Subscribe Us

NYONTEK JADI BUDAYA, GAGALNYA SISTEM PENDIDIKAN KAPITALISME

Oleh Merlianty 
(Aktivis Dakwah Muslimah)

Vivisualiterasi.com-Publik tengah dihebohkan dengan dugaan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) tahun 2025. (Beritasatu.com.25/04/2025). 

Dalam keterangan resminya, panitia SNPMB menyayangkan dan mengutuk kecurangan dalam pelaksanaan UTBK SNBT 2025. Pasalnya, hal ini dianggap mencederai prinsip keadilan, integritas dan kejujuran yang menjadi dasar seleksi nasional.

Terkait adanya dugaan soal yang bocor di berbagai platform media sosial (medsos), panitia menegaskan bahwa itu bukan bocoran soal, melainkan kecurangan oknum peserta yang merekam soal di sesi pertama UTBK.

Dua hari pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2025, sudah ada temuan kecurangan yang dilakukan para peserta. Pada hari pertama UTBK SNBT, Rabu (23/4/2025) tim Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) menemukan ada sembilan kasus kecurangan.(KOMPAS.com.25/04/2025). 

Menurut Eduart, beberapa peserta menggunakan berbagai cara dan teknologi untuk mencuri soal UTBK. Penelusuran masih berlangsung, dan panitia tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan pihak eksternal, baik dari dalam maupun luar peserta ujian.

Mereka mengambil soal dengan bermacam-macam cara dan sarana teknologi baik dengan perantara hardware atau software. Contohnya pakai HP recording desktop dan lainnya maupun cara konvensional. Bahkan, ditemukan juga peserta yang menggunakan metode remote desktop, di mana soal dikerjakan oleh orang lain dari lokasi berbeda.

Teknologi Canggih untuk Curang

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis laporan Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024. Menelusuri tingkat kejujuran akademik siswa di sekolah dan mahasiswa di kampus. KPK menemukan bahwa masih banyak kasus menyontek dan ketidakjujuran akademik lain yang dilakukan pelajar yang terlibat dalam survei. Terdapat beberapa temuan dari hasil SPI Pendidikan 2024 terkait dengan kondisi integritas pendidikan di Indonesia.

Pertama, terkait kejujuran akademik. Hasil survei menunjukkan bahwa 78 persen sekolah dan 98 persen kampus masih ditemukan kasus menyontek. "Kasus plagiarisme masih ditemukan pada guru/dosen di satuan pendidikan yaitu kampus (43 persen), sekolah (6 persen). 

Kedua, terkait ketidakdisiplinan akademik. Hasil survei menunjukkan bahwa 69 persen siswa mengatakan masih ada guru yang terlambat hadir ke sekolah, dan 96 persen mahasiswa menyatakan masih ada dosen yang terlambat ke kampus. Bahkan di 96 persen kampus dan 64 persen sekolah masih ada dosen/guru yang tidak hadir tanpa alasan yang jelas. 

Ketiga, temuan gratifikasi. Hasil survei menunjukkan bahwa 30 persen dari guru/dosen dan 18 persen kepala sekolah/rektor masih menganggap pemberian hadiah dari siswa atau wali murid sebagai hal yang wajar untuk diterima. 65 persen sekolah ditemukan bahwa orang tua siswa terbiasa memberikan bingkisan atau hadiah kepada guru saat hari raya atau kenaikan kelas.

Yang mencengangkan, tahun ini muncul berbagai modus baru. Beberapa peserta menyelundupkan alat perekam dalam bentuk kamera kecil yang tersembunyi di behel gigi, kuku, ikat pinggang, dan bahkan kancing baju. Bahkan semua itu tidak terdeteksi oleh alat metal detector. Ada pula peserta yang menyembunyikan ponsel di dalam sepatu atau menempelkannya di badan. Memang harus diakui, alat metal detector itu kurang banyak di beberapa Pusat UTBK 

Pemanfaatan Teknologi untuk mengakali test UTBK menggambarkan buruknya akhlak calon mahasiswa.  Hal ini juga mengukuhkan gagalnya sistem Pendidikan dalam mewujudkan generasi berkepribadian Islam dan memiliki keterampilan.

Hal ini dikuatkan oleh survey KPK, yang menyebutkan banyak siswa SMA dan mahasiswa yang menyontek selain itu juga menggambarkan hasil menjadi orientasi, abai pada halal dan haram. Hal ini adalah buah dari sistem hidup saat ini yang berlandaskan kapitalisme, yang menjadikan ukuran keberhasilan/ kebahagiaan  berorientasi pada hasil/ materi.

Kecemerlangan Sistem Pendidikan Islam

 Kondisi dunia pendidikan saat ini sangat memprihatinkan salah satu penyebabnya adalah kegagalan sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini. Anehnya, belakangan sekularisasi pendidikan di tanah air makin digencarkan. Peran agama malah akan diminimalkan atau bahkan dihilangkan dari dunia pendidikan.

Sebagaimana diketahui, dalam sistem pendidikan sekuler sebagaimana saat ini, peran agama (Islam) dikerdilkan, bahkan berusaha untuk disingkirkan akibatnya sangat fatal. Di antaranya adalah dekadensi moral di kalangan remaja/pelajar yang makin parah, salah satu contohnya adalah kecurangan yang dilakukan oleh para pelajar  dalam melakukan ujian tidak di tambah dengan remaja/pelajar tersebut tidak dibekali dengan bekal pendidikan agama yang cukup.

Oleh karena itu, di Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim, sistem pendidikan bukan saja harus mengikutsertakan agama (Islam). Sudah seharusnya Islam menjadi dasar bagi sistem pendidikan sekaligus mewarnai seluruh kebijakan pendidikan di negri ini yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah ini adalah tanggung jawab penuh negara dalam menyelenggarakan pendidikan dengan sistem pendidikan sahih (Islam). Pendidikan harus didasarkan pada asas Islam. Mereka harus terikat dengan halal haram dalam setiap kesempatan sehingga siswa jauh dari perilaku menyimpang. 

Dalam Islam pendidikan dapat dimaknai sebagai proses manusia menuju kesempurnaan sebagai hamba Allah Swt.. Dalam Islam ada sosok Rasulullah Muhammad saw. yang wajib menjadi panutan (role model) seluruh peserta didik. Ini karena Allah Swt. berfirman :
ÙˆَØ¥ِÙ†َّÙƒَ Ù„َعَÙ„َÙ‰ Ø®ُÙ„ُÙ‚ٍ عَظِيمٍ
“Sungguh engkau memiliki akhlak yang sangat agung.” (QS Al-Qalam [68]: 4).

Karena itu dalam sistem pendidikan Islam, akidah Islam harus dijadikan sebagai dasar pemikirannya. Sebabnya, tujuan inti dari sistem pendidikan Islam adalah membangun generasi yang berkepribadian Islam, selain menguasai ilmu-ilmu kehidupan seperti matematika, sains, teknologi dll.

Hasil belajar (output) pendidikan Islam akan menghasilkan peserta didik yang kukuh keimanannya dan mendalam pemikiran Islamnya (tafaqquh fiddin). Pengaruhnya (outcome) adalah keterikatan peserta didik dengan syariat Islam. Dampaknya (impact) adalah terciptanya masyarakat yang bertakwa, yang di dalamnya tegak amar makruf nahi mungkar dan tersebar luasnya dakwah Islam.

Pemikiran (fikrah) pendidikan Islam ini tidak bisa dilepaskan dari metodologi penerapan (tharîqah)-nya, yaitu sistem pemerintahan yang didasarkan pada akidah Islam. Oleh karena itu, dalam Islam, penguasa bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pendidikan warganya. Sebabnya, pendidikan adalah salah satu di antara banyak perkara yang wajib diurus oleh negara. Rasulullah saw. bersabda,
الْØ¥ِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ
Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Pada masa Khilafah Islam, pendidikan Islam mengalami kecemerlangan yang luar biasa. Ini ditandai dengan tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis ilmu pengetahuan, serta lahirnya ulama dan ilmuwan yang pakar dalam berbagai disiplin pengetahuan.

Beberapa lembaga pendidikan Islam kala itu antara lain, Nizhamiyah (1067—1401) di Baghdad, Al-Azhar (975—sekarang) di Mesir, Al-Qarawiyyin (859—sekarang) di Fez, Maroko, dan Sankore (989—sekarang) di Timbuktu, Mali, Afrika. Lembaga pendidikan Islam ini pun menerima para siswa dari Barat. Paus Sylvester II, sempat menimba ilmu di Universitas Al-Qarawiyyin.

Tsaqâfah Islam, ilmu pengetahuan yang kita pelajari, juga produk-produk industri yang kita nikmati saat ini tidak lain adalah sumbangan para ulama dan ilmuwan muslim. Mereka adalah para perintisnya. Sebut saja Ibnu Sina (pakar kedokteran), al-Khawarizmi (pakar matematika), Al-Idrisi (pakar geografi), Az-Zarqali (pakar astronomi), Ibnu al-Haitsam (pakar fisika), Jabir Ibnu Hayyan (pakar kimia) dll.
Kemajuan pendidikan pada masa keemasan peradaban Islam ini, bahkan telah terbukti menjadi rujukan peradaban lainnya.

Karena itu sudah seharusnya kita kembali pada sebuah sistem yang benar yakni aturan yang bersumber dari Allah SWT dengan menerapkan syari'at islam di bawah naungan daulah islam (Khilafah).  Dunia pendidikan akan senantiasa dinamis. Dihiasi oleh pengabdian ilmu yang mengantarkan pada berbagai penemuan dan kemudahan berbagai urusan kehidupan. Jadi solusinya bukan dengan mengubah metode pembelajaran sebagaimana kata Mendikdasmen. Butuh solusi sistemis. Di sinilah urgensi kita terus berjuang menegakkan sistem khilafah. Wallahu'alam bisawwab.


Posting Komentar

0 Komentar