Subscribe Us

PENINDASAN GAZA TAK KUNJUNG BERAKHIR, BEBASKAN PALESTINA DENGAN KHILAFAH


Oleh Ayu Ummu Umar
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)

Vivisualiterasi.com-Silih berganti, langit Palestina dihiasi oleh suara dentuman bom. Bangunan-bangunan yang menjulang tinggi menjadi sasaran empuk Zionis Israel. Gaza dikepung; jaringan komunikasi utama terputus. Menurut pernyataan Perusahaan Telekomunikasi Palestina (Paltel), lumpuhnya layanan komunikasi disebabkan oleh pengeboman yang mengenai jalur jaringan inti. Selain pemadaman listrik dan putusnya jaringan, serangan juga dilancarkan melalui manuver darat, bertepatan saat tank-tank Israel memasuki jantung Kota Gaza. (Tribunnews.com, 19-09-2025)

Ironis, kemalangan yang menimpa rakyat Palestina tampaknya tak menemui titik akhir. Bom tak henti bersahutan; tanah Palestina telah lama basah oleh darah para syuhada. Penindasan yang berkelanjutan merenggut jiwa-jiwa tak berdosa. Lantas, bagaimana membebaskan Palestina dari cengkeraman Yahudi?

Strategi Sistematik

Kebrutalan yang dilakukan Zionis Israel tampak semakin menggila. Sejak Oktober 2023, aksi kejam itu telah menewaskan lebih dari 65.100 penduduk Gaza. Serangan tidak hanya menghancurkan pemukiman dan merenggut banyak nyawa, tetapi juga melumpuhkan jaringan komunikasi dan memadamkan listrik. Padahal jaringan komunikasi merupakan sarana utama untuk memberitakan tragedi yang menimpa masyarakat Gaza. Inilah kejahatan yang paling mengerikan selain pembiaran kelaparan di kantong-kantong wilayah tersebut dan penembakan terhadap jurnalis.

Serangan dipicu oleh keinginan menguasai wilayah Gaza. Kaum Yahudi kafir tak tanggung-tanggung membombardir wilayah tersebut, bahkan tanpa memedulikan berapa banyak nyawa yang melayang. Demi mengosongkan wilayah itu mereka melakukan sapu bersih. Melansir CNBC Indonesia (21/06/2024), dahulu Yahudi mengklaim tujuan perang hanya untuk menghancurkan kekuatan militer Hamas. Namun kenyataannya, warga sipil pun menjadi korban kebrutalan tersebut. Strategi sistematik yang dirancang Israel dan sekutunya tak lain bertujuan mencapai kepentingan politik.

Pengkhianatan Penguasa Muslim

Dalam situasi yang kian sulit, masyarakat Palestina tampak tertatih mempertahankan hidup, meskipun dalam kondisi yang tak layak. Banyak di antaranya bertahan dengan pakan ternak atau terpaksa menahan lapar berhari-hari. Namun sayang, kondisi mengerikan itu belum mampu membangkitkan semangat persatuan umat Muslim. Garis imajiner nation-state telah menjadikan tiap wilayah tersekat-sekat; ada tembok pembatas yang menjulang tinggi tanpa memedulikan nasib tetangga yang tertindas.

Ironisnya, di tengah situasi Gaza yang memanas, para penguasa Muslim tampak menjalin kerja sama dengan Amerika Serikat atas nama diplomasi untuk mengakhiri konflik. Pertemuan yang diadakan di Gedung Putih baru-baru ini, yang mengundang delapan negara Arab dan Muslim, diklaim sebagai langkah penting oleh pihak AS. Bahkan digadang-gadang Amerika Serikat akan mengambil langkah “tegas”. Disinyalir, melalui presentasi buku putih dipaparkan rencana penghentian perang Israel selama dua tahun di Gaza. Namun kenyataannya janji itu hanya kata-kata semu; rencana pengakhiran perang dan pemberlakuan gencatan senjata bak oase di tengah padang pasir.

Yang menjadi pukulan telak bagi umat Muslim adalah para penguasa yang berperilaku seperti agen AS; beberapa pemimpin Timur Tengah beberapa waktu lalu melakukan lawatan menyambut Donald Trump demi keuntungan dan kepentingan tertentu. Sangat disayangkan bahwa para penguasa Muslim rela mengorbankan saudara seiman demi kepentingan politik dan ekonomi.

Jihad dan Khilafah Solusi Tuntas

Dahulu, ketika Yahudi meminta diberikan sebagian tanah Palestina kepada Sultan Abdul Hamid II, sang khalifah tetap tegas: ia tidak akan menjual tanah Palestina meskipun sejengkal. Sikap tegas itu menjadi teladan keteguhan dan bentuk perjuangan pemimpin dalam menolak pengaruh asing yang membahayakan umat.

Berbeda dengan realitas hari ini, para penguasa Muslim tampak menjalin hubungan mesra dengan Amerika Serikat dan sekutunya demi kepentingan politik. Pembelaan terhadap Palestina seringkali hanya sebatas kecaman tanpa makna dan tak mampu meredam kebrutalan Zionis Israel yang semakin menggila.

Melihat kondisi Gaza yang porak-poranda dan penderitaan penduduknya, mengirim bantuan militer adalah hal yang mendesak. Bukan hanya sekadar mengirim makanan, obat-obatan, dan kain kafan; bukan pula memberikan solusi dua negara atau relokasi pengungsi semata. Sebab tanah Palestina adalah hak seluruh kaum Muslimin yang wajib dijaga. Oleh karena itu dibutuhkan persatuan untuk segera melakukan pembebasan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“…Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan…” (QS. Al-Anfal: 72)

Meskipun dalam situasi sulit, umat Muslim tidak boleh gentar untuk melakukan pembelaan. Namun, jika hanya sekadar melakukan aksi boikot, itu tidak cukup untuk membebaskan Gaza dari kesengsaraan hari ini. Maka solusi tuntas atas kekejaman tersebut, hanya dengan jihad dan penegakan Khilafah. Sudah saatnya umat memperjuangkan tegaknya Khilafah 'ala minhajin nubuwwah dan kembali bangkit memimpin dunia sehingga terlaksanalah jihad fisabilillah. Menumbangkan ideologi Barat yang menindas dan menggantinya dengan ideologi Islam yang akan menyejahterakan umat. Wallahu a'lam bish-shawab.[PUT]

Posting Komentar

0 Komentar