(Praktisi Lingkungan Hidup)
Selanjutnya, pemerintah juga mengumumkan pencabutan ijin 4 perusahaan yang dinilai melanggar aturan lingkungan, yaitu PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham. (CNN Indonesia.com, 11 Juni 2025)
Tambang Nikel dan Kerusakan Lingkungan
Nikel merupakan unsur kimia alkali dengan nomor atom 28, yang berwarna putih keperak-perakan dengan semburat keemasan. Nikel bersifat reaktif sehingga mayoritas nikel di kerak bumi dalam bentuk senyawa oksida, dan senyawa sulfida, bersama dengan unsur besi. Nikel, bersifat feromagnetik di temperatur ruang sehingga nikel dapat dibentuk menjadi magnet permanen. Nikel juga bersifat tahan korosi sehingga menjadi unsur penting dalam industri logam. Bijih nikel utama di banyak pertambangan di Indonesia adalah Nikel Laterit seperti Limonit (Fe, Ni)O(OH), garnierite dan smectite. Indonesia memiliki cadangan Nikel laterit yang besar terutama di Sulawesi, Maluku dan Papua.
Secara global, permintaan nikel mencapai hampir 2,9 juta ton pada tahun 2022 dan Indonesia menjadi produsen nikel terbesar, mencapai 2,2 juta ton pada 2024 (USGS, 2025). Indonesia juga merupakan negara yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia sebesar 55 juta ton.
Pertambangan nikel memang memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan negara dan menciptakan lapangan kerja. Akan tetapi, tambang nikel membawa risiko kerusakan ekologis yang tidak sebanding dengan manfaat ekonominya jika dilakukan di kawasan konservasi seperti Raja Ampat. Ada lebih dari 1500 spesies ikan, 500 jenis karang, dan berbagai satwa endemik menjadi target ekspansi tambang. Resiko kerusakan lingkungan tidak hanya berskala lokal, tetapi juga berdampak global. Limbah hasil pertambangan dapat menimbulkan kerusakan terumbu karang, deforestasi dan hilangnya biodiversitas serta merusak ekosistem yang ada. Di sisi lainnya juga akan terjadi perubahan pola hidup masyarakat adat sebagai akibat yang sulit terhindarkan. Oleh karena itu, pentingnya perlindungan terhadap kawasan Raja Ampat untuk komunitas ilmiah dan konservasi global.
Pandangan Islam Tentang Alam dan Pertambangan
Dalam Perspektif Islam, bumi dan seluruh isinya termasuk pertambangan merupakan amanah dari Allah dan menjadi kewajiban bagi manusia untuk merawat dan menjaga serta melestarikannya, bukan menyebabkan kerusakan.
"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepadaNya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan." (QS. Al A'raf: 56)
Di dalam Surah al-A'raf ayat 56 tersebut terdapat peringatan yang kuat agar manusia tidak membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.
Pada dasarnya segala aktivitas manusia yang berkaitan dengan alam memang akan mengganggu siklus alami yang terjadi di alam semesta. Hanya saja ada batas tertentu yang di sebut kapasitas daya tampung untuk bisa kembali ke siklus alaminya. Perhitungan daya tampung dan daya dukung beban pencemar dapat dilakukan untuk menilik sejauh mana sifat alamiah alam dapat kembali sehingga tidak menyebabkan kerusakan alam.
Dengan demikian, manusia dapat memanfaatkan alam semesta, termasuk mengeksploitasi tambang sumber daya energi dan mineral sampai batas kapasitas lestari maksimum (maximum sustainable capacity), yaitu batas maksimal manusia dapat mendisrupsi proses alamiah lingkungan yaitu perubahan sifat alamiah alam yang masih bisa ditanggulangi dengan bantuan manusia, seperti pengelolaan kawasan hutan dan limbah pertambangan.
Di dalam Islam, juga mewajibkan pemimpin berperan sebagai pengurus urusan rakyat (raa’in) dan penjaga kepentingan rakyatnya (junnah) dalam mengelola sumber daya alamnya. Sehingga jelaslah tata kelola sumber daya alam bukan sekadar mencari keuntungan semata, melainkan erat kaitannya dengan tanggung jawab moral dan spiritual. Selain itu, Islam juga memiliki konsep hima, yaitu kawasan konservasi yang ditetapkan negara demi menjaga kelestarian alam dan melindungi lingkungan dari eksploitasi.
Dengan demikian, Islam menjamin bahwa pertambangan dapat terus berjalan, tetapi juga dapat dirasakan manfaatnya oleh umat Islam dan dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Karena jika bukan kita saat ini yang menjaga maka kerusakan alam akan berkelanjutan dan membahayakan kehidupan generasi yang akan datang. Maka perlu menimbang kembali kebijakan pertambangan saat ini agar sesuai dengan aturan Allah Swt yang terbukti menjaga kelestarian alam. Wallahua'lam.[AR]
0 Komentar