Subscribe Us

RAJA AMPAT: MUTIARA PAPUA DALAM KEHANCURAN

Oleh Ferlyana 
(Aktivis Muslimah)

Vivisualiterasi.com-Siapa yang tidak tahu dengan Raja Ampat, sebuah tempat yang memiliki keindahan alam bak surga dunia. Lautnya yang jernih, terumbu karang yang indah, pulau-pulau kecil yang menawan dan segudang keindahan lainnya. Salah satu yang menjadi ciri khas dari Raja Ampat adalah Gugusan Karang. Raja Ampat adalah surga yang tersembunyi di Timur Indonesia, selain itu Raja Ampat memiliki perairan air laut yang tenang. Tidak hanya di Indonesia, Raja Ampat juga sudah dikenal keseluruh dunia bahkan menjadi salah satu kebanggaan rakyat Indonesia sebagai surga dunia. 

Siapapun yang melihat Raja Ampat pasti akan merasa takjub dan jatuh cinta dengan keindahan alamnya. Selain kekayaan hayati lautnya, ternyata Raja Ampat yang terletak di Provinsi Papua Barat Daya ini juga memiliki kekayaan nikel yang cukup banyak.
Baru-baru ini Kementerian Lingkungan Hidup menemukan banyaknya pelanggaran serius di Raja Ampat terkait aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, dalam keterangannya mengatakan "Hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil." sebagaimana yang diberitakan di laman Tirto.id 07/06/2025.

Penambangan nikel di Raja Ampat mengakibatkan kerusakan lingkungan yang cukup serius. Tagar #SaveRajaAmpat pun kini mulai ramai bermunculan di media sosial bukti reaksi rakyat yang tidak setuju adanya penambangan diwilayah Raja Ampat. Banyak dari mereka tidak terima surga dunia yang mereka banggakan kini mulai dirusak oleh segelintir orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pasalnya, selain penambangan tersebut akan merusak ekosistem hayati penambangan yang ada di Raja Ampat juga melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 

Keberadaan tambang di kawasan seperti Pulau Gag dalam Raja Ampat jelas melanggar ketentuan dalam Pasal 35 huruf K undang-undang tersebut, yang melarang eksploitasi tambang di pulau-pulau kecil, termasuk wilayah pesisir dengan luas di bawah 2.000 km². Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menghentikan sementara operasional tambang nikel karena besarnya sorotan publik tersebut. Aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh empat perusahaan tambang ini tentu saja membawa dampak buruk bagi kawasan Raja Ampat. 

Terumbu karang dan ikan terancam coral bleacing (pemutihan karang) yaitu fenomena dimana karang akan kehilangan warnanya yang cerah dan menjadi putih efek dari stres lingkungan, mengurangi habitat spesies langka seperti pari manta dan penyu sisik, selain itu masyarakat adat pun akan terancam kehilangan penghidupannya. Sebenarnya aktivitas kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pertambangan bukan kali ini saja terjadi. Sudah banyak bukti kekejaman para penambang yang mana ketika hasil bumi habis maka kawasan tambang akan ditinggalkan begitu saja tanpa adanya penghijauan hutan kembali. 

Lubang-lubang besar menganga dengan luasnya, pohon-pohon habis tak bersisa, yang ada hanya menyisakan sedikit puing-puing besi dari ganaskan keserakahan manusia. Dengan diterapkannya sistem kapitalisme saat ini membuat kerakusan manusia semakin menjadi-jadi tanpa memikirkan akibat yang akan terjadi. Longsor, banjir, pemanasan global, polusi sudah menjadi berita tahunan yang sudah tidak bisa dihindari lagi.
Allah SWT berfirman dalam Surah Ar-Rum ayat 41 yang artinya: 
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." 

Jauh sebelum pertambangan ada Allah telah memberi peringatan kepada manusia agar manusia menjaga lingkungan tempat kita tinggal. Namun, dalam sistem sekulerisme-kapitalisme individu diberikan kebebasan dalam hal kepemilikan. Apalagi bagi mereka yang memiliki banyak modal, surat perizinan pun mudah untuk mereka dapatkan demi untuk kepentingan pribadi tanpa memikirkan sebab akibat yang akan terjadi. Lalu siapakan yang akan terkena dampaknya? Tentu saja masyarakat Indonesia terutama bagi mereka yang berada pada ekonomi menengah kebawah. Akibat hutan dan laut yang mulai rusak, banyak rakyat yang terdampak.

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang berasal dari Allah. Islam menetapkan SDA adalah milik umum yang harus dikelola negara dan hasilnyan dikembalikan untuk rakyat. Islam juga menetapkan wajibnya menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan yang akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Tentu saja ini akan menguntungkan semua belah pihak. Maka wajar kesejahteraan rakyat akan lebih terasa secara menyeluruh tanpa terkecuali.

Dengan pengelolaan SDA yang benar maka bukan hal yang mustahil pendidikan, kesehatan dan aspek-aspek umum lainnya akan lebih mudah dijangkau oleh semua kalangan. Tidak ada lagi ketimpangan ekonomi seperti yang terjadi sekarang, dimana yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin.
Raja ampat hanya sedikit kisah kerusakan yang ada dimuka bumi ini bukti dari keserakahan dan kesombongan manusia meninggalkan syariat Islam. Sudah terlalu jauh kita melangkah meninggalkan aturan Allah yang mana sudah terbukti banyak sekali kerusakan yang terjadi. Pertanyaannya mau sampai kapan seperti ini, apakah kita hanya akan meninggalkan sejarah Raja Ampat kepada anak keturunan kita? Tentu tidak. Maka tidak ada solusi lain untuk memperbiki semua kerusakan yang ada selain kembali kepada aturan Allah dalam setiap aspek kehidupan untuk masa depan yang lebih baik.


Posting Komentar

0 Komentar