Oleh Hany Handayani Primantara, SP
(Pendidik Generasi)
Vivisualiterasi.com - Senin, 29 September menjadi hari yang tidak akan pernah dilupakan oleh 171 santri yang selamat dari tragedi robohnya pondok pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur. Saat itu, semua santri sedang melaksanakan sholat ashar berjamaah di lantai dua. Insiden itu merenggut 67 korban tewas. Gedung empat lantai yang roboh menjadi saksi bisu syahidnya para santri yang sedang menimba ilmu di sana.
Setelah ditelusuri oleh pihak Polda Jatim, diduga awal penyebab robohnya gedung adalah kegagalan kontruksi (failure of contruction). Jika benar demikian maka ada beberapa pasal yang bisa digunakan untuk menjerat pihak terkait. Di antaranya, pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan kematian orang lain. Pasal 360 tentang kelalaian yang mengakibatkan luka berat orang lain. Pasal 46 ayat (3) dan Pasal 47 UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Adanya pelanggaran teknis dalam pembangunan yang mengakibatkan bangunan tidak layak fungsi dan mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. (ICJR, 10/10/2025)
Berkaca pada kejadian kasus robohnya gedung pesantren, Kementerian Agama bakal mengevaluasi kelayakan semua bangunan pondok pesantren dan rumah ibadah di seluruh wilayah. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari mitigasi agar peristiwa robohnya bangunan di Pesantren Al-Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, tidak terjadi di daerah lain. (kompas.com, 02/10/2025)
Kelalaian Manusia Akibat Sistem
Sekalipun dari wali santri tidak ada yang menuntut dan telah mengikhlaskan kepergian anak mereka yang menjadi korban tewas pada kejadian tersebut, atas dasar keyakinan bahwa ini semua sudah takdir Allah. Namun kasus robohnya bangunan empat lantai pondok pesantren tetap diselidiki penyebab dan dicari siapa yang layak bertanggung jawab atas kasus ini. Bila terbukti bahwa robohnya gedung tersebut akibat kelalaian manusia maka harus ada pihak yang bertanggung jawab atas meninggalnya 67 nyawa menjadi korban sesuai dengan pasal-pasal yang disebutkan.
Kejadian ini harusnya menjadi pengingat bahwa pengajuan izin pembangunan dan kontrol terhadap fasilitas umum adalah sebuah kewajiban bagi pemerintah untuk mengelolanya. Mengingat ternyata ditemukan fakta bahwa dana pembangunan gedung umumnya hanya berasal dari wali santri dan donatur masyarakat yang terbatas. Bila kemungkinan keterbatasan dana dalam pembangunan gedung jadi alasan kesalahan kontruksi bangunan maka ada kontribusi dari pemerintah untuk andil dari masalah ini.
Sebab pemerintah harusnya memiliki tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas pendidikan, tidak memandang apakah lembaga pendidikan tersebut swasta maupun negeri. Penyimpangan ini terjadi karena konsep pemenuhan fasilitas umum mengikuti sistem pendidikan sekuler. Di mana dalam sistem sekuler negara atau pemerintah berhak berlepas tangan dari pengelolaan fasilitas umum. Pendidikan dan kesehatan dalam sistem kapitalisme merupakan salah satu aspek yang dinilai bisa menjadi sarana bisnis yang menggiurkan. Maka amat wajar jika pemerintah tidak ada kontribusi terhadap pengadaan fasilitas umum tersebut.
Islam Memenuhi Kebutuhan Umat
Pendidikan, kesehatan, keamanan merupakan bagian dari kebutuhan masyarakat yang mesti dipenuhi oleh negara. Pelayanan berupa fasilitas umum tersebut sudah otomatis menjadi tanggungan pemerintah dalam pengadaan serta pengawasannya. Pemerintah memiliki kekuatan untuk memenuhi kebutuhan sesuai standar keamanan, kenyamanan dan kualitas terbaik bagi masyarakat. Ketika tanggung jawab tersebut dilepaskan atau dialihkan kepada pihak lain, baik masyarakat maupun swasta maka ini salah satu bentuk pengalihan tanggung jawab alias mangkir dari kewajiban. Bisa jadi pemerintah akan dianggap lalai karena telah menyebabkan kematian banyak orang akibat menyerahkan tanggung jawab kepada pihak lain dan membuat fasilitas umum yang kurang layak tadi.
Selain pengawasan dari sisi memberikan izin membangun fasilitas umum berupa gedung dan semacamnya, pemerintah juga berkewajiban untuk memenuhi pendanaan dalam pembangunan tersebut. Sebab pendanaan fasilitas umum telah diatur oleh Islam. Islam mengatur pengeluaran fasilitas umum dalam sistem keuangan baitul mal oleh negara. Negara bertanggung jawab penuh terhadap fasilitas pendidikan tanpa membeda-bedakan status sekolah terpencil maupun elit. Sebab setiap warga negara wajib diberikan pelayanan baik kaya maupun miskin.
Jika memang dari sisi pemerintah sudah memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya sesuai dengan standar aturan Islam, namun ternyata tetap terjadi insiden robohnya gedung sekolah, maka itu sudah diluar dari kuasa manusia. Inilah yang disebut dengan makna takdir atau qadha sebagaimana yang diyakini oleh sebagian besar wali santri pondok. Sebab manusia tidak pernah akan dimintai tanggung jawab apa yang sudah terjadi atas seizin-Nya. Iya, hanya akan dimintai pertanggungjawaban atas pilihan-pilihan hidup yang sudah ada dihadapannya. Apakah ia mau menjalankan pengaturan pembangunan fasilitas umum sesuai dengan standar syara atau tidak.
Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta'ala berikut,
"Bagi manusia ada malaikat -malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia."
Wallahua'lam bishowab.[AR]
0 Komentar