Subscribe Us

REMAJA DARURAT PORNOGRAFI

Oleh Miladiah al-Qibthiyah
(Aktivis Muslimah DIY)

Vivisualiterasi.com-Kehidupan remaja saat ini tidak pernah lepas dari sorotan media. Di era digital, gempuran pemikiran, peraturan, dan gaya hidup telah membuat remaja terbawa arus, hingga kehilangan identitas Islam. Remaja sesungguhnya memiliki potensi besar dalam membangun peradaban. Namun, apa jadinya bila potensi strategis remaja justru diwadahi oleh sistem yang semakin memperburuk kondisinya.

Sebagaimana yang disebutkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Hadi Tjahjanto, bahwa Indonesia masuk peringkat keempat sebagai negara dengan kasus pornografi anak terbanyak. Data tersebut diungkap oleh National center for missing exploited children (NCMEC). Korbannya tidak tanggung-tanggung, yakni dari disabilitas, anak-anak SD, SMP, dan SMA, bahkan PAUD. (Liputan 6).

Sungguh miris! Remaja yang berada pada usia produktif, kreatif, dan inovatif menjadi korban sistem yang menjadi corong kemaksiatan yang tumbuh subur. Melihat kondisi ini, pihak Menkopolhukam bakal membentuk satuan tugas (Satgas) untuk menangani permasalahan pornografi secara online yang membuat anak-anak di bawah umur menjadi korban.

Kasus pornografi yang menimpa anak bukanlah hal baru di dunia remaja. Lalu apa penyebab merebaknya pornografi anak seolah tak mampu dituntaskan oleh sistem di dalam negeri ini? Efektifkah pembentukan satuan tugas menangani kasus pornografi anak? Bagaimana pandangan Islam tentang ini?

Akar Masalah Pornogafi

Adanya kasus pornografi di kalangan remaja merupakan satu dari sekian banyak kerusakan pada remaja yang diciptakan oleh sistem kapitalisme. Sebelum memasuki era digital, suguhan pelecehan seksual, pencabulan, pemerkosaan, aksi pacaran yang kebablasan terpampang nyata di hadapan publik.

Tentu pemicu terjadinya kasus asusila, kekerasan seksual, hingga perzinaan atas dasar suka sama suka diawali oleh fakta atau realitas yang terjadi di masyarakat. Apakah itu secara terang-terangan, maupun tontonan melalui media elektronik, seperti televisi dan video.

Memasuki era digital, kasus-kasus pornografi kian merajalela. Kemajuan teknologi rupanya disalahgunakan oleh oknum-oknum yang ingin meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Arus digitalisasi semakin membuka peluang konten-konten pornografi meluas di berbagai jaringan.

Berbagai layanan video streaming digital menyediakan beragam konten hiburan, seperti Viu, WeChat, Video Originals, dll. dan kita ketahui bahwa ragam aplikasi tersebut kebanyakan menyajikan konten 18+ baik itu drama, film, anime, variety show, dan seterusnya.

Sistem kapitalisme punya andil besar atas menjalarnya pornografi pada anak. Akses konten dewasa tanpa filter, tanpa sensor begitu mudah diakses oleh siapa pun termasuk anak-anak. Oknum-oknum yang ingin meraih untung tak akan berpikir jernih apakah konten atau film yang mereka ciptakan merusak generasi atau tidak.

Sistem kapitalisme pula yang menjadi biang impitan ekonomi yang dirasakan oleh mayarakat, hingga akhirnya membuat masyarakat memutar otak untuk bertahan hidup. Dari sinilah banyak lahir kreator konten yang kebablasan, melanggar norma dalam menyajikan konten-kontennya. Alhasil, konten pergaulan bebas, konten 18+ banyak diunggah ke berbagai platform media sosial. Semua itu dilakukan akibat tuntutan hidup yang pula semakin mencekik rakyat.

Tidak Menyentuh Akar Persoalan

Upaya pemerintah dalam menangani kasus pornografi pada anak adalah dengan pembentukan Satgas yang melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga di bidangnya masing-masing. Di antaranya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Polri, KPAI, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, LPSK, dan PPATK.

Saat konferensi pers yang dilaksanakan di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (18/4/2024). Hadi didampingi oleh Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi, dan Kabareskrim Komjen Pol Wahyu Widada. Menurutnya, masing-masing kementerian itu punya regulasi yang sangat kuat dan tinggal diimplementasikan.

Satgas yang dibentuk itu nantinya diharapkan dapat mengambil langkah masif dan terukur. Mulai dari tahap pencegahan, penanganan, penegakan hukum, hingga pasca kejadian itu, harus mendapat dukungan semua pihak, sehingga mampu menciptakan sistem perlindungan yang menyeluruh bagi para generasi.

Yang menjadi persoalan adalah konten-konten pornografi ini pun makin masif tersebar di media sosial. Bahkan Indonesia meraih peringkat keempat dalam kasus tersebut. Pertanyaannya adalah mengapa baru sekarang pemerintah membentuk satgas khusus? Mengapa satgas khusus tidak diberlakukan ketika aroma pornografi anak mulai terendus?

Jika pemerintah benar-benar serius ingin memberantas pornografi anak, langkah pencegahan, penanganan, penegakan hukum, hingga meraih dukungan semua pihak agar tercipta sistem perlindungan yang menyeluruh harusnya dilakukan sejak awal. Kalaupun sebelumnya ada upaya edukasi seks yang dilakukan pemerintah, buktinya itu tidak cukup memberantas pornografi sampai ke akar. Artinya ada hal mendasar yang diabaikan dari penanganan kasus pornografi anak ini.

Masyarakat harus membuka mata dan pikiran bahwa masifnya konten-konten pornografi di Indonesia khususnya, karena ada yang mewadahi tersebarnya konten tersebut. Ada sistem yang di mana tidak mampu menutup secara menyeluruh penyebaran konten pornografi. Selama berada di bawah naungan sistem kapitalisme, akan selalu ada pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan materi dari sebuah "kasus" tanpa memikirkan efek jangka panjang yang ditimbulkan.

Pedang Bermata Dua

Masalah pornografi anak ini tidak bisa dipandang sederhana sebab dampaknya begitu besar di masyarakat. Dampak psikis bagi anak-anak, mental, hingga kacaunya kondisi sosial masyarakat. Masalah  pornografi bukan aspek individual semata yang mana penyelesaiannya dikembalikan ke keluarga masing-masing karena kurangnya penjagaan terhadap anak dan seterusnya. Akan tetapi, negara punya andil besar menuntaskan kasus kejahatan yang menimpa anak-anak hingga kondisi sosial masyarakat.

Tak dimungkiri proteksi terhadap bahaya yang mengintai anak-anak dimulai dari dalam rumah dengan mengajarkan baik dan buruk, benar dan salah sesuai ajaran agama Islam. Namun, itu tidak cukup jika hanya memupuk ketakwaan di dalam rumah. Jangan lupa bahwa anak-anak tidak hanya berinteraksi dengan keluarga atau teman dekat. Di era digital saat ini anak-anak bahkan berinteraksi dengan dunia.

Inilah yang menjadi pokok persoalan pornografi anak. Orang tua, guru, masyarakat, hingga negara luput dari interaksi anak-anak dengan dunia, khususnya dunia digital. Kemajuan teknologi memang ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi memberikan dampak positif, tetapi di sisi lain menimbulkan efek negatif jika disalahgunakan oleh pihak-pihak yang ingin mendapat keuntungan materi.

Sisi negatif inilah yang mengakibatkan anak-anak menjadi korban pornografi dan negara tidak tegas menyelesaikan kasus tersebut. Jika diuraikan, semua pihak bertanggung jawab atas kasus pornografi yang menimpa anak-anak. Dari mulai rapuhnya benteng pertahanan dalam rumah, yakni penanaman akidah Islam sejak dini, membatasi anak-anak dalam menggunakan gadget. Lingkungan sekolah yang lebih fokus mencapai target pembelajaran akademik dan urusan administrasi, tetapi sangat minim dalam mengedukasi anak didik dari bahaya yang mengancam masa depannya.

Kurangnya kesadaran masyarakat dalam amar makruf nahi mungkar. Dalam hal ini kemaksiatan secara terang-terangan yang oleh sebagian masyarakat dibiarkan seolah pergaulan bebas adalah hal yang lumrah di zaman modern seperti hari ini. Terlebih negara yang tidak menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih dari pornografi. Negara tidak tegas dan berani menutup akses konten dewasa dan pornografi yang bertebaran di berbagai jaringan internet.

Pornografi adalah sebuah kejahatan dan kemaksiatan besar yang harus dihentikan. Maksiat yang merusak bahkan mengancam masa depan generasi sangat tidak dibenarkan di dalam Islam. Membuka jalan bagi tersebarnya kemaksiatan adalah hal terlarang.

Perspektif Islam

Memberantas kasus pornografi anak dalam pandangan Islam jauh berbeda dengan upaya yang dilakukan pemerintah saat ini. Islam memiliki mekanisme memberantas kemaksiatan dan memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan bagi para pelaku kejahatan.

Dalam Islam, negara berperan penting dalam melindungi masyarakat dari bahaya yang ditimbulkan teknologi. Termasuk oknum-oknum yang menyalahgunakan teknologi demi keuntungan materi. Negara akan menutup akses yang bermuara pada konten atau tontonan yang mengandung pornografi. Termasuk pihak-pihak yang menciptakan dan mengembangkan pornografi menjadi sebuah industri kemaksiatan.

Negara akan memfilter, menyortir, dan menyeleksi tayangan yang pantas ditonton. Negara tidak akan membuka jalan atau akses masuknya tayangan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Negara akan menghapus konten-konten perusak moral dan akhlak anak muda. Pun negara tidak akan membiarkan informasi sesat tersebar di berbagai media seperti propaganda pemikiran dan tsaqafah asing yang merusak akidah (Islam) seluruh warga negara. 

Negara akan tegas dengan penerapan syariat Islam, khususnya di bidang penerangan dan informasi untuk menyingkirkan segala bentuk kejahatan siber dan tidak berkompromi dengan prinsip-prinsip selain dari Islam, seperti prinsip kebebasan dalam sistem demokrasi kapitalisme. Negara yang justru berada di garda depan menjadi pelindung bagi warga negaranya agar terhindar dari dari paparan konten pornografi.

Adapun sanksi kasus pornografi dalam Islam adalah dijatuhi sebagai kasus takzir. Dalam hal ini, khalifah memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi kepada pelaku kemaksiatan yakni penyebar konten pornografi. Sanksi yang diberikan berupa pemenjaraan hingga hukuman mati sesuai hasil ijtihad khalifah. Pada kasus pornografi yang berkaitan dengan perzinaan, maka akan ditegakkan had zina sebagai sanksi bagi para pelaku. Bagi ghayru muhsan 100 kali cambuk, sedangkan muhsan berupa hukuman rajam.

Demikianlah sudut pandang Islam mendudukkan kasus pornografi anak. Negaralah yang berperan besar menciptakan suasana yang sehat dan aman dari segala bentuk bahaya, kejahatan, dan kemaksiatan yang merusak kondisi anak dan masyarakat. Negara akan memperhatikan seluruh aspek kehidupan sebab ini juga menjadi bagian dari langkah strategis negara untuk memberikan proteksi secara menyeluruh kepada warga negara yang bernaung di bawahnya.

Wallahu a'lam bishawab.[Elz]

Posting Komentar

0 Komentar