Subscribe Us

PERUNDUNGAN ANAK KEMBALI MEMAKAN KORBAN


Oleh Yuli Ummu Raihan
(Aktivis Muslimah Tangerang)


"Ma tolong!"
"Cepat Ma kesini"
"Aku takut"
Begitulah bunyi pesan WhatsApp terakhir Bintang Balqis Maulan (14) kepada ibunya sebelum akhirnya dia benar-benar pulang ke rumah dalam kondisi tidak bernyawa.

Bintang diduga meninggal dunia karena dianiya oleh beberapa orang temannya di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jatim pada Jumat 23/2/2024 lalu. (TribunJakarta.com).

Kasus ini terungkap setelah perwakilan pondok pesantren mengantarkan jenazah almarhum ke kediaman keluarganya di Banyuwangi, Sabtu 24/2/2024 dini hari WIB.

Sempat viral video yang berisi rekaman momen di saat jenazah Bintang tiba di rumah duka. Ibu korban Suyanti menanyakan tanggungjawab pihak pondok atas kematian anaknya. Awalnya pihak pesantren menyebut penyebab kematian Bintang karena terjatuh di kamar mandi.

Kecurigaan bermula saat keranda jenazah diangkat, ada ceceran darah keluar. Pihak keluarga meminta untuk membuka kain kafan. Keluarga langsung syok ketika melihat langsung kondisi korban. Ibu korban mengatakan kalau kondisi jenazah anaknya sudah hancur, matanya bengkak, ada luka seperti lubang dibagian leher, serta sekujur tubuh banyak bekas sundutan rokok.

Ternyata Bintang sudah memberikan kode jauh sebelum kejadian tragis ini terjadi. Bintang beberapa kali  minta pulang ke rumah tanpa alasan yang jelas.  Ketika melakukan video call Bintang hanyak menampakkan setengah mukanya yang tampak pucat dan ketakutan.

Kasus perundungan yang memakan korban jiwa buka pertama kali terjadi. Jumlahnya semakin meningkat dengan modus yang beragam. Tentu hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Dilansir dari repositori.kemendikbud.go.id perundungan atau bullying adalah perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik, maupun sosial di dunia nyata dan dunia Maya yang mengakibatkan seseorang merasa tidak nyaman, takut, sedih, sakit hati, tertekan baik dilakukan oleh perorangan maupun kelompok.

Setiap Jumat ketiga bulan November dan Jumat terakhir bulan Februari diperingati sebagai Hari Internasional Memerangi Perundungan. Tapi sayangnya peringatan ini belum mampu mencegah terjadinya kasus perundungan. Sejumlah kasus masih terjadi dan dialami pelajar di Indonesia. Sekolah atau pondok pesantren yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak justru menjadi tempat yang paling banyak terjadi perundungan.

Sebelumnya ada kasus anak disabilitas di salah satu SMP di Wonosari Gunung Kidul yang mengalami patah jari akibat perundungan. Kasus terbaru  juga mendapatkan sorotan publik karena melibatkan anak publik figur dan terjadi di sekolah elit di kawasan Serpong. Bahkan kasus ini disebut oleh kriminolog sebagai perundungan ekstrem karena dilakukan belasan siswa senior kepada yuniornya.

Kita sungguh miris melihat banyaknya kasus perundungan ini. Meskipun pemerintah telah menerbitkan Permendikbudristek nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan nyatanya kasus perundungan terus saja terjadi.

Berdasarkan hasil Asesmen Nasional (AN) tahun 2021 dan 2022 sebanyak 24,4% peserta didik mengalami berbagai jenis perundungan. Sementara catatan Komnas PA, sepanjang tahun  2023 terdapat 16.720 kasus perundungan yang menimpa anak-anak di bangku sekolah.(Kompas.com, 28/12/2023).

Semua ini tidak terlepas dari peran Tri Sentra Pendidikan yaitu orang tua, masyarakat dan sekolah. Sinergi ketiganya sangat menentukan keberhasilan pendidikan.

Sistem kapitalis telah melemahkan fungsi ketiganya. Orang tua dibuat sibuk mencari uang untuk biaya sekolah dan kebutuhan hidup lain yang semakin mahal. Orientasi kapitalistik membuat banyak orang tua menyerahkan proses pendidikan pada sekolah. Sekolah dianggap laundry yang harus bisa membersihkan anak dari berbagai perbuatan buruk/ kotor. Pola pikir orang tua dalam sistem kapitalis menjadikan anak sebagai sumber materi. Kesuksesan anak dinilai dari seberapa banyak materi yang bisa ia hasilkan tanpa peduli halal dan haram. Orang tua fokus memberikan pendidikan untuk urusan dunia dengan memilih sekolah favorit hingga internasional. Mereka lebih tertarik memasukkan anak ke sekolah atau pesantren yang berorientasi kesuksesan akademik, jenjang karier dan prestasi duniawi. Tidak peduli apakah kurikulumnya bermasalah terutama terhadap kepribadian anak. Inilah wajah orang tua hari dalam hal pendidikan. Mereka rela mengeluarkan biaya lebih demi anaknya bisa sekolah di tempat bergengsi/ ternama. Sementara untuk urusan akhirat anaknya mikirnya seribu kali.

Peran masyarakat juga ikut lemah karena cenderung individualis. Abainya masyarakat dari aktivitas amar makruf nahi mungkar.

Negara telah gagal membuat sistem pendidikan yang mampu mencetak generasi berkepribadian baik dan menguasai ilmu pengetahuan. Kurikulum senantiasa berganti seiring pergantian kepemimpinan. Akibatnya peserta didik hanya bisa mengejar kemampuan akademik. 

Islam Atasi Perundungan

Telah terbukti sistem kapitalis yang saat ini diterapkan tidak mampu mencegah tindakan perundungan. Sudah saatnya kita melakukan perubahan secara revolusioner dengan sistem Islam.

Islam memiliki sejumlah tatanan untuk bisa melahirkan generasi yang cerdas dan bertakwa. Pertama, Islam memiliki sistem pendidikan yang sangat rinci dan terbukti mampu melahirkan generasi gemilang.

Kedua, aktivitas amar makruf nahi mungkar senantiasa dilakukan sehingga terjadi kontrol sosial yang mampu meminimalisir terjadinya kasus perundungan.

Negara sebagai periayah dan pelindung rakyat akan membuat kebijakan  yang dapat mencegah terjadinya kasus perundungan. Negara akan  melarang segala hal yang merusak dan memicu terjadinya perundungan seperti tontonan, game, dan media apa saja yang mengarah kesana.

Islam menjamin pendidikan untuk semua rakyat tanpa kecuali. Tidak ada komersialisasi dalam pendidikan seperti hari ini. Pendidikan bukan lahan bisnis karena ia bagian dari riayah negara untuk rakyatnya. 

Islam juga punya sistem sanksi yang akan memberikan efek jera dan mencegah orang lain melakukan hal serupa. Dalam Islam setiap anak yang sudah baligh terkena taklif hukum. Ketika ia melakukan pelanggaran ia akan dikenai saksi hukum. Tidak ada batas usia dan pelabelan anak di bawah umur untuk pelaku perundungan atau kejahatan lainnya. Ketika anak yang belum baligh melakukan tindakan melawan hukum ia terbebas dari hukum. Tapi jika ia melakukan kejahatan karena faktor kelalaian dan pembiaran orang tua, maka orang tuanya akan diberi sanksi.

Anak harus dibekali pemahaman agama yang benar sejak kecil. Agar setelah ia baligh mereka bertanggungjawab atas semua perbuatannya.

Demikianlah ketika Islam diterapkan secara kafah mampu melindungi generasi dari kerusakan moral. Kejahatan bisa diminimalisir dan umat Islam akan mampu menjadi khoiru ummah dan membangun peradaban yang gemilang. Wallahua'lam bishawab. (Dft)

Posting Komentar

0 Komentar