Vivisualiterasi.com- Pasca melahirkan ibu akan mengalami banyak perubahan pada dirinya, mulai perubahan bentuk tubuh, emosional hingga bisa berpotensi mengalami gangguan kesehatan mental.
Media sosial dihebohkan dengan video yang menampilkan seorang ibu diduga hendak membuang bayinya di sebuah perlintasan rel kereta Commuter Line. Kapolsek Pasar Minggu Kompol David Pratama Purba mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada Sabtu, (2/9). Dia menyebut bahwa aksi itu bukanlah sebuah keinginan membuang bayi lantaran dugaan percobaan bunuh diri, karena si ibu diduga stres. (viva.co.id, 5/9/2023)
Sepanjang tahun 2020, berdasarkan hasil penelitian menjelaskan, 32% ibu hamil mengalami depresi dan 27% depresi pasca melahirkan. Selain itu, penelitian skala nasional menunjukkan 50-70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues.
Baby Blues Masalah?
Baby blues atau bisa disebut juga postpartum depression adalah kondisi perubahan emosional wanita baik mulai hamil, melahirkan hingga menyusui. Kedua kondisi ini berbeda namun sama-sama sering dianggap sepele tapi berakibat fatal.
Perbedaan baby blues dan postpartum depression mulai durasi gejala ibu mulai mengalami baby blues biasanya lebih singkat 2 hari sampai 2 minggu dan berangsur berkurang. Untuk postpartum depression terjadi selama 1 bulan sampai 1 tahun pasca melahirkan. Postpartum depression menimbulkan gejala yang sama dengan baby blues, ditandai dengan naik turunnya suasana hati, lebih sensitif, mudah emosi marah atau menangis, cemas hingga stres, postpartum depression ini terjadi pada 5-7% pada ibu setelah melahirkan namun lebih serius bahkan pada beberapa kasus ibu yang mengalami ini memiliki atau berupaya untuk melakukan bunuh diri.
Baby blues ini terjadi pada ibu sebab di antaranya:
Pertama, perubahan hormonal yang terjadi disebabkan turunnya hormon estrogen dan progesteron mulai saat kehamilan hingga melahirkan. Yang berakibat ibu menjadi lebih mudah lelah, perubahan emosi hingga depresi.
Kedua, perubahan aktivitas ibu pasca melahirkan. Setelah melahirkan ibu akan punya rutinitas baru sebab kehadiran si kecil mulai rutinitas harian bayi yang menyita banyak tenaga juga waktu ibu yang berdampak juga pada kesehatannya.
Ketiga, belum siap dengan kehadiran si-kecil. Belum siapnya baik suami ataupun istri untuk menjadi ayah dan ibu. Mulai dari kesiapan juga persiapan mental, emosional hingga finansial.
Finansial menyumbang baby blues pada ibu. Penyebab baby blues adalah ibu yang tertekan hingga depresi secara emosional hingga berdampak pada mental. Sebab tidak stabilnya kondisi finansial ekonomi keluarga yang menjadi beban pikiran ibu. Sistem hari ini membuat ekonomi para keluarga baru menjadi semakin terhimpit dan terjepit dengan mahalnya biaya yang dikeluarkan baik untuk keperluan sehari-hari terlebih setelah hadirnya bayi. Sehingga tuntutan besar untuk terpenuhinya kebutuhan keluarga menjadi fokus utama oleh ayah dan akhirnya tidak terlibat dalam pengasuhan. Mendidik anak soal sinergitas keduanya,karena hadirnya ayah dalam pengasuhan juga memengaruhi kondisi mental ibu. Ketidaksiapan mulai dari awal dan kondisi yang makin mendukung kedua orang tua baru ini menjadi support yang membuat ibu mengalami baby blues.
Baby blues hingga postpartum depression ini bukan hanya sekadar permasalahan labilnya emosional ibu pasca melahirkan. Tapi baby blues ini menyangkut paradigma kepemimpinan dan aturan yang di terapkan sistem sekuler kapitalistik hari ini, negara tak mampu menjamin dan memenuhi bahkan menyelesaikan permasalahan masyarakat bahkan termasuk baby blues serta masalah turunannya. Pasangan yang hendak menikah dan membina rumah tangga tak jarang mereka menjalani kehidupan rumah tangga tanpa ilmu dan kesiapan yang matang. Sistem hari ini tak menyiapkan generasi untuk layak dan mumpuni menjadi pendidik generasi. Jika ingin memiliki informasi dan referesi untuk menbina rumah tangga misalnya, sistem hari ini memanfaatkannya untuk tujuan komersialisasi seperti kelas pranikah, parenting, dll.
Akhirnya para pasangan yang bersatu dalam rumah tangga minim informasi dan referensi. Bahkan orientasi pernikahan yang dipikirkan generasi hari ini semata hanya kebahagiaan sehingga ketika dihadapkan dengan masalah mereka tidak mampu menghadirkan problem solving dari permasalahan yang berakhir pada diri generasi yang mudah stres dan depresi.
Islam Menyelesaikan Baby Blues
Seharusnya memiliki anak adalah bagian dari tabi'i (tugas kehidupan) baik laki-laki dan perempuan. Memilih berkeluarga dan menjadi orang tua adalah pilihan, dan keluarga adalah unsur terkecil yang menjadi bagian dari masyarakat dan bahkan memengaruhi kualitas masyarakat. Maka memiliki anak adalah amanah bukan masalah. Terutama Islam memberikan tugas mulia pada perempuan menjadi Al ummu wa rabbatul bayt (ibu pengatur dan pengurus rumah) dan Al ummu madrasatul ula (ibu sekolah pertama). Umat Islam pernah berjaya menjadi percusuar peradaban manusia dengan generasi luhur dan mumpuni tak serta merta lahir begitu saja. Ia di didik oleh seseorang yang disebut ibu.
Namun bagaimana ibu bisa mendidik generasi menjadi generasi yang mumpuni jika mengalami baby blues hingga depresi. Baby blues adalah alami bagi seorang ibu tapi bukan berarti itu menjadi alasan seorang ibu tidak menjalankan peranannya,maka Islam melalui penerapan institusi negara akan memperhatikan dan akan mengoptimalkan peran ibu:
Pertama, menerapkan kurikulum pendidikan yang berbasis akidah Islam. Membina akidah dan ketakwaan individu baik laki-laki dan perempuan yang menghasilkan output kepribadian Islam dengan pemahaman tsaqafah Islam. Negara akan memberi fasilitas untuk pendidikan masyarakat bahkan menyediakan fasilitas pendidikan khusus untuk menyiapkan diri untuk menjadi ayah dan ibu, agar generasi memiliki pemahaman, ilmu, juga mengerti tugas, peranan dan kewajiban masing-masing dalam rumah tangga yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat. Akhirnya para calon orang tua baik ayah terutama ibu telah memahami mendidik anak adalah bagian dari amanah, maka tidak akan mudah baginya mengalami tertekan bahkan depresi dalam menjalankan peranannya.
Kedua, sistem Islam akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok keluarga dan lapangan kerja bagi para laki-laki atau ayah. Negara menjamin terpenuhinya kebutuhan mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan pendidikan dan keamanan bagi setiap masyarakat. Sehingga ayah dapat menjalankan peranannya secara optimal untuk mencari nafkah dengan mudah dan ibu dapat menjalankan peranannya juga dengan optimal sebab tak terbebankan masalah ekonomi atau ibu yang ikut bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Ia fokus untuk menjalankan tugas mulianya sebagai ibu yang mengasuh dan mendidik anak-anak.
Ketiga, lingkungan yang mendukung orang tua terutama ibu dalam mendidik dan mengasuh anak-anak. Pada penerapan Islam sebagai sistem yang mengatur masyarakat, akan melahirkan suasana Islami yang terjaga dari keburukan dan kemaksiatan. Terbiasa beramar maruf nahi mungkar. Sehingga suasana seperti itu akan menjadi support untuk ibu dalam memaksimalkan perannya.
Islam memperhatikan dan memaksimalkan juga menanggapi serius persoalan ibu ini adalah masalah yang penting sebab generasi yang akan lahir dan terdidik dipengaruhi dari ibunya. Jika ibunya tangguh, mumpuni, cerdas dengan pemahaman tsaqafah yang baik maka akan mencetak generasi yang tangguh, cerdas dan menjadi penggerak kebaikan.
Semua hal ini mampu terealisasi hanya dengan penerapan sistem Islam dalam institusi negara yang mampu mendidik, menjaga dan menjamin hak, peranan dan optimalnya ibu dalam menjalankan kewajibannya. Agar dalam diri mereka tertanam keyakinan yang kuat bahwa semua dilakukannya semata untuk Islam. Yang telah terbukti oleh para ibu dimasa lalu yang telah berhasil mendidik anak-anaknya, hingga memberikan sumbangsih besar tegaknya peradaban mulia. Wallahua'lam.[NFY]


0 Komentar