Vivisualiterasi.com- Pemerintah memberikan insentif untuk impor mobil listrik. Sebagaimana diberitakan pada CNBC Indonesia bahwa pemerintah akhirnya mengeluarkan keputusan, yaitu skema kuota untuk impor mobil listrik Completely Build Up (CBU) berbasis baterai dengan fasilitas insentif. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut nantinya hal tersebut akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres), Jakarta, Jum'at (18/8/2023).
Adapun alasan pemerintah memberikan insentif kepada pembeli Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), sebagaimana yang diungkapkan oleh Presiden Jokowi yang mengatakan bahwa karena negara lain semua melakukan itu, (cnbcindonesia.com, 18/8/2023). Selain itu, tujuan lainnya adalah demi menyelamatkan kondisi lingkungan dan keuangan negara. Sebagaimana diungkapkan oleh Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Hageng Suryo Nugroho bahwa saat ini penggunaan kendaraan konvensional telah menyumbang hampir 80 persen emisi karbon di Indonesia. Padahal di sisi lain, pemerintah berkomitmen untuk memenuhi Net Zero Emission pada 2060, (Bina Graha Jakarta, Selasa (4/4).
Kebijakan ini menunjukkan betapa perhatian pemerintah terhadap orang kaya secara pribadi maupun pengusaha, lebih besar dibandingkan kepada rakyat kecil. Pasalnya, bagi rakyat kecil alih-alih membeli mobil listrik yang harganya selangit, memenuhi kebutuhan pokok saja kian sulit. Mereka sudah disibukkan dengan kemiskinan dan kesulitannya sendiri, dan tampaknya pemerintah abai terhadap penderitaan mereka.
Di sisi lain, kebijakan ini sesungguhnya mengabaikan persoalan trasnsportasi yang kompleks, mulai dari kepadatan/ kemacetan, kebutuhan kendaraan jarak jauh dan polusi udara. Apalagi mobil listrik lebih banyak memberikan limbah B3 yang berbahaya bagi rakyat. Kendaraan tersebut juga besar kemungkinan hanya dinikmati oleh orang kaya yang justru menambah kemacetan di perkotaan. Parahnya akan semakin memicu tingginya angka kecelakaan lalu lintas. Seharusnya, ini menjadi perhatian besar bagi pemerintah.
Sayangnya, semua kekhawatiran itu telah terganti oleh semangat pemerintah dalam percepatan proses peralihan dari kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) ke energi listrik ini. Tampaknya mereka kurang dalam mempertimbangkan tentang keamanan dan bahaya yang akan ditimbulkannya pada masyarakat secara umum. Meskipun, kenyataannya bukannya memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya tapi justru mengacam keamanan mereka. Sejatinya, kebijakan seperti ini wajar saja dalam sistem hari ini sehingga tidak bisa berharap padanya.
Saatnya beralih pada sistem Islam yang paripurna. Sebab, Islam menjamin pemenuhan kebutuhan akan transportasi yang murah dan aman. Solusi yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah menata ulang basis pengelolaan transportasi, tidak boleh dilakukan dengan tata cara muamalah yang melanggar aturan Islam.
Negara harus mengelolanya dalam rangka melayani kebutuhan rakyatnya, sehingga bisa saja bahkan digratiskan. Seperti yang pernah dilakukan pada masa Khilafah Utsmaniyah. Adapun pengaturan transportasi dalam Islam telah terbukti dalam sejarah ketika sistem Islam diterapkan. Berikut dikutip dari tulisan Dr. Fahmi Amhar, bahwa ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengaturan transportasi;
Pertama, prinsip bahwa pembangunan infrastruktur adalah tanggungjawab negara, bukan cuma karena sifatnya yang menjadi tempat lalu lalang manusia, tetapi juga terlalu mahal dan rumit untuk diserahkan ke investor swasta.
Kedua, prinsip bahwa perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi. Ketika Baghdad dibangun sebagai ibu kota, setiap bagian kota direncanakan hanya untuk jumlah penduduk tertentu, dan di situ dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan. Sebagian besar warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar.
Ketiga, negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi terakhir yang dimiliki. Teknologi yang ada termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan hingga alat transportasinya itu sendiri.
Sedangkan untuk kendaraannya sendiri, sesuai teknologi saat itu, kaum muslimin telah menggunakan jenis kuda dan unta yang makin kuat menempuh perjalanan. Untuk di laut mereka juga banyak mengembangkan teknologi kapal. Tipe kapal yang ada mulai dari perahu cadik kecil hingga kapal dagang berkapasitas di atas 1000 ton dan kapal perang untuk 1500 orang. Pada abad 10 M, al-Muqaddasi mendaftar nama beberapa lusin kapal, ditambah dengan jenis-jenis yang digunakan pada abad-abad sesudahnya.
Islam memiliki politik ekonomi yang menjamin kebutuhan rakyat banyak dengan mudah dan murah serta aman dan nyaman. Islam mewajibkan kepada umatnya untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam secara mandiri, yaitu meniadakan campur tangan asing dalam pengelolaannya. Hal ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang ada dengan cara meningkatkan kemampuan individunya. Dengan bekal ilmu yang mumpuni, pengelolaan dapat dilakukan secara independen, sehingga hasil maksimal dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat. Wallahu a'lam bish-shawab.[AR]


0 Komentar