(Pegiat Literasi)
Vivisualiterasi.com- Musim kemarau yang terjadi selama beberapa bulan ini mengakibatkan debit air di beberapa wilayah mengalami penurunan sehingga kekeringan melanda sebagian besar wilayah di Indonesia. Masyarakat terpaksa harus membeli air bersih juga sekali-kali mengandalkan bantuan air bersih dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Bahkan untuk masyarakat di pelosok yang tidak terjamah bantuan air dari pemerintah terpaksa harus berjalan beberapa kilometer untuk mencari sumber air bersih.
Hal ini tentu saja meresahkan, karena seperti kita ketahui bahwa air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup terutama manusia. Lalu dalam kondisi seperti ini, pemerintah mengeluarkan Aturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mewajibkan warga meminta izin khusus dari pemerintah jika ingin menggunakan air tanah. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah yang ditandatangani pada 14 September lalu, dilansir bbcnews.com (14/10/2023).
Hal tersebut menjadi sorotan ketika kekeringan sedang terjadi di negeri ini. Salah satunya dari Pengamat Planologi dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga yang mempertanyakan bagaimana Kementerian ESDM melakukan pengawasan penggunaan air tanah. Lalu solusi dari pemerintahan jika ingin masyarakat beralih dari air tanah ke PAM. Apakah pemerintah dapat menjamin kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air PAM. Namun, Plt Kepala Badan Geologi ESDM, Muhammad Wafid menegaskan bahwa aturan ini bukan untuk membatasi masyarakat, melainkan demi menjaga keberlanjutan sumber daya air bawah tanah.
Wafid juga mengatakan aturan ini berlaku untuk individu, kelompok masyarakat, instansi pemerintah, badan hukum, atau lembaga sosial yang menggunakan air tanah dan sungai minimal 100.000 liter per bulan. Begitu juga air tanah untuk taman kota, rumah ibadah, fasilitas umum, serta instansi pemerintahan pun harus memiliki izin.
Tak hanya itu, bantuan sumur bor/gali untuk penggunaan air tanah secara berkelompok yang berasal dari pemerintah , swasta, atau perorangan mesti mengantongi izin kementerian ESDM.
Beberapa persyaratan dilampirkan ketika seseorang mengajukan permohonan persetujuan penggunaan air tanah kepada Menteri ESDM melalui Kepala Badan Geologi ESDM. Diantaranya, adalah pemohon harus melampirkan identitasnya, alamat lokasi pengeboran, jangka waktu penggunaan, dan keterangan sumur bor/gali. Lalu harus menunjukkan bukti kepemilikan/penguasaan tanah berupa Akta Jual Beli (AJB), Surat Hak Milik (SHM), Surat Hak guna Bangunan (SHGB) atau surat perjanjian sewa. Pemohon juga harus menyertakan pernyataan bermaterai bahwa tanah yang digunakan tidak dalam sengketa, dan juga persyaratan lainnya.
Setelah beberapa persyaratan dipenuhi lalu Kepala Badan Geologi melalui Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) akan melaksanakan verifikasi dan evaluasi terhadap permohonan tersebut. Setelah mendapatkan persetujuan dengan diterbitkannya surat persetujuan pengeboran/penggalian eksplorasi air tanah oleh Kepala PATGTL atas nama Kepala Badan Geologi. Maka pemohon harus melaksanakan pengeboran/penggalian eksplorasi air dalam jangka waktu paling lama 60 hari kalender. Jika tak rampung dalam jangka waktu itu, maka surat persetujuan akan dibatalkan dan pemohon harus mengajukan permohonan lagi jika ingin mendapatkan izin. Sementara izin berlaku paling lama tujuh tahun, selain untuk pemenuhan kebutuhan pikik sehari-hari dan kegiatan pertanian.
Mengamati aturan yang dikeluarkan pemerintah tersebut justru menunjukkan semakin kuatnya kapitalisasi sumber daya alam di negeri ini. Air yang merupakan kebutuhan pokok umat manusia tak luput dari sasaran pajak oleh negara. Bahkan tak segan negara akan memberikan sanksi bagi rakyat yang melanggar aturan.
Tujuan pemerintah yang ingin menjaga keberlangsungan ketersediaan air tanah dalam aturan tersebut, nyatanya kontradiksi dengan kebijakan yang mengijinkan pihak swasta melakukan eksploitasi sumber daya air demi kepentingan bisnisnya. Hal ini jelas menggambarkan penerapan sistem kapitalisme. Sebab, dalam sistem ini air dianggap sabagai barang ekonomi yang boleh diperjualbelikan. Tata kelola air dengan cara privatisasi ini telah memberikan keleluasaan bagi perusahaan-perusahaan swasta menguasai sumber-sumber air. Sehingga dapat dipastikan bagi mereka yang bermodal besar akan dengan mudah membeli alat canggih untuk bisa menyedot air tanah jauh ke dalam bumi. Maka berbanding terbalik dengan kondisi di tengah masyarakat saat ini sangat kesulitan mendapatkan air bersih. Jika pun ada bantuan, itu hanya bersifat temporer.
Perhatian pemerintah dengan aturannya menjaga ketersediaan air ternyata tidak diiringi dengan upaya-upaya pencegahan terjadinya krisis air. Misalnya hutan-hutan yang alaminya menjadi tempat resapan air malah dikonversi menjadi pemukiman penduduk dan area dan area industri. Sehingga ketika musim kemarau tiba, maka kekeringan pada sumber-sumber mata air tak terhindarkan.
Inilah bukti abainya pemerintah terhadap kebutuhan rakyat banyak. Pemerintah hanya fokus mengurus pembatasan air bukan menyediakan sarana air bersih bagi masyarakat.
Tentu hal ini jauh dibandingkan dengan sistem Islam. Negara dalam Islam wajib menyediakan dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat termasuk kebutuhan air dengan berbagai cara. Negara juga tidak akan memperdagangkan air apalagi menyerahkan kepengurusannya pada individu, kelompok, maupun asing. Dalam Islam, air adalah harta milik umum (publik). Rasulullah saw, bersabda:
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Artinya, negara berkewajiban mengelola harta milik umum dan hasilnya dikembalikan demi kepentingan kesejahteraan rakyat. Sehingga kebutuhan rakyat benar-benar terpenuhi secara keseluruhan, tanpa ada yang kekurangan sedikit pun. Wallahua'lam bish-shawab.[Dft]
0 Komentar