Subscribe Us

KOLUSI & KORUPSI, KENISCAYAAN DALAM SISTEM DEMOKRASI

Oleh Merlianty 
(Aktivis Dakwah Muslimah)

Vivisualiterasi.com-State capture (corruption) menjadi topik yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 di Rusia, Jumat (20-6-2025). Prabowo menyebut state capture sebagai bahaya besar yang mengintai Indonesia sebagai negara berkembang. Menurutnya, masalah ini sangat serius dan harus segera diselesaikan.

Presiden Prabowo Subianto menyebut ada bahaya besar yang mengintai Indonesia sebagai negara berkembang. Prabowo menyatakan bahaya itu adalah state capture.(m.kumpar.com.20/06/2025).

Sebagai solusi atas state capture, Prabowo menyatakan bahwa kompromi antara sosialisme dan kapitalisme menjadi jalan yang ia pilih. Prabowo menegaskan, “Saya memilih jalan kompromi, mengambil yang terbaik dari sosialisme dan kapitalisme.”
Ia menilai, sosialisme murni sudah terbukti tidak berhasil karena terlalu utopis, sedangkan kapitalisme murni menghasilkan ketimpangan. 

Oleh karenanya, ia memilih menggunakan kreativitas, inovasi, dan inisiatif kapitalisme, tetapi tetap menjalankan intervensi pemerintah untuk memberantas kemiskinan, kelaparan, dan melindungi yang lemah. Ia mengakui bahwa untuk mewujudkan hal itu, dibutuhkan pemerintahan yang bersih dari korupsi.

Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan, sepanjang 2023 saja, terdapat lebih dari 580 kasus korupsi yang melibatkan lebih dari 1.200 tersangka, sebagian besar berasal dari kalangan pejabat publik dan pengusaha. (kumparannews.20/06/2025).

Benarkah jalan kompromi ini bisa dilakukan dan menjadi solusi atas state capture?

Cengkeraman Korupsi di Indonesia

Fenomena state capture ini bukan anomali dalam demokrasi, justru merupakan buah yang lumrah tumbuh dari sistem demokrasi kapitalistik-sekuler yang selama ini diadopsi oleh negeri-negeri Muslim, termasuk Indonesia. 

Dalam sistem ini, kekuasaan tidak dipandang sebagai amanah, tetapi sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan duniawi: kekayaan, jabatan, dan kekuasaan itu sendiri. 

Pemberantasan korupsi dalam sistem kapitalisme-demokrasi hari ini tampak dilakukan setengah hati banyaknya di bentuk  lembaga-lembaga anti korupsi dan berbagai regulasi dibuat, tetapi praktek korupsi tetap marak terjadi bahkan semakin bringas . 

Bahkan, kasus korupsi ini melibatkan aktor-aktor politik dan ekonomi kelas atas yang kerap lolos dari jeratan hukum atau hanya diberi sanksi ringan yang tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku.  Akhirnya, pemberantasan korupsi lebih terlihat sebagai formalitas politik ketimbang menjadikan pemerintahan yang bersih dan berintegritas.

Demokrasi kapitalisme telah menjadikan negeri ini tidak sepenuhnya merdeka. Yang merdeka justru para pemilik modal yang bisa “menyetir” arah kebijakan publik. Ironis, karena rakyat yang memberikan suara, tapi kepentingan mereka justru kerap dibungkam oleh kepentingan segelintir elite. 

Selagi demokrasi kapitalis tegak, kolusi dan korupsi akan tetap menjadi penyakit kronis bangsa ini. Saat duniawi dijadikan sebagai tujuan, amanah pasti menjadi korban. Tetapi ketika akhirat ditempatkan di depan, kekuasaan berubah menjadi ladang ibadah. 

Lantas, apa solusi dari semua ini? Apakah cukup dengan reformasi birokrasi, penegakan hukum, atau penguatan lembaga antikorupsi? Fakta menunjukkan, KPK yang dulu digadang-gadang sebagai lembaga antirasuah pun kini tak luput dari sorotan. 

Islam Memberi Solusi Atas Kolusi 

Islam sebagai sistem kehidupan yang paripurna memberikan solusi tuntas atas segala problem kehidupan. Islam tidak hanya mengatur akhlak individu semata , tetapi juga menata sistem pemerintahan, ekonomi, dan sosial secara komprehensif.

Rasulullah ï·º bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari & Muslim).

Jabatan dalam Islam adalah amanah yang harus dilaksanakan dengan amanah dan sesuai syariat yang kelak di akhirat akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT. Tugas seorang pemimpin adalah mengurus rakyatnya bukan untuk memperkaya diri apalagi merugikan negara. Tugas pemimpin dalam Islam adalah pengayom umat.

Begitu banyak contoh teladan dari para pemimpin Islam, salah satu nya adalah Khalifah Umar bin Khattab yang memanggul gandum sendiri untuk rakyatnya yang kelaparan, beliau melakukannya karena tanggung jawab yang besar kelak di hadapan Allah SWT. Dan masih banyak lagi pemimpin dalam sistem Islam yang patut dijadikan contoh bagi para pemimpin sekarang ini agar mampu mewujudkan kebaikan di dunia dan akhirat.


Islam juga memiliki mekanisme untuk menjaga integritas setiap individu rakyat maupun pejabat termasuk sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Karena itu, korupsi akan dapat dicegah dalam negara yang menjalankan aturan islam secara kaffah. Dalam syariat pelaku penggelapan harta umat dapat dikenai hukuman takzir yang disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan, bahkan dapat sampai ke tingkat perampasan harta atau penjara. 

Mekanisme pengawasan juga bukan hanya secara struktura semata tetapi juga melalui kontrol masyarakat dan kesadaran individu karena takut akan hisab di akhirat.

Kini pilihan ada di tangan umat akankah terus mengharap demokrasi yang terbeli atau berjuang menegakkan sistem Islam yang menebus harga diri bangsa.

Islam hadir bukan hanya sebagai agama ritual, tetapi sebagai solusi ideologis dan aturan untuk  kehidupan. Hanya dengan penerapan Islam secara kaffah, masyarakat bisa lepas dari jeratan korupsi yang sistemik ini. Wallahu’alam bisawwab.


Posting Komentar

0 Komentar