Subscribe Us

REALITAS PENGELOLAAN MIGAS


Oleh Asmi Narti, S. Pd.
(Pemerhati Sosial) 


Vivisualiterasi.com- Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, bahasa, hasil pertanian, laut, batu bara serta  sumber daya alam lainnya, tak terkecuali dengan minyak bumi. Sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu Indonesia tetap menjadi salah satu negara yang menjadi sasaran negara luar untuk mengelolah bahkan mengambil sumber daya alam yang ada di dalamnya. Dan salah satu sumber daya alam yang terus digerogoti sampai saat ini adalah minyak dan gas.  

 Sebagaimana kutipan dari mediaindonesia.com (01/02/2024), Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Shinta Damayanti mengatakan bahwa SKK Migas berhasil menemukan dua sumber gas besar atau giant discovery di tahun 2023. Ditemukan di laut Kalimantan Timur dan sebelah utara Sumatera. Sebanyak 128 area cekungan (basin) migas terdeteksi di Indonesia. Jika dirincikan yaitu sebanyak 20 basin sudah berproduksi, 8 basin sudah dibor namun belum berproduksi, 19 basin indikasi menyimpan hidrokarbon, 13 basin kering atau dry hole dan 68 basin yang belum dieksplorasi di Indonesia.

Migas merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan, karena Migas menjadi bahan bakar utama sebagai sumber energi, yakni penggerak bahan bakar dalam rumah tangga, industry dan kendaraan. Privatisasi atau kepemilikan individu menjadikan bahan bakar mengalami kenaikan harga, tentu hal tersebut menambah derita panjang penderitaan rakyat Indonesia yang notabene pemilik sumber daya alam yang sangat melimpah ruah dalam negeri ini.

Sudah menjadi rahasia umum bagaimana prosedur pengelolaan sumber daya alam (SDA) ala kapitalisme. Negara hanya menjadi fasilitator bagi asing maupun aseng atau siapapun yang memiliki modal besar alias para investor dengan skema investasi diberi karpet merah untuk mengelolah sumber daya alam di negeri ini. Kapitalisme menjadikan investor mendapat keuntungan sebesar-besarnya. tanpa mengindahkan pengelolaan dampak jangka panjang dimana akan membawa negara pada kerugian yang besar dari segi ekonomi dan kelestarian lingkungan. 

Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi momok yang terus diteriakkan dalam kapitalis padahal negaralah yang harusnya paham bagaimana penanganan hal tersebut. Dalih lainnya juga bahwa pengelolaan sumber daya alam diserahkan pada asing karena negara tidak sanggup menggarap semua blok secara mandiri lewat tangan Pertamina, belum lagi modal untuk mengeksplorasi Migas sangatlah besar sehingga negara merasa tidak mampu dalam mengatasi hal tersebut, padahal kita pemilik semua sumber daya alam yang melimpah itu. Walhasil seperti slogan “Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin”. 

Terbayang apa yang akan terjadi di masa mendatang jika sumber daya alam kita semua jika habis dirampok asing. Belum lagi angka pengangguran yang terus meningkat karena pasar kerja banyak dikuasai sumber daya manusia asing. Kalaupun ada fakta perekonomian rakyat di sekitar blok Migas meningkat, hal tersebut tidak sebanding dengan kentungan yang diperoleh asing dan tidak sebanding dengan kerugian yang menimpa negeri ini.

Mengelolah Migas Sesuai Syariat Islam

Migas dalam Islam adalah kepemilikan umum dan hak bagi setiap individu untuk mendapatkannya dengan cara yang mudah dan harga yang murah. Pemerintah berperan sebagai pemegang otoritas pengelolaan migas seharusnya menjalankan amanahnya di dalam me-riayah kepentingan umat supaya tersedia migas dengan kualitas yang bagus dan harga yang murah, bahkan gratis.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِى ثَلاَثٍ فِى الْمَاءِ وَالْكَلإِ 
وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ »

Sebagaimana Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda, ia berkata;

“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api. Dan harganya adalah haram.” (HR. Ibnu Majah)

Hadits tersebut menjelaskan barang-barang yang terkategori kepemilikan umum, karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga tidak terbatas pada tiga jenis barang yang disebutkan dalam hadis tersebut. Alasannya, karena Rasulullah saw pernah memberikan penguasaan air di Thaif dan Khaibar kepada seseorang dan air tersebut tidak menjadi tempat bergantung masyarakat sehingga tidak termasuk kepemilikan umum.

Sifat dari ketiga jenis barang tersebut merupakan marafiq al-jama’ah (sesuatu yang dibutuhkan publik atau merupakan fasilitas publik), maka termasuk dalam kepemilikan umum. Oleh karena itu, sudah saatnya masalah eksplorasi migas dan tata kelola migrasi ini dikembalikan kepada syariat Islam. Dengan demikian, rakyat bisa menikmati ketersediaan Migas yang murah secara berkelanjutan sehingga terjaga ketahanan dan kedaulatan umat. Wallahua'lam bish-shawab.[Irw]

Posting Komentar

0 Komentar