Subscribe Us

MENGELOLA POTENSI MINYAK DAN GAS DALAM SISTEM ISLAM


Oleh Rahmah Afifah
(Mahasiswi dan Aktivis Dakwah)


Vivisualiterasi.com- Indonesia, salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA), khususnya minyak dan gas bumi (migas). Menurut data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Indonesia memiliki 128 cekungan migas, namun baru 60 cekungan yang telah dieksplorasi, dan hanya 20 cekungan yang berproduksi sebagaimana dilansir dari Kumparan pada Selasa (13/02). 

Dari hasil eksplorasi tersebut, SKK Migas menemukan dua sumber gas besar di tahun 2023, yaitu di Blok Sakakemang di Sumatera Selatan dan Blok Ganal di Kalimantan Timur. Selain itu, Indonesia juga menempati peringkat ke-9 di Asia Pasifik dari segi daya tarik investasi migas, menurut laporan Wood Mackenzie.

Potensi migas raksasa yang dimiliki Indonesia seharusnya menjadi berkah dan kekuatan bagi negara dan rakyat, jika dikelola dengan baik dan benar. Namun, kenyataannya pengelolaan migas di Indonesia masih menghadapi berbagai masalah dan tantangan, baik dari dalam maupun dari luar. Salah satu masalah utama adalah sistem kapitalisme yang mendasari pengelolaan SDA di Indonesia, yang cenderung menguntungkan pihak asing dan merugikan pihak dalam negeri.

Sistem kapitalisme adalah sistem yang mengakui kebebasan individu dan swasta dalam memiliki dan mengelola SDA, tanpa memperhatikan hak dan kesejahteraan umum. Sistem ini juga mengandalkan mekanisme pasar dan persaingan bebas, yang sering kali menimbulkan ketimpangan, eksploitasi, dan kerusakan lingkungan. Sistem kapitalisme juga rentan terhadap intervensi dan dominasi asing, yang dapat mengancam kedaulatan dan kemandirian negara.
Dalam sistem kapitalisme, negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator bagi investor, baik lokal maupun asing, yang ingin menanamkan modalnya di sektor migas. Negara tidak memiliki kendali penuh atas pengelolaan SDA, melainkan harus tunduk pada perjanjian-perjanjian yang seringkali merugikan kepentingan nasional. Negara juga tidak memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai untuk mengelola SDA secara mandiri, melainkan harus bergantung pada teknologi dan sumber daya manusia (SDM) dari luar.
Akibatnya, negara dan rakyat tidak mendapatkan manfaat yang sepadan dari potensi migas raksasa yang dimiliki Indonesia. Sebagian besar keuntungan dari sektor migas diserap oleh pihak asing, sedangkan negara hanya mendapatkan porsi yang kecil, seperti pajak, royalti, dan deviden. Rakyat juga tidak merasakan kesejahteraan dari sektor migas, melainkan harus menanggung beban yang berat, seperti kenaikan harga BBM, subsidi, dan dampak lingkungan. Bahkan, banyak kasus-kasus korupsi, konflik, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di sektor migas, yang menunjukkan betapa bobroknya sistem kapitalisme dalam mengelola SDA.

Lantas, bagaimana solusi yang tepat untuk mengelola potensi migas raksasa di Indonesia? Jawabannya adalah dengan menerapkan sistem Islam, yang memiliki konsep dan mekanisme yang berbeda dengan sistem kapitalisme. Sistem Islam adalah sistem yang mengakui hak Allah sebagai pemilik tunggal atas segala SDA, dan mengamanatkan negara sebagai pengelola SDA untuk kemaslahatan umum. Sistem ini juga mengatur aturan-aturan yang jelas dan adil tentang cara memperoleh, menggunakan, dan memanfaatkan SDA, dengan syariat dan tujuan Islam.

Dalam sistem Islam, negara memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola SDA, khususnya migas, secara optimal dan profesional, dengan menggunakan teknologi dan SDM yang berkualitas. Negara juga memiliki hak untuk menguasai dan mengontrol seluruh aktivitas di sektor migas, tanpa harus bergantung atau tunduk pada pihak asing. Negara juga harus menjaga dan melindungi SDA dari kerusakan dan pemborosan, serta menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Dalam sistem Islam, rakyat memiliki hak untuk menikmati hasil dan manfaat dari pengelolaan SDA, khususnya migas, secara merata dan adil, tanpa diskriminasi atau favoritisme, hal ini sejalan dengan jurnal yang ditulis oleh Ali Akbar dengan judul “Konsep Kepemilikan dalam Islam” yang dirilis pada tahun 2012 lalu. Rakyat juga memiliki hak untuk mengawasi dan mengkritisi kinerja negara dalam mengelola SDA, serta menyampaikan aspirasi dan keluhan mereka. Rakyat juga memiliki kewajiban untuk membantu dan mendukung negara dalam mengelola SDA, serta mematuhi aturan-aturan yang ditetapkan oleh negara.

Dengan sistem Islam, negara dan rakyat dapat bersinergi dan berkolaborasi dalam mengelola potensi migas raksasa di Indonesia. Ini bukan hanya tentang ekonomi semata, tetapi juga tentang menghormati nilai-nilai keadilan, keberlanjutan, dan kesejahteraan bersama.

Dalam kerangka ini, mari kita bahas dua aspek penting tersebut di antaranya:

Pertama, Kesejahteraan dan Kemakmuran Bersama Kesejahteraan merupakan tujuan akhir dari pembangunan. Dengan mengelola potensi migas secara bijaksana, kita dapat memastikan distribusi manfaat yang merata kepada seluruh rakyat. Pendekatan ini melibatkan pemberdayaan masyarakat lokal dan penciptaan lapangan kerja. Kemakmuran bersama berarti mengurangi kesenjangan ekonomi dan meningkatkan taraf hidup semua warga negara. Dengan mengalokasikan pendapatan dari sektor migas untuk pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi lokal, kita dapat mencapai tujuan ini.

Kedua, Kedaulatan dan Kemandirian Nasional. Kedaulatan tentu merupakan hak suatu negara untuk mengelola sumber daya alamnya tanpa campur tangan dari negara asing. Dalam konteks migas, ini berarti mengambil keputusan berdasarkan kepentingan negara, bukan pihak luar. Aspek tersebut perlu dibarengi dengan upaya untuk mengurangi ketergantungan pada teknologi dan investasi asing. Dengan mengembangkan keahlian lokal dalam eksplorasi, produksi, dan distribusi migas, kita dapat memastikan keberlanjutan sektor ini.

Potensi migas raksasa yang dimiliki Indonesia merupakan anugerah dan amanah dari Allah, yang harus dikelola dengan baik dan benar, sesuai dengan ajaran dan tujuan Islam. Sistem kapitalisme yang mendasari pengelolaan SDA di Indonesia saat ini, telah terbukti gagal dan merugikan negara dan rakyat, serta mengancam kedaulatan dan kemandirian negara. Oleh karena itu, diperlukan perubahan sistem yang  menyeluruh, yaitu dengan menerapkan sistem Islam, yang memiliki konsep dan mekanisme yang adil, efektif, dan produktif dalam mengelola SDA, khususnya migas. Dengan sistem Islam, negara akan mengelola potensi migas raksasa di Indonesia, sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bersama, serta menjaga kedaulatan dan kemandirian negara. Wallahu a'lam bish-shawab.[Dft]

Posting Komentar

0 Komentar