Subscribe Us

MAGANG BERBAYAR FRESH GRADUATE: POTRET SURAM POLITIK EKONOMI KAPITALISME



Oleh Ummu Hanif
(Pendidik)


Vivisualiterasi.com - Pendaftaran Magang Nasional 2025 Batch 1 resmi ditutup pada Rabu, 15 Oktober 2025. Tercatat ada 156.159 pelamar dari seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah menyampaikan akan menanggung pembayaran upah peserta program magang nasional yang setara dengan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa perusahaan tidak perlu membayar upah bagi peserta magang karena seluruhnya ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Insentifnya, perusahaan tidak bayar, UMP-nya dibayar oleh pemerintah,” kata Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (22/9/2025).

Kebijakan magang tersebut menjadi bagian dari paket stimulus ekonomi 2025 yang diluncurkan pemerintah sebagai upaya menyelaraskan sektor pendidikan dan kebutuhan industri (link and match). Airlangga menjelaskan bahwa program magang nasional akan dijalankan selama enam bulan, terbagi dalam dua periode, masing-masing tiga bulan. Pemerintah menyiapkan anggaran awal Rp198 miliar untuk menggaji 20.000 lulusan baru (fresh graduate) yang mengikuti program ini.

“Program ini enam bulan, tiga bulan tahun ini (2025) dan tiga bulan lagi tahun depan (2026), yakni Januari, Februari, dan Maret,” jelasnya.

Mengapa pemerintah mengambil kebijakan tersebut? Karena laporan World Bank East Asia and the Pacific Economic Update edisi Oktober 2025 menyingkap kenyataan pahit: satu dari tujuh anak muda di Tiongkok dan Indonesia kini menganggur. Kondisi ini menggambarkan wajah buram ekonomi Asia Timur dan Pasifik, terutama bagi generasi muda yang baru menapaki dunia kerja. Di tengah situasi itu, pemerintah merespons dengan meluncurkan program magang berbayar bagi fresh graduate sebagai solusi sementara.

Namun di balik kebijakan tersebut, tersimpan potret suram sistem ekonomi kapitalisme yang masih bercokol kuat—sistem yang melahirkan ketimpangan struktural dan memusatkan harta pada segelintir elite, sementara sebagian besar rakyat harus berjuang keras hanya untuk mendapatkan kesempatan hidup layak.

Fakta dan Akar Masalah

Tingginya angka pengangguran bukan sekadar persoalan rendahnya keterampilan tenaga kerja atau kurangnya investasi industri. Akar masalahnya lebih dalam—terletak pada distribusi kekayaan yang timpang. Dalam sistem kapitalisme, kekayaan dan sumber daya cenderung terkonsentrasi di tangan segelintir orang atau korporasi besar. Akibatnya, harta tidak berputar secara merata di tengah masyarakat.

Kondisi ini menimbulkan kemiskinan struktural dan memperlebar jurang antara kaya dan miskin. Aktivitas ekonomi rakyat kecil pun tersendat karena daya beli menurun dan peluang kerja semakin sempit. Program magang berbayar, meski tampak memberi harapan, sesungguhnya tidak menyentuh akar masalah. Ia hanya menambal luka di permukaan, sementara luka sosial ekonomi akibat ketimpangan dibiarkan terus menganga.

Penyebab adanya pengangguran karena penerapan ekonomi kapitalistik berakibat pada:

1. Harta tidak berputar ke seluruh rakyat, melainkan hanya dikuasai segelintir orang sehingga terjadi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.

2. Aktivitas ekonomi macet dan melambat, sehingga dibutuhkan kebijakan politik yang mampu mendistribusikan harta ke seluruh rakyat.

Kebutuhan akan Politik Ekonomi yang Berkeadilan

Solusi sesungguhnya tidak cukup hanya pada sektor teknis atau administratif. Diperlukan kebijakan politik ekonomi yang berorientasi pada distribusi harta secara adil dan merata. Politik ekonomi bukan sekadar urusan fiskal dan investasi, tetapi juga tentang bagaimana negara memastikan bahwa harta kekayaan alam dan sumber daya ekonomi benar-benar berpihak kepada seluruh rakyat, bukan hanya segelintir pemilik modal.

Sistem kapitalisme telah gagal mewujudkan pemerataan. Oleh sebab itu, kita memerlukan paradigma alternatif—politik ekonomi Islam—yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para khalifah setelahnya.

Politik Ekonomi Islam: Solusi yang Terlupakan

Dalam politik ekonomi Islam, negara memegang peran sentral dalam mengatur kepemilikan dan distribusi harta. Nabi Muhammad SAW mengajarkan adanya tiga jenis kepemilikan harta:

1. Kepemilikan individu, seperti hasil kerja, perdagangan, atau warisan.

2. Kepemilikan umum, mencakup sumber daya alam strategis yang menjadi kebutuhan publik seperti air, padang rumput, tambang, laut, dan hutan.

3. Kepemilikan negara, yaitu harta yang dikelola langsung oleh negara untuk kemaslahatan umat.

Negara bertanggung jawab mengelola harta milik umum dan tidak boleh menyerahkannya kepada individu atau korporasi swasta. Dari hasil pengelolaan inilah negara dapat membiayai kebutuhan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur secara gratis, sekaligus menciptakan lapangan kerja luas bagi rakyat.

Negara dan Kewajiban Menyediakan Lapangan Kerja

Dalam Islam, menyediakan lapangan kerja adalah kewajiban negara, khususnya bagi laki-laki balig yang wajib menafkahi dirinya dan keluarganya. Negara harus memastikan ketersediaan pekerjaan dengan membuka akses terhadap pengelolaan sumber daya alam dan sektor produktif lainnya.

Jika rakyat membutuhkan modal, negara dapat menjalankan kebijakan iqtha’ (pemberian tanah atau aset produktif kepada rakyat yang mampu mengelolanya). Untuk sumber daya alam yang membutuhkan teknologi tinggi, seperti tambang besar, negara wajib mengelolanya langsung dan menjadikan rakyat sebagai pekerja dengan sistem upah yang adil. Sedangkan tambang atau sumber daya kecil dapat dikelola oleh rakyat secara mandiri, dengan pengawasan negara agar tidak merusak lingkungan.

Jalan Keluar dari Krisis Sistemik

Program magang berbayar mungkin tampak sebagai bentuk perhatian terhadap pengangguran, namun ia hanya penyembuh sesaat dalam sistem yang sakit. Selama politik ekonomi masih berpijak pada kapitalisme, ketimpangan dan pengangguran akan terus menjadi fenomena berulang.

Sudah saatnya bangsa ini meninjau kembali arah kebijakan ekonominya. Politik ekonomi Islam menawarkan solusi sistemik dengan prinsip keadilan, distribusi harta, dan tanggung jawab negara terhadap kesejahteraan rakyat. Dengan menegakkan mekanisme kepemilikan harta yang benar, mengelola sumber daya milik umum untuk kemaslahatan rakyat, serta menjamin kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, maka cita-cita kesejahteraan sejati bukan hanya angan, tetapi keniscayaan. Wallahu bishshawab. (Dft)

Posting Komentar

0 Komentar