Subscribe Us

IMBAS DARI KENAIKAN BBM NON SUBSIDI

Oleh Yuniyati
(Kontributor Vivisualiterasi Media)


Vivisualiterasi.com-Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Inilah gambaran rakyat di negeri ini. Sempurna sudah penderitaan yang dirasakannya. Setelah beberapa waktu ditimpa dengan kenaikan harga beberapa bahan pokok seperti beras dan gula, kini rakyat harus menelan pula pil pahit naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi seiring dengan kenaikan harga minyak dunia.

Seperti yang dilansir oleh ANTARA (29/9/2023), Harga minyak mentah dunia dalam beberapa bulan ini mengalami kenaikan hingga 90 dolar AS per barel, hal ini akan memicu penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri.

PT Pertamina resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi per 1 Oktober 2023. Ada empat jenis bahan bakar yang mengalami kenaikan harga diantaranya Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex. (CNBC Indonesia, 30/9/2023).

Sebagai contoh, harga Bahan Bakar Minyak Pertamax yang tadinya Rp.13.300 per liter naik menjadi Rp.14.000 per liter, Pertamax Turbo yang sebelumnya Rp.15.900 per liter naik menjadi Rp.16.600 per liter, Pertamina Dex juga naik dari Rp. 16.900 per liter menjadi Rp.17.900 per liter, Pertamax Green 95 yang tadinya Rp.15.000 per liter naik menjadi Rp.16.000 per liter.

Meskipun negeri ini memiliki kekayaan migas sendiri namun rakyat tidak bisa menikmati pemanfaatannya dengan murah apalagi gratis. Negara justru menyerahkan pengelolaannya kepada swasta, yang lebih miris justru sebagian besar BBM kita impor.

Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak ini tentunya akan berdampak juga pada kenaikan biaya produksi dan tentunya akan diikuti dengan naiknya harga barang karena BBM non subsidi ini banyak digunakan oleh sektor industri. Dan dapat dipastikan akan menambah penderitaan rakyat karena rakyat harus merasakan sulitnya memenuhi kebutuhannya.

Dalam hal ini pemerintah seolah tidak peduli dengan realitas tersebut, masyarakat dibiarkan menanggung beban berat sementara mereka para pejabat justru sibuk wara wiri mempersiapkan pesta demokrasi tahun 2024 mendatang.

Dengan semua potensi yang dimiliki oleh Indonesia seharusnya pemerintah mampu mensejahterakan dan meringankan beban rakyatnya, termasuk memberikan layanan bahan bakar dengan mudah dan murah. Tetapi hal ini akan menjadi isapan jempol belaka ketika sistem perekonomian yang diterapkan adalah sistem ekonomi kapitalisme.

Paradigma kepemimpinan dan tata kelola pemerintahan kapitalis neolib bukan dalam rangka melayani dan mengurusi urusan umat, melainkan kepemimpinan dan tata kelola yang berorientasi pada kekuasaan dan kepentingan kelompok atau rezim.

Hal ini nampak di berbagai kebijakan termasuk dalam kebijakan ekonomi yang memihak bukan pada kepentingan rakyat banyak, melainkan memihak pada kelompok tertentu, yakni kelompok pemilik modal. Ditambah lagi dengan sistem undang-undang yang dibuat oleh penguasa telah merestui liberalisasi migas.

Karena itu, meskipun negeri ini memiliki kekayaan migas berlimpah namun rakyat tidak bisa menikmati pemanfaatannya dengan murah bahkan gratis, sebab negara justru menyerahkan pengelolaannya dan memberikan keuntungan terbesar kepada swasta.

Dibutuhkan sistem baru yang dapat mengelola negeri ini, dibutuhkan negara yang berpandangan bahwa hubungan mereka dengan rakyat adalah melayani bukan berbisnis. Yaitu sebuah negara yang menerapkan Islam secara kaffah.

Di dalam Islam, bahan tambang yang berlimpah adalah termasuk harta kepemilikan umum. Status kepemilikannya selamanya adalah rakyat, tidak boleh dipindahkan tangankan kepada individu, swasta apalagi kepada swasta asing. Pengelolaannya dilakukan oleh negara sedangkan pemanfaatannya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan sebagian sahabat Nabi saw : 
"Kaum muslim itu berserikat dalam tida hal, yaitu air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud)

Dalam hal pemanfaatan minyak dan gas, karena ini adalah harta milik umum dan pendapatannya menjadi milik seluruh kaum muslim dan mereka berserikat di dalamnya, maka setiap individu rakyat memiliki hak untuk memperoleh manfaat sekaligus pendapatannya.

Tidak ada perbedaan apakah individu rakyat tersebut laki-laki ataupun perempuan, miskin atau kaya, dan muslim ataupun non muslim.

Adapun pengelolaannya, karena minyak dan gas tidak bisa dimanfaatkan secara langsung melainkan harus melalui tahapan proses pengeboran, penyulingan, dan sebagainya serta memerlukan usaha keras  dan biaya untuk mengeluarkan, maka negara lah yang mengambil alih penguasaan eksploitasinya mewakili kaum muslim.

Kepala negara memiliki wawenang dalam hal pendistribusian hasil dan pendapatannya dalam rangka mewujudkan kemaslahatan kaum muslim.

Inilah gambaran pengelolaan migas dalam Islam, karena itu rakyat harus sadar bahwa kezaliman akibat kapitalisasi migas hanya akan menambah penderitaan rakyat, dan hal ini hanya akan selesai jika kita kembali kepada sistem Islam yang akan menerapkan Islam secara sempurna. Wallahua'lam bish-shawab.[Dft]


Posting Komentar

0 Komentar