Subscribe Us

KEKERASAN TERHADAP ANAK KEMBALI TERULANG, DIMANA PERAN NEGARA?


Oleh Muliana, S. Pd.
(Pemerhati Keluarga dan Anak)


Vivisualiterasi.com- Masyarakat baru-baru ini dibuat geram dengan menyaksikan kekerasan terhadap anak yang videonya viral di media sosial. Seorang pengasuh berinisial IPS (27) menganiaya JAP, balita 3 tahun, anak dari selebgram Hifdzan Silmi Nur Emyaghnia atau Aghnia Punjabi. Pengasuh yang berasal dari Jawa Timur tersebut begitu bengis menganiaya balita tak berdosa itu hingga babak belur. 

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Kepolisian Resor Kota (Polresta) Malang, Komisaris Polisi (Kompol) Danang Yudanto mengungkapkan bahwa pelaku merasa kesal terhadap korban karena menolak obat untuk menyembuhkan luka cakar. Penolakan balita itu lantas memancing rasa kesal pelaku, dan kemudian terjadilah penganiayaan keji. (liputan6.com, 30 Maret 2024)

Kekerasan Pada Anak Terus Meningkat

Tercatat, ada 20.205 kejadian kekerasan yang terjadi di dalam negeri pada 2023. Berbagai kekerasan tersebut tak hanya secara fisik, tapi juga psikis, seksual, penelantaran, perdagangan orang, hingga eksploitasi.(DataIndonesia.id, 23 Februari 2024)

Kasus kekerasaan pada anak di tahun di 2023 mengalami kenaikan sebesar 30 % dari tahun sebelumnya, berarti permasalahan kekerasan pada anak harus segera ada solusinya, agar tidak terus berulang karena jika tidak maka akan berdampak pada rusaknya mental anak yang akan mempengaruhi masa depannya sebagaimana harapan negara mewujudkan generasi 2045 sebagai generasi emas. Akankah cita-cita bangsa tersebut terwujud, jika sebagian besar generasi mengalami trauma mental akibat kekerasan? 

Perlindungan Anak, Tanggung Jawab Siapa?

Berulangnya kasus kekerasan terhadap anak merupakan bukti bahwa anak belum mendapatkan jaminan keamanan baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Ini merupakan fenomena gunung es yang jumlahnya jauh lebih besar dari yang tampak di permukaan. Yang berarti lemahnya jaminan perlindungan atas anak di negeri ini, bahkan di tingkat keluarga. 

Perlindungan anak seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak, baik keluarga, masyarakat maupun negara. Sayangnya ketiga komponen tersebut tidak berfungsi dengan baik. Padahal keluarga adalah tempat perlindungan pertama bagi anak, terutama Ibu sebagai pencetak peradaban harusnya memiliki tugas pokok mengurusi kehidupan rumah tangga dan mengasuh anak, hukum bekerja diruang publik bagi seorang wanita adalah mubah. Mirisnya kebanyakan di negeri kita seorang ibu meninggalkan peran utamanya yaitu sebagai ummu warobatul bait untuk bekerja dengan dalih mencari dan membantu perekonomian keluarga sehingga anak dititipkan ke keluarga ataupun orang lain yang belum tentu menjamin keamanan dan keselamatannya.

Kondisi negara yang berasaskan kapitalisme menjadikan negara seolah tidak memiliki tanggung jawab penuh terhadap hajat hidup masyarakat. Masyarakat seolah harus bekerja rodi di negaranya sendiri memenuhi kebutuhan hidup, memperoleh sandang, papan dan pangan yang semua serba mahal. Sehingga kehidupan dalam naungan kapitalisme sekulerisme juga membuat beban hidup makin berat, termasuk meningkatkan stress, sehingga mengakibatkan mudahnya melakukan kekerasan.

Beban hidup ini merupakan bukti dari ketiadaan peran negara sebagai pengurus rakyat yang baik. Hal ini dapat dilihat dari sistem ekonomi yang menjerat masyarakat, minimnya pendidikan mendidik anak, tidak adanya jaminan dalam memenuhi kebutuhan hidup, dan lain sebagainya.

Mirisnya lagi keberadaan media saat ini lebih banyak menayangkan tontonan yang tidak berfaedah dan bahkan mengarahkan pada praktek kekerasan yang mudah diakses oleh individu. Baik melalui media elektronik maupun media sosial. Bagi yang tidak mampu memfilter akan menjadi contoh yang buruk bagi individu. Di sisi lain, mandulnya regulasi yang ada, baik UU PKDRT maupun UU Perlindungan anak yang bahkan sudah mengalami revisi menjadikan kekerasan pada anak terus terjadi hingga detik ini.

Perlindungan Anak Dalam Islam

Islam mewajibkan setiap orang memahami pentingnya perlindungan anak dan berperan serta mewujudkannya dalam semua lapisan masyarakat, baik keluarga, masyarakat maupun negara. Islam memiliki mekanisme terbaik dalam memberikan perlindungan anak melalui berbagai cara.

Pertama, asas aqidah Islam menjadikan semua individu memahami kewajibannya melindungi anak. Islam memberi panduan kepada setiap keluarga untuk memberikan hadhanah sesuai pedoman Al-Qur'an dan as-sunah. Orang tua bekerja sama untuk mendidik, mengasuh, dan mencukupi segala kebutuhan anak. Keluarga juga menjadi tempat di mana anak terjaga dalam landasan keimanan yang kuat kepada Allah Swt.

Kedua, masyarakat berperan untuk mewujudkan sistem pendidikan, sosial, dan keamanan dalam melindungi generasi. Islam menjadikan masyarakat yang peduli dalam mengamalkan amar makruf nahi mungkar dan selalu peka terhadap masalah sekitar.

Ketiga, negara memiliki kewajiban untuk memberikan pemenuhan kebutuhan berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan setiap anak. Negara juga yang mempunyai peran untuk menegakkan hukum dengan memberikan sanksi yang tegas dan menjerakan pada setiap pelaku kekerasan berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Dengan memenuhi ketiga hal ini, maka akan mengantar anak dan masyarakat ke dalam perlindungan yang hakiki. Dengan begitu kekerasan pada anak tidak terulang lagi dan anak menjadi generasi yang mampu hidup dengan penuh kedamaian. Penerapan itu hanya mampu terjadi ketika Islam diterapkan secara menyeluruh sebagaimana yang telah terbukti kegemilangannya selama tiga belas abad lamanya. Yaitu menjadi peradaban yang gemilang dan jauh dari tindakan kriminalitas. Wallahu a’lam bish-shawab.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar