Subscribe Us

GAJI GURU PPPK MINIM, ISLAM PUNYA MEKANISME ADIL




Oleh Mintan Tyani
(Relawan Opini Andoolo)


Vivisualiterasi.com - Katanya “guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”, tetapi kenyataannya jasa guru seolah tidak pernah dihargai. Katanya “guru adalah pelita dalam kegelapan, penerang jalan menuju masa depan”, tetapi masa depan dan kesejahteraan seorang guru justru terabaikan. Ironis sekali.

Baru-baru ini muncul tanggapan dari anggota Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani, yang meminta pemerintah agar tidak hanya menaikkan gaji guru dan dosen berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), tetapi juga memperhatikan nasib guru honorer (Beritasatu.com, 22/09/2025).

Inilah realitas kondisi para guru di negeri tercinta ini. Jerih payah mereka tidak mendapat apresiasi yang layak. Jasa-jasa mereka pun sering kali diabaikan. Seperti yang tersorot baru-baru ini mengenai nasib guru PPPK yang menerima gaji minim, yakni sekitar Rp300.000 per bulan, karena perhitungannya berdasarkan jam mengajar (Sindonews.com, 23/09/2025).

Penderitaan mereka tidak berhenti sampai di situ. Salah satu perwakilan guru mengatakan bahwa PPPK tidak memiliki jenjang karier meskipun berpendidikan tinggi (S2/S3) dan tidak mendapat uang pensiun. Yang lebih memprihatinkan, banyak guru PPPK akhirnya terjerat utang bank atau pinjaman daring. Ya Allah, sungguh memalukan, tragedi seperti ini terjadi di negeri yang kaya akan sumber daya alam.

Padahal, semua pihak telah sepakat bahwa peran guru sangat vital dalam proses pendidikan. Namun kondisi guru saat ini, terutama guru PPPK, sangat memprihatinkan. Rumitnya regulasi membuat mereka tidak memperoleh hak kesejahteraan, padahal mereka menjalankan tugas penting sebagai pendidik generasi bangsa.

Gaji yang berada di bawah Rp1 juta per bulan menggambarkan getirnya nasib guru PPPK di tengah tekanan ekonomi rakyat saat ini. Masalah ini mencerminkan lemahnya kemampuan negara dalam memberikan penghargaan yang layak kepada guru.

Sumber daya alam yang melimpah seharusnya menjadi tiang perekonomian, tetapi justru dikelola oleh pihak swasta atau asing atas nama investasi. Mekanisme ini dilegalkan karena adanya prinsip kebebasan yang menjadi dasar sistem ekonomi kapitalis. Akibatnya, negara bergantung pada pajak dan utang yang justru memberatkan masyarakat. Akhirnya, negara tidak memiliki sumber pendapatan cukup untuk menggaji guru secara layak.

Beginilah wajah negara dalam sistem kapitalisme yang mendiskriminasi dan zalim terhadap guru PPPK. Mereka dipandang hanya sebagai faktor produksi, bukan pendidik mulia generasi bangsa. Inilah akibat kerusakan ketika sebuah negeri menerapkan sistem selain dari Allah.

Melihat kondisi guru saat ini, jelas bahwa kemuliaan mereka hanya bisa terwujud manakala negara hadir sebagai pihak yang memperhatikan rakyatnya sesuai syariat, yaitu sebagai ra’in (pelayan). Rasulullah saw. bersabda:

> “Imam (khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Negara ra’in yang dimaksud adalah negara Khilafah, di mana Khilafah mengurus kebutuhan rakyat berdasarkan hukum syariat, tanpa campur tangan para kapitalis seperti dalam sistem kapitalisme saat ini. Dengan ketentuan ini, negara memiliki political will, yaitu keputusan pemimpin dalam menyelesaikan masalah rakyat secara ma’ruf, termasuk persoalan gaji guru yang kini menjadi sorotan.

Islam memiliki mekanisme agar guru mendapatkan gaji layak dan hidup sejahtera. Mekanisme tersebut berkaitan dengan sumber pendapatan negara, yang diatur dalam lembaga bernama Baitul Maal.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizhamul Iqtishadi menjelaskan bahwa Baitul Maal memiliki tiga sumber pemasukan utama, yaitu:

1. Pos kepemilikan negara,

2. Pos kepemilikan umum, dan

3. Pos zakat.

Untuk pembiayaan pendidikan, khususnya gaji guru, dana diambil dari pos kepemilikan negara. Pos ini bersumber dari harta anfal, ghanimah, fai’, khumus, kharaj, usyur, jizyah, ghulul, rikaz, dan sejenisnya. Dengan sumber tersebut, negara Khilafah memiliki keuangan yang sangat cukup untuk menggaji guru.

Dalam Islam, besaran gaji ditentukan berdasarkan nilai jasa yang diberikan. Karena itu, di dalam negara Khilafah tidak ada perbedaan antara guru ASN dan PPPK; semua dipandang sebagai pegawai negara dengan penghargaan yang sama. Gaji guru diukur dari nilai jasa mereka secara objektif.

Salah satu contoh penerapan hal ini dapat dilihat pada masa Khalifah Umar bin Khaththab. Diriwayatkan oleh Ibn Abi Shaybah dari Shadaqah ad-Dimasqi dari Al-Wadhi’ah bin Atha, bahwa Khalifah Umar bin Khaththab ra. memberi gaji guru sebesar 15 dinar per bulan. Satu dinar setara dengan 2,45 gram emas. Jika dikonversikan dengan harga emas saat ini sebesar Rp2.320.000 per gram, maka 15 dinar setara dengan Rp147.900.000 per bulan. Masyaallah.

Betapa mulianya jasa guru di mata negara Khilafah. Dalam Islam, tidak ada perbedaan kasta di antara guru seperti yang terjadi dalam sistem kapitalisme. Guru adalah profesi mulia yang mencetak generasi cemerlang masa depan. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar publik yang wajib dijamin oleh negara.

Selain itu, sebagai negara ra’in, Khilafah juga menjamin kebutuhan dasar publik lainnya seperti kesehatan dan keamanan yang disediakan langsung oleh negara. Masyarakat, guru, dan pegawai negara lainnya dapat mengakses kebutuhan tersebut secara gratis dan berkualitas. Dengan demikian, gaji guru dan pegawai lainnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, bukan untuk menutupi kebutuhan publik yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.

Beginilah gambaran negara yang berasaskan Islam dan berinstitusi di bawah naungan Khilafah — negara yang akan memuliakan serta menyejahterakan guru. Sebab, jika guru sejahtera, mereka dapat fokus mendidik generasi hingga lahir individu yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Wallahu a’lam bish-shawab. (Dft)


Posting Komentar

0 Komentar