Subscribe Us

NEGARA GAGAL JAGA KEKAYAAN ALAM, RAKYAT JADI KORBAN

Oleh Yafi'ah Nurul Salsabila
(Aktivis Dakwah) 

Vivisualiterasi.com- Dilansir dari cnbcindonesia.com (07/10/24), ada kasus WNA (Warga Negara Asing) dari Tiongkok, China yang menjadi pencuri emas di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Hal ini merupakan kasus yang menjadi perhatian serius bagi pemerintah Indonesia. 

Dalam persidangan, terungkap bahwa YH terlibat dalam usaha penambangan emas ilegal yang menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp1,020 triliun. Kerugian tersebut dari hasil cadangan emas yang hilang sebanyak 774,27 kg dan perak sebanyak 937,7 kg. Terkait kasus pencurian emas tersebut, pelaku terjerat Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, YH terancam hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda sebesar 100 miliar rupiah. 

Dari berita tersebut, dapat dipahami bahwa kasus pencurian emas bukan pertama kali terjadi. Bahkan di daerah lain sampai mengakibatkan rakyat meregang nyawa akibat keserakahan warga asing. Rakyat jadi miskin akibat himpitan ekonomi, makin sulit mencari pekerjaan sedangkan kebutuhan hidup makin banyak. 

Penambangan ilegal seharusnya mampu dicegah agar tak menimbulkan efek berbahaya bagi rakyat. Para pemimpin mesti memiliki rasa waspada terhadap warga negara asing yang bisa merugikan negara karena pemimpin itu seharusnya bisa menjadi raa'in bagi rakyatnya. 

Rezim hari ini ibarat cuci tangan atas pengurusan SDA (sumber daya alam) dan setengah hati menjalankan amanah untuk mengurus rakyatnya. Hal ini terus terjadi selama masih diatur oleh sistem kapitalisme yang berfokus pada materi dan kepentingan duniawi. 

Sangat jauh berbeda dengan perspektif Islam. Negara dalam Islam, yakni Khilafah, mengatur segala aspek dengan rinci dan jelas. Pemimpin menjadi raa'in (pengurus) dan junnah (perisai) bagi rakyatnya. 

Islam juga akan menuntun negara untuk dapat mengatur potensi kekayaan alam sesuai dengan ketentuan hukum syara'. Rasulullah saw. adalah contoh dan suri teladan dalam pengelolaan emas atau tambang yang bersandar pada aturan Allah Swt.

Dalam hadits dijelaskan,

"Ada tiga hal yang tidak boleh/dilarang (orang lain dihalangi untuk  memanfaatkannya), yaitu rerumputan, air, dan api." (HR. Ibnu Majah)

Alkisah dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah saw., agar memberikan tambang garam kepadanya. Lalu Nabi saw. memberikan tambang itu kepadanya. Ketika Abyad bin Hammal telah pergi, datanglah seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, "Tahukah Anda, apa yang telah anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa'al-idd)."

Ibnu Al-Mutawakkil berkata: "Lalu Rasulullah saw. mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal)." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Melalui penjelasan hadits tersebut, kita tahu bahwa mengambil barang tambang dalam jumlah banyak haram karena merupakan milik umum (milkiyyah ammah). Konsep kepemimpinan dan pengelolaan barang tambang berupa emas pun termaktub dalam kitab Al-Amwal Fii Daulah Al-Khilafah karya Syaikh Abdul Qadim Zallum.

Pertama, milik individu, yakni harta tambang yang sedikit jumlahnya. Kedua, milik umum, yakni harta tambang yang depositnya sangat melimpah. Ketiga, milik negara, yakni sumber daya alam yang dikonservasi (hima).

Dengan tiga konsep tersebut, jika diterapkan akan mengatur pengelolaan tambang dengan benar dan meratakan wilayah tambang. 

Adapun tugas para ahli yang melihat banyak sedikitnya mereka yang menentukan dan hima diperuntukkan untuk kebutuhan negara, berfungsi menjaga ekologi lingkungan. Jadi, barang tambang yang jumlahnya banyak akan dikelola secara mandiri karena haram menjadikan tambang sebagai alat jual beli untuk individu. 

Negara mampu melawan para perampok tambang oleh asing dan pasti akan dikembalikan kepada umat dengan menjadikan bahan subsidi energi yang diberikan secara langsung. Jaminan subsidi tidak langsung juga diberikan secara gratis, yakni berupa kebutuhan publik yang dibiayai oleh pos milkiyyah ammah dari baitul mal

Sebaliknya, jika jumlahnya sedikit dan wilayah tidak berbahaya untuk dieksplorasi dan dieksploitasi, negara mengizinkan individu dan swasta untuk mengolah tambang serta diberikan syarat, seperti prosedur, alat-alat yang digunakan dan para pekerja harus sesuai dengan kualifikasi standar.

Hakim yang mengatur dinamakan qadhi hisbah untuk mengontrol kualitas pengelolaan tambang individu secara berkala dan memastikan jaminan keselamatan bagi rakyat, mencegah terjadi longsor agar optimal dan memberi kesejahteraan. 

Masyarakat memiliki kepribadian Islam sehingga beramar makruf nahi mungkar dalam kehidupan yang membuat mereka jauh dari area berbahaya dan sikap apatis terhadap sesama individu. Inilah aturan yang akan dikendalikan oleh sistem paripurna, yakni Khilafah Islamiyah yang membawa berkah dan solusi hakiki segala aspek kehidupan. Wallahu a'lam bishawab.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar