Subscribe Us

FENOMENA HUBUNGAN SEDARAH: HILANGNYA FUNGSI KELUARGA

Oleh Safira Azzah Riscilia
(Kontributor Vivisualiterasi)

Vivisualiterasi.com - Fenomena mengerikan kembali mengguncang dunia digital. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meminta polisi mengusut grup Facebook bernama "Fantasi Sedarah" yang memuat konten eksploitasi seksual berbau incest. Dengan jumlah anggota mencapai lebih dari 32 ribu, grup tersebut menjadi bukti nyata betapa rusaknya moralitas sebagian masyarakat.

Sekretaris KemenPPPA, Titi Eko Rahayu, menegaskan pentingnya penegakan hukum terhadap konten menyimpang tersebut. Pemerintah bekerja sama dengan kepolisian melalui Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Polri untuk menindaklanjuti kasus ini. Tidak hanya itu, Meta selaku pemilik platform Facebook telah menghapus grup tersebut karena melanggar ketentuan.

Namun, penghapusan grup bukanlah akhir dari masalah. Masih banyak ruang digital lain yang rentan menjadi tempat berkembangnya penyimpangan serupa. Ketua Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan di Komnas Perempuan, Yuni Asriyanti, menekankan bahwa pelaku penyebaran konten ini dapat dilacak dan harus ditindak tegas.

Ironisnya, fenomena ini menggambarkan keruntuhan sistem keluarga dalam masyarakat modern. Padahal, keluarga adalah pondasi utama peradaban. Allah berfirman dalam Al-Qur’an: "_Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu_ ..." (QS. At-Tahrim [66]: 6). Ketika pondasi keluarga hancur, generasi mendatang pun terancam.

Realitas saat ini menggambarkan ruang aman bagi perempuan dan anak semakin terkikis. Ketua Komnas Perempuan, Yuni Asriyanti, menegaskan keluarga seharusnya menjadi tempat perlindungan, bukan sumber kekerasan. Namun, banyak kasus kekerasan seksual justru terjadi dalam lingkungan keluarga, bahkan yang melibatkan hubungan sedarah. Padahal, Rasulullah ï·º bersabda, "Orang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang terbaik bagi keluargaku" (HR. Tirmidzi). Namun, dalam sistem kapitalisme sekuler, kebebasan tanpa batas mengubah keluarga menjadi ladang eksploitasi.

Sistem kapitalisme sekulerisme adalah biang keladi dari kekacauan ini. Nilai moral menjadi relatif, dan menjadikan nafsu sebagai tuannya. Dunia digital yang seharusnya menjadi sarana informasi berubah menjadi arena destruksi moral. Jean Baudrillard menyebut fenomena ini sebagai simulacra moral, yaitu ilusi sosial di mana yang mulanya tabu menjadi sesuatu yang dianggap biasa dan bahkan dirayakan dalam komunitas digital.

Keluarga adalah institusi terkecil sekaligus terpenting dalam sebuah peradaban. Keluarga menjadi wadah pendidikan pertama untuk membentuk karakter, moral, dan akhlak anak. Ketika keluarga hancur dan rusak, nasib generasi mendatang akan terancam. Anak-anak yang seharusnya tumbuh dalam lingkungan penuh kasih sayang dan perlindungan justru menjadi korban dari orang-orang terdekatnya sendiri.

Parahnya, ruang aman bagi perempuan semakin terkikis. Kekerasan dan eksploitasi seksual yang berawal dari lingkungan keluarga memperlihatkan bahwa institusi keluarga sebagai benteng perlindungan tidak lagi efektif. Ini adalah ancaman besar bagi masa depan bangsa.

Negara memiliki kewajiban untuk menjaga keutuhan keluarga dan melindungi rakyatnya dari segala bentuk kemaksiatan. Namun, dalam sistem sekuler kapitalisme, kebijakan lebih banyak mengedepankan kebebasan individu dan kepentingan pasar tanpa landasan moral yang jelas. Akibatnya, regulasi dan penegakan hukum atas kejahatan seksual dan penyebaran konten pornografi anak menjadi lemah dan tidak maksimal.

Islam menawarkan solusi yang tegas dan komprehensif. Sebagai sistem hidup yang sempurna, Islam melarang keras incest dan segala bentuk penyimpangan seksual. Islam mengharamkan hubungan sedarah secara tegas, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya: "Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, ..." (QS. An-Nisa’ [4]: 23). 

Selain itu, Islam menempatkan amar ma’ruf nahi munkar sebagai instrumen sosial utama dalam menjaga moral masyarakat. Negara berkewajiban menjaga kemuliaan manusia dan keutuhan keluarga, memberlakukan sanksi tegas bagi pelaku kejahatan seksual, serta mengontrol media untuk mencegah penyebaran konten yang merusak. 

Kerusakan moral akibat lemahnya penjagaan keluarga dalam sistem sekuler kapitalisme bukan hanya masalah individu, melainkan juga merupakan kegagalan negara dalam menjaga akhlak masyarakat. Jika keluarga sebagai unit terkecil rusak, maka keruntuhan moral bangsa hanyalah soal waktu. Ketika ruang aman bagi perempuan dan anak semakin terkikis, bagaimana masa depan generasi mendatang akan terjamin? Mereka akan tumbuh dalam ketidakpastian dan kerentanan akibat lingkungan yang permisif terhadap perilaku menyimpang.

Sudah saatnya masyarakat menyadari bahwa peradaban yang kuat harus dimulai dari keluarga yang kokoh. Sistem Islam memandang keluarga sebagai benteng utama yang menjaga kesucian akhlak dan moral generasi. Penerapan syari’at Islam secara menyeluruh adalah solusi agar kehormatan keluarga terjaga.

Kini, kita dihadapkan pada pilihan: terus membiarkan sistem sekuler kapitalisme merusak keluarga atau kembali kepada sistem Islam yang menjamin kemuliaan manusia dan keutuhan keluarga. Fenomena "Fantasi Sedarah" adalah alarm keras bagi kita semua untuk segera berbenah, kembali pada fitrah, dan menegakkan tatanan keluarga yang kokoh berdasarkan syari’at Islam.[PUT]







Posting Komentar

0 Komentar