politik Barat. Negara-negara besar, terutama Amerika Serikat, selama ini menjadi dalang sekaligus pelindung utama Israel. Melalui lembaga internasional dan diplomasi multilateral, AS dan sekutunya mengatur narasi agar dunia melihat konflik Palestina sebagai "konflik dua pihak" yang seimbang. Padahal faktanya, ini adalah penjajahan terang-terangan selama lebih dari 75 tahun!
Normalisasi hubungan, konferensi damai, gencatan senjata, dan bantuan kemanusiaan adalah bagian dari skenario besar untuk mengalihkan perhatian dari akar masalah: penjajahan atas tanah Palestina. Selama dunia masih tunduk pada kerangka solusi Barat, selama itu pula rakyat Palestina akan terus menjadi korban.
Khilafah bukan utopia. Ia adalah bagian dari sejarah panjang Islam yang pernah menyatukan negeri-negeri Muslim, membebaskan tanah suci Palestina dari tentara salib, dan memberikan perlindungan hakiki bagi umat Islam. Hanya dalam sistem ini, Palestina bisa bebas dari penjajahan, rakyatnya sejahtera, dan musuh tidak berani sewenang-wenang.
Maka, perjuangan kita hari ini bukan hanya soal kepedulian terhadap Gaza. Tapi juga soal penyadaran ideologis bahwa satu-satunya solusi atas penderitaan umat, termasuk Palestina adalah dengan mengembalikan kehidupan Islam secara menyeluruh. Ini adalah tugas dakwah yang tidak bisa ditunda. Kita harus mendidik umat agar tidak lagi percaya pada solusi Barat, tapi yakin pada janji Allah: bahwa pertolongan-Nya akan datang jika umat bersatu dalam kebenaran dan berjuang di jalan-Nya.
Gaza tak butuh belas kasihan dunia. Mereka butuh persatuan umat, kesadaran politik Islam, dan sistem yang akan membela mereka sepenuh jiwa. Gencatan senjata bukan penyembuh luka, hanya menunda kematian. Hanya Khilafah dan jihad yang akan menjemput kemenangan.
Karena itu, kita harus berani berkata bahwa solusi Barat adalah solusi semu. Tidak akan pernah menyelesaikan penderitaan rakyat Gaza. Mereka tidak butuh lagi janji perdamaian palsu, tetapi pembebasan sejati.
Islam sebagai agama yang sempurna, hadir tidak hanya sebagai tuntunan ibadah, tapi juga sistem hidup. Termasuk solusi politik atas krisis kemanusiaan dan penjajahan. Dalam sejarahnya, sistem Islam telah membuktikan keberhasilannya membebaskan tanah-tanah yang dijajah serta melindungi rakyatnya dari kezaliman.
Rasulullah saw menyebut bahwa Al-Quds (Yerusalem) adalah tanah suci, bagian dari bumi Syam yang diberkahi. Masjid Al-Aqsha adalah kiblat pertama umat Islam dan salah satu dari tiga masjid utama dalam Islam. Tidak ada satu pun alasan bagi umat Islam untuk diam melihat kehancuran dan penderitaan di sana.
Solusi Islam bukan diplomasi, tetapi jihad dan Khilafah. Jihad bukan sekadar aksi militer, tetapi jalan perjuangan membebaskan tanah yang dijajah. Sedangkan Khilafah adalah institusi negara Islam yang menjadi junnah (perisai) bagi umat, sebagaimana sabda Rasulullah:
"Imam (Khalifah) itu laksana perisai, tempat orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya." (HR. Muslim)
Wallahua'lam bisshawab.[AR]


0 Komentar