Subscribe Us

GURITA UTANG DAN INVESTASI ASING UNTUK PEMBANGUNAN


Oleh Arifah Azkia N.H., S.E
(Kontributor Vivisualiterasi Media)


Vivisualiterasi.com- Indonesia telah lama menggencarkan inisiatif perpindahan ibu kota negara ke Kalimantan. Negara yang dalam skala berkembang, tentu membutuhkan banyak sekali dana untuk mewujudkan ambisi pembangunan ibu kota baru. Bahkan Kemenkeu menyebutkan, utang pemerintah tembus Rp 8,253 triliun per 31 Januari 2024, angka ini naik sekitar 1,33 persen bila dibandingkan per Desember 2023 sebesar Rp 8.144,69 triliun, sedangkan pendapatan negara hanya Rp 2,774 triliun. (Tempo.co, Kamis, 29 Februari 2024)

Dalam hitungan ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, jika utang pemerintah itu ditanggung oleh tiap warga negara Indonesia, artinya setiap orang akan menanggung beban utang pemerintah Rp 30,5 juta. Bahkan kemungkinan meningkat menjadi Rp 40 juta. Sebab, postur belanja pemerintah lebih ekspansif dalam beberapa tahun ke depan.

Alih-alih pemerintah khawatir dengan gurita utang negara, tetapi malah terus meningkatkan utang untuk melakukan pembangunan. Bahkan berdalih masih dalam batas aman, karena berada di bawah ambang batas 60 persen dari produk domestik bruto atau PDB. 

Tradisi Utang dan Investasi Asing

Utang adalah sumber pendapatan utama selain pajak dalam sistem kapitalisme. Bahkan, pembangunan negara hingga infrastruktur pelayanan publik pun sumber dananya berasal dari utang. Padahal, skema utang yang selama ini diambil oleh pemerintah, termasuk pemerintah daerah adalah skema utang berbasis riba.

Ditambah lagi dengan dibuka luas adanya para investor asing untuk menanam modal di Indonesia. Hal ini tentu akan melilit kemandirian negara. Bahkan menyebabkan ketergantungan dan membuat negara berleha-leha serta lalai dalam mengoptimalkan potensi yang ada. Seolah-olah tak dapat membangun jika tak ada dana dari investasi. Padahal lewat investasi asing inilah penjajahan terbuka lebar baik dari penjajahan kekayaan alam maupun penjajahan pemikiran.

Dari sisi penjajahan sumber daya alam, kita ketahui bersama bahwa sebagian besar kekayaan alam di Indonesia di kelola asing. Dimana Indonesia hanya mendapat sekian persen keuntungan dari hasil pengelolaan tersebut. Dengan kontrak kerjasama yang begitu panjang maka perampokan SDA besar-besaran terjadi. Apalagi jika investasi asing ini di sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak maka dapat dipastikan semua akan berujung pada komersialisasi yang akan semakin mencekik rakyat.

Walhasil, jadilah Indonesia yang super kaya raya ini kian tergadai kepada swasta, terutama asing. Utang yang menumpuk pun, dianggap kewajaran. Tanah airnya dipetak-petak dan diserahkan kepada pengusaha. Sementara semua infrastruktur yang jor-joran dibangun hanya didedikasikan demi kepentingan korporasi.

Adapun rakyat kebanyakan, tak bisa lagi menjadi tuan di negerinya sendiri. Mereka hanya jadi objek pemalakan oleh penguasa yang bisanya cuma mengeluh soal defisit anggaran, dan ujung-ujungnya kembali mengemplang utang. Program-program subsidi layanan publik pun, sedikit demi sedikit dihapuskan.  Alasannya, lagi-lagi demi mengirit anggaran. Dan rakyatlah yang terus menjadi korban dengan dipalaki pajak di berbagai sektor. 

Sumber Pembangunan dalam Sistem Islam

Islam menjadikan negara sebagai negara yang  kuat, berdaulat dan mandiri. Islam memiliki berbagai sumber penerimaan negara sebagai modal pembangunan. Bahkan Islam menuntut negara agar mandiri tidak bergantung pada negara lain. Hal itu direalisasikan dengan pengoptimalan sumber daya alam yang dimiliki negara. Banyaknya kekayaan alam yang dimiliki suatu bangsa adalah potensi pendapatan yang luar biasa besar yang dapat membiayai pembangunan infrastruktur negara. Kita lihat, tidak ada tanah-tanah kaum muslimin yang tidak dianugerahi kekayaan alam oleh sang pencipta. Di Indonesia sendiri, dari berbagai sektor baik itu dari laut, pertanian, hutan, dan hal-hal yang ada di bawah perut bumi semuanya memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan negara jika dikelola dengan baik. Bahkan menjadi sumber pendapatan utama negara yang dapat membiayai pembangunan di segala sektor dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.

Hal ini membuktikan bahwa islam mampu menjaga kemandirian negara dengan segala mekanisme yang ia punya. Sehingga asing tak akan memiliki celah untuk menguasai kaum muslimin dan melakukan penjajahan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt,

“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS. Al-Nisâ’ [4]: 141)

Wallahu a'lam bish-shawab.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar