Subscribe Us

INVEST IN WOMEN: UPAYA Pengalihan PERAN PEREMPUAN

Oleh Fita Rahmania, S. Keb.
(Kontributor Vivisualiterasi Media)

Vivisualiterasi.com- Seruan para feminis melalui United Nation (UN) Women pada peringatan International Women Day (IWD) atau Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret lalu, tengah berusaha mendapatkan perhatian publik. Adapun tema yang mereka usung ialah ‘Invest in women: Accelerate progress' yang artinya 'Berinvestasi pada perempuan: Mempercepat Kemajuan'. Melalui tema tersebut UN Women Indonesia menyuarakan tentang pentingnya berinvestasi atau memberi perhatian lebih terhadap kelompok perempuan dan kesenjangan gender. (liputan6.com, 11/3/2024)

Dwi Faiz sebagai Kepala Program UN Women Indonesia menyatakan bahwa menjamin pemenuhan hak-hak perempuan dan juga anak perempuan di semua aspek kehidupan merupakan satu-satunya cara untuk memastikan perekonomian yang sejahtera dan adil, bumi yang sehat untuk generasi masa depan, dan tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Sebab, menurut Dwi, salah satu tantangan utama dalam mencapai kesetaraan gender di tahun 2030 ialah kurangnya pendanaan untuk kesetaraan gender.

Pendanaan yang dimaksud secara konkret dapat dilakukan dalam dua hal, yaitu investasi publik terhadap kebutuhan perempuan dan investasi sektor swasta. Pihak negara maupun swasta diinisiasi untuk menggelontorkan dananya demi memberi ruang lebih kepada perempuan. Keterwakilan dan keterlibatan perempuan dalam ruang politik, seperti menjadi anggota legislatif dan eksekutif; dan ruang publik, seperti bekerja dan menjadi pemimpin lembaga/organisasi, kerap kali menjadi tolok ukur keberhasilan pemberdayaan perempuan.

Padahal ide kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan tidak lebih dari ide lama yang terus digadang-gadang menjadi solusi berbagai problem yang dialami perempuan hingga hari ini. Sejak ide tersebut lahir, rasanya belum ada dampak signifikan terhadap kondisi perempuan di dunia. Justru dalam laporan terbaru yang disusun UN Women 2023 evaluasi capaian SDGs justru menunjukkan hasil yang cukup mengecewakan. Di mana perempuan dan anak perempuan masih harus berjuang terlepas dari jerat kemiskinan, sulitnya akses pendidikan dan akses peran politik. 

Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa setiap tahun ada 245 juta perempuan berusia di atas 15 tahun menjadi korban kekerasan fisik, dan 342 juta perempuan terancam kemiskinan ekstrem. Sedangkan di Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) merilis bahwa sepanjang 2023, total kasus kekerasan di Indonesia mencapai 18.466 kasus. Dari jumlah tersebut korban terbanyak adalah perempuan, yaitu mencapai 16.351 orang.
Kegagalan ide kesetaraan gender dalam menjawab tantangan problematika perempuan harusnya membuktikan bahwa proyek semacam ini hanya buaian-buaian semu. Para perempuan sekadar tumbal lemahnya negara menolong dirinya sendiri. Jerat kapitalisme yang melandasi berjalannya pemerintahan akhirnya menunjukkan sifat aslinya. Kapitalisme melihat segala sesuatu dari nilai manfaatnya, sehingga baginya tak ada keberhasilan tanpa tercapainya materi.

Perempuan dalam kacamata kapitalisme dikatakan berdaya jika ia mampu mandiri secara ekonomi, tidak bergantung pada siapapun termasuk suaminya, dan berkarier di ranah publik. Pada akhirnya, paradigma ini menimbulkan permasalahan baru. Tak ayal angka gugat cerai pun meningkat, ketahanan keluarga berujung lemah.

Selain itu, ide kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan yang berhembus kencang membuat peran perempuan teralihkan. Istri merasa lebih tinggi derajatnya dalam rumah tangga. Merasa bisa mencari nafkah, peran suami sebagai kepala keluarga semakin terpinggirkan. Hal ini seiring dengan lapangan pekerjaan yang kian sulit bagi laki-laki. Akibatnya, suami-istri tak sengaja bertukar perannya. Istri yang banting tulang bekerja, sedangkan suami mengasuh anak-anak di rumah. Tentu pemandangan ini sangat menyalahi fitrah laki-laki dan perempuan dalam Islam.

Dalam ajaran Islam, tidak memandang perempuan berdaya dari sisi nilai manfaat dan materi melainkan dari keoptimalan dirinya menjalankan perannya sesuai dengan aturan Islam. Islam sangat memuliakan dan menjaga kehormatan perempuan. Perannya dalam keluarga adalah sebagai al-umm wa rabbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga). Melalui rahim perempuanlah akan lahir generasi yang kelak menggenggam masa depan negeri.

Negara wajib menjamin kebutuhan pokok setiap individu dengan kemudahan mendapatkannya, seperti layanan pendidikan dan kesehatan secara gratis. Adapun dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, negara memberikan kemudahan bagi para laki-laki dalam mendapatkan pekerjaan, yakni dengan menyediakan lapangan kerja ataupun modal usaha. Sehingga tak ada lagi perempuan yang terpaksa bekerja demi membantu perekonomian keluarga. Demikian Islam menjaga umatnya dengan kesempurnaan aturannya yang layak menjadi satu-satunya rujukan dalam menemukan jalan keluar segala persoalan manusia.[AR]



Posting Komentar

0 Komentar