Subscribe Us

STANDAR GANDA DEMOKRASI KETIKA MEMBUNGKAM RIBUAN AKSI BELA PALESTINA

Oleh Mila Ummu Al
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)

Vivisualiterasi.com-
Sejumlah akademisi di Amerika Serikat yang terdiri dari ratusan mahasiswa dan dosen menggelar aksi bela Palestina. Mereka menggelar aksi protes dan menuntut pihak kampus agar memutus segala kerja sama dengan Israel. Protes besar-besaran ini sebagai ekspresi atas ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan pemerintah AS yang dinilai tidak adil terhadap Palestina.

Dilansir dari Kompasiana.com (10/5/2024), ratusan mahasiswa menggunakan hak demokrasi mereka untuk menggalang dukungan dan kesadaran di masyarakat mengenai genosida yang dialami warga Gaza. Aksi demo tersebut bermula dari mahasiswa Columbia University pada 18 April lalu, dan kini menjalar ke beberapa kampus di belahan dunia. Beberapa kampus tersebut seperti The University of Bristol, The University of Manchester, The University of Leeds, dan masih banyak lagi.


Ironisnya, standar ganda pemerintah AS justru terlihat ketika pihak kepolisian diturunkan di beberapa kampus untuk membungkam, mengadili, dan menangkap para demonstran. Akibatnya, demo yang melibatkan sejumlah akademisi hingga elemen masyarakat tersebut berujung buntut. Diketahui, lebih dari 2.000 orang, termasuk mahasiswa telah ditangkap selama berlangsungnya demo.

Sejatinya, aksi penangkapan ini menjadi bukti paradoksnya sistem demokrasi yang katanya mengagungkan kedaulatan rakyat. Realitasnya, sistem ini seringkali terlihat membungkam aspirasi rakyat dengan membenturkan mereka bersama aparat kepolisian.

Selama ini, Amerika dan negara-negara Barat begitu mengagumkan nilai kebebasan, salah satunya adalah kebebasan berbicara. Berdasarkan prinsip tersebut, negara seharusnya membiarkan rakyatnya melakukan apa yang ia yakini dan boleh berbicara apa saja yang diinginkan. Namun realitasnya, prinsip kebebasan tersebut sangat kontradiktif dengan jargon mereka.

Sejatinya, kebebasan ala demokrasi merupakan kedok untuk memperkuat hegemoni ideologi mereka di negeri-negeri muslim. Buktinya, telah banyak wartawan jadi korban pembantaian yang dilakukan pasukan Zionis di Gaza, padahal aktivitas mereka hanyalah meliput berita. Bahkan, Zionis juga melakukan pemutusan akses internet, telepon, dan perusahaan media sosial dengan menghapus konten-konten kondisi di Gaza.

Artinya, kebebasan berbicara ala Barat tak pernah ada jika menyangkut hak-hak kaum muslim. Jika memang ada, maka tidak ada alasan untuk melakukan hal tersebut apalagi sampai melarang mahasiswa menyampaikan dukungannya kepada masyarakat Gaza.

Standar ganda yang dilakukan AS selama ini seharusnya membuka pemikiran kaum muslim bahwa ideologi sekuler adalah alat untuk menjaga eksistensi hegemoni penjajah, untuk memastikan bahwa sumber kekayaan dunia tetap berada dalam cengkeraman mereka. Seharusnya kaum muslim juga menyadari bahwa ideologi kapitalisme tidak layak dijadikan sebagai ideologi yang diemban di negeri-negeri kaum muslim karena hanya membawa kerusakan yang justru melanggengkan neoimperialisme.

Demonstrasi besar-besaran dari mahasiswa di kampus-kampus elite AS atas dukungannya terhadap warga Gaza dan kebencian mereka terhadap dukungan pemerintah AS terhadap penjajah Zionis seharusnya membuat muslim di Indonesia malu. Mengapa justru semangat pembelaan tersebut hadir dari mahasiswa Amerika? Mengapa kaum muslim justru kalah dengan mahasiswa Amerika dalam menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan? 

Bukankah dunia telah melihat kebiadaban yang dilakukan Zionis terhadap penduduk Gaza yang telah merenggut nyawa warga sipil yang tidak berdosa selama kurun waktu berbulan-bulan? Ini membuktikan bahwa sistem politik apa pun selain Khilafah, tidak akan mendatangkan kemenangan melainkan hanya menambah kehinaan, rasa malu, kerugian, dan kerendahan bagi kaum muslim. 

Kemerdekaan Palestina memerlukan pembebasan negeri kaum muslim dari sekat-sekat nasionalisme dan jeratan ideologi kapitalisme. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) adalah perisai, di mana orang-orang akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya”. (HR. Muttafaqun ‘Alayh)

Sadarilah wahai kaum muslim! Mendirikan Khilafah tidak hanya menjadi solusi atas Palestina, namun juga adalah kewajiban kaum muslim. Hadis di atas menjadi salah satu indikasi (qarinah) urgensinya Khilafah sekaligus menjadikan wajibnya kaum muslim mengangkat seorang Khalifah. Sebagaimana ditegaskan dalam kitab Ajhizat Dawlat Al-Khilafah bahwa hadis ini memberitahukan mengenai posisi Khalifah sebagai perisai (junnah) atau pelindung (wiqayah). 

Sadarilah wahai kaum muslim! Jangan biarkan pengorbanan dan perjuangan saudara kita di Gaza menjadi sia-sia. Sepanjang sejarah, Khilafah telah terbukti menjadi sistem politik yang dapat mempersatukan kekuatan kaum muslim dalam mewujudkan kemaslahatan, serta kemenangan Islam atas musuh-musuhnya. Sejatinya, kebebasan kaum muslim dari penjajahan (kolonialisme) hanya dapat dicapai jika kekuatan nyata kaum muslim bergerak untuk mencampakkan ideologi penjajah, lalu menggulingkan  penguasa tirani dan mencabut pengaruhnya hingga ke akar-akarnya.

Sadarilah wahai kaum muslim! Sesungguhnya Islam adalah agama yang sempurna yang dipilih Allah Swt. kepada umat manusia. Oleh sebab itu, kaum muslim tidak boleh mengadopsi ideologi lain, apalagi ideologi kufur hasil buatan manusia (Lihat: QS. Ali-Imran ayat 85).

Semua ini membutuhkan konvergensi kekuatan umat agar tentara kaum muslim sejalan dengan Islam. Sebab hanya dengan kesadaran umat akan kewajiban ditegakkannya syariat Islam Kaffah yang mampu menggulingkan rezim dan agen-agen pengkhianat. Semua ini tidak dapat terwujud tanpa dakwah yang sesuai dengan metode yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw., ketika beliau hendak mendirikan negara Islam di Madinah. Wallahu a’lam bishawwab.[LRS]



Posting Komentar

0 Komentar