Subscribe Us

KALIMAH TAUHID: SIMBOL KEMERDEKAAN HAKIKI



Oleh Gien Rizuka
(Kontributor Vivisualiterasi Media)


Vivisualiterasi.com - Sebagai seorang muslim, tentunya telah mengenal bendera tauhid. Bendera kebanggaan Rasulullah ini telah dikenal sejak zaman ketika Islam turun di kota suci Mekkah.

Rasulullah dan para sahabat senantiasa membawa panji ini untuk menjadi simbol bahwa mereka yakin akan kebenaran Islam yang juga menjadi sumber kekuatan tatkala mereka sedang melakukan pembebasan terhadap wilayah-wilayah yang terikat dengan mata rantai kejahiliyahan.

Panji ini bukan simbol biasa, tiada yang bisa menandinginya. Terbukti dengan semangat juang di bawah panji ini, 2/3 dunia bisa dilepaskan dari sistem ketidakadilan yang saat itu sedang terjadi di seluruh penjuru dunia.

Kalimat tauhid yang tersemat di dalamnya mampu memosisikan derajat manusia bahwa mereka tidak patut menciptakan ataupun menerapkan sistem yang dibuat oleh akal, yang terbukti aturan-aturannya telah melahirkan kezaliman. 

Maka cukuplah bagi seorang muslim mengingat akan hal ini. Kemerdekaan yang hakiki bukanlah kemerdekaan yang semu. Di sisi lain, kita terhindar dari penjajahan fisik, namun justru penjajahan non fisik amat terasa sedang dimainkan di aspek lain. Lihatlah bagaimana kelaparan, kemiskinan, kerusakan generasi terjadi di setiap sudut negeri ini. Juga kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah yang masih tunduk pada penjajah sering menimbulkan kontroversi.

ODOL, Salah Satu Simbol Kemerdekaan Semu

Dan terbaru, adalah di mana kebijakan ODOL (Over Dimension Over loading) mengundang kontra dari kalangan supir truk. Padahal jika dilihat dari kebijakan ini tampak baik dan benar yang katanya sebagai bentuk kekhawatiran negara terhadap keselamatan rakyat.

Pasalnya, kebijakan ini dibuat karena seringnya kedapatan truk muatan yang mengangkut barang melebihi kapasitas yang berdampak pada kestabilan kendaraan, hingga rentan terjadinya kecelakaan yang terus berulang. (kompas.com, 27/6/25)

Lebit tepatnya, negara ingin meningkatkan keselamatan lalu lintas, melindungi infrastruktur jalan, jembatan, serta mewujudkan persaingan usaha yang lebih sehat dalam sektor logistik, tentu saja semua ini perlu diapresiasi. Menjadi kewajiban negara memerhatikan semua ini. Hanya saja, itu semua belum bisa dibilang adil terhadap rakyat apabila negara hanya memberi teguran atau bahkan sanksi aja pada mereka, tanpa memberi solusi solutif pada setiap permasalahan masyarakat.

Bicara tentang sering terlihatnya truk yang bermuatan melebihi kapasitas kendaraan tersebut tidak lebih dari yang namanya permasalahan ekonomi rakyat. Mengingat harga-harga pada naik yang berefek daya beli masyarakat berkurang. Contoh bahan bakar bensin yang berpengaruh pada ongkos truk muatan. Alhasil, sang penyewa truk ataupun perusahaan-perusahaan yang memiliki angkutan barang secara wajar melakukan trik tersebut karena tidak ada jalan lain untuk mendapatkan keuntungan di tengah harga-harga naik terutama seringnya kenaikan harga terjadi tanpa aba-aba. 

Atau bisa saja taktik ini dipakai oleh perusahaan-perusahaan besar untuk mendapatkan laba sebanyak mungkin dengan modal seminim-minimnya dalam pengangkutan barang. Walhasil, apa yang terjadi tidak lain sama saja, sering kedapatan kecelakaan lalu lintas yang disebabkan truk tronton dengan kasus rem blong tersebab truk bermuatan lebih.

Namun yang menjadi masalah utama ialah tidak adanya peran negara dalam membantu menstabilkan ekonomi sekaligus mendidik masyarakat supaya mereka tidak berpemikiran kapitalistik, mengedepankan keuntungan tanpa memerhatikan keselamatan yang lain.

Tapi yang ada, negara memonopoli harga pasar yang menunjukkan negara masa bodo terhadap ekonomi rakyat. rakyat dijadikan konsumen bagi pasar negara. Rakyat lapar, rakyat kesulitan menyekolahkan anak-anaknya bukan urusan baginya. Kemudian dalam keselamatan masyarakat pun demikian adanya. Di dunia kapitalisme, yang lemah bisa jadi tumbal bagi pemilik modal. Jangankan untuk mendidik rakyat agar sehat dalam berbisnis, negaranya pun mengemban kapitalisme dalam setiap kebijakan.

Itu artinya, kalimat merdeka hari ini tidak bisa mewakili bahwa rakyat benar-benar aman secara ekonomi. Pasalnya, rakyat belum sepenuhnya terlepas dari penjajahan. Kini rakyat masih saja dijajah oleh kapitalisme sejak runtuhnya Daulah Islam di Turki.

Apalagi jika membahas kerusakan, kejahatan, ketidakadilan dll, tidak usah dipertanyakan lagi. Pasca agen Inggris mulai mempengaruhi negara Islam dengan sistemnya, di situlah mulai tertanam sistem sekuralisme-kapitalisme yang sudah banyak menimbulkan kemudharatan di dunia Timur dan hingga kini telah lama menerpa Indonesia. Alhasil, Indonesia kian gelap gulita karenanya. Kemerdekaan hanya dapat dirasakan oleh mereka sebagai corong kapitalisme. 

Islam Memberi Kemerdekaan Sejati

Dalam perspektif Islam, kemerdekaan sejati tidak hanya berarti kebebasan dari penindasan fisik, tetapi juga kekuasaan yang tidak tunduk pada aturan manusia yang lemah, mengatur dirinya sendiri tidak mampu, apalagi jika ingin mengatur urusan manusia lainnya. Maka pantas sekarang banyak terjadi kekacauan akibat dari hukum buatan manusia. 

Islam memandang kemerdekaan sejati sebagai kebebasan untuk mencapai kebahagiaan hakiki. Kemerdekaan sejati dalam Islam berarti mencapai kebahagiaan yang sebenarnya, baik di dunia maupun di akhirat, dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Kemerdekaan sejati dalam perspektif Islam tidak hanya tentang kebebasan fisik tapi juga tentang politik. Sayangnya, politik yang kita pakai sekarang justru politik yang dibuat oleh penjajah. Indonesia telah terjebak di dalamnya. Sebab sebuah negara yang benar-benar terbebas dari penjajahan tidak akan membiarkan Palestina berjuang sendirian. Terutama bagi seorang muslim tanah Palestina adalah tanah suci umat Islam dan penduduknya ialah saudaranya yang tentu wajib untuk ditolongnya.

Kelaparan di Gaza ialah bentuk politik baru yang dimainkan Israel yang disokong big bos kapitalisme, yaitu Amerika, dalam rangka untuk menyiksa warga Palestina. Tapi diamnya negeri ini dapat menunjukkan bahwa Indonesia sedang berada di bawah kendali siapa. Apalagi masih hangat dalam ingatan bahwa Indonesia bersedia melakukan kerjasama dengan Amerika Serikat yang notabene menjadi donatur Israel. Bagaimana rasa empati pemimpin negeri ini terhadap Palestina mesti patut dipertanyakan. Perbuatannya sungguh bikin geram. 

Seharusnya, pemutusan hubungan bilateral segera dilakukan oleh pemimpin negeri ini bila mengklaim memang telah merdeka. Kemerdekaan yang diharapkan akan adapun akan terwujud. Kehidupan masyarakat di segala lini bakal mampu diperbaiki. Sebab yang disebut negara merdeka adalah negara yang berdaulat, tidak menggantungkan dirinya pada yang lain apalagi pada musuh baik dalam aspek politik, ekonomi dan sosial. 

Lagi pula, beratus-ratus tahun lamanya umat pernah memiliki negara yang berdiri sendiri. Hikmahnya, umat bisa sejahtera hasil dari pengelolaan sumber daya alam secara mandiri. Sejarah pun mengatakan bahwa semua permasalahan dapat diselesaikan dengan tanpa mendatangkan persoalan baru. Wallahua'lam bishawab.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar