Oleh Rahmah Afifah
(Mahasiswi dan Aktivis Dakwah)
Vivisualiterasi.com- Aturan Golden Visa bagi investor asing memang menjadi topik yang banyak dibicarakan belakangan ini. Menurut data, beberapa negara di berbagai belahan dunia telah menerapkan aturan ini sebab Golden Visa atau yang disebut sebagai visa istimewa untuk Warga Negara Asing (WNA) berkualitas ini, diklaim telah berhasil membawa dampak perekonomian termasuk investasi yang begitu menguntungkan bagi negara pengaya Golden Visa.
Berkenaan dengan hal ini Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia yang dilansir dari ekonomi.republika.co.id pada Minggu (10/9/2023) menyebut bahwa melalui Golden Visa, investor asing akan diberikan pelayanan yang mudah ketika berinvestasi di Indonesia. Sehingga diharapkannya mampu membawa ledakan modal di dalam negeri. Namun, apakah benar demikian?
Perspektif Program Golden Visa dalam Konteks Investasi Asing
Menurut OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), Skema Izin Tinggal melalui Investasi (Residency by Investment) dan Kewarganegaraan melalui Investasi (Citizenship by Investment), yang juga dikenal sebagai 'Golden Visa' dan 'Golden Passport', adalah program pemerintah suatu negara untuk memberikan izin tinggal atau kewarganegaraan kepada Warga Negara Asing (WNA) dengan melakukan investasi atau membayar sejumlah biaya.
Lebih lanjut, pemegang Golden Visa mendapatkan keuntungan eksklusif, termasuk kemudahan dan kecepatan dalam prosedur dan persyaratan permohonan visa serta urusan imigrasi, akses multiple entries, jangka waktu tinggal yang lebih lama, hak milik aset di dalam negara, serta jalur cepat untuk pengajuan kewarganegaraan. Sebagaimana terdapat pada laman oecd.org yang kemudian diterjemahkan pada Minggu (10/9/2023).
Aturan Golden Visa memberikan izin tinggal selama 5 sampai 10 tahun bagi investor asing yang berinvestasi dengan besaran tertentu. Adapun negara-negara yang menerapkan aturan ini seperti Portugal, Spanyol, dan Yunani berhasil menarik minat investor asing untuk menanamkan modalnya di negara tersebut. Sementara itu di Indonesia sendiri, kebijakan pemberlakukan Golden Visa telah berlaku dan sebagai pengetahuan hal ini didasarkan kepada Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 22 tahun 2023 serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82 tahun 2023.
Bahkan beberapa waktu yang lalu, orang-orang dihebohkan dengan kabar bahwa Samuel Altman, CEO dari perusahaan OpenAI, telah menjadi orang asing pertama yang diberikan Golden Visa RI setelah aturan tersebut diumumkan pada akhir bulan Agustus. Altman menerima jenis visa "tokoh dunia" yang memungkinkannya tinggal selama 10 tahun di Indonesia. Penandatanganan visa ini dilakukan oleh Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim.
Kontroversi Program Golden Visa, Bukan hanya Indonesia namun Seluruh Dunia
Meskipun digadang-gadang dapat menjadi satu dari banyaknya pilar penopang perubahan ekonomi Indonesia, kebijakan memberikan izin tinggal dan kewarganegaraan berdasarkan investasi alias Golden Visa ini sesungguhnya sudah banyak mendapat kritik karena dianggap sebagai penjualan kewarganegaraan. Bagaimana tidak? Sebab dalam hukum internasional pun hanya ada dua prinsip terkait kewarganegaraan, yakni jus soli (kewarganegaraan ditentukan oleh tempat lahir) dan jus sanguinis (kewarganegaraan ditentukan oleh pertalian darah). Artinya, pemberian kewarganegaraan melalui investasi dianggap melanggar kedua prinsip tersebut.
Selain itu, kebijakan memberikan izin tinggal dan kewarganegaraan berdasarkan investasi juga dikritik karena dianggap tidak adil dan diskriminatif. Kebijakan ini hanya memberikan kesempatan kepada orang-orang yang memiliki banyak uang atau modal untuk tinggal, bekerja, dan melakukan usaha di suatu negara. Para investor jelas begitu diuntungkan karena mereka bisa mendapatkan izin tinggal yang lebih mudah dan stabil dalam jangka waktu yang cukup lama. Namun, bukankah hal ini layaknya mengokohkan posisi pihak asing sebagai anak emas sedangkan rakyat malah dianaktirikan di negaranya sendiri?
Bahkan apabila mengutip perkataan yang dituliskan oleh Lusia Novita Sari selaku Kepala Subbidang Hubungan Bilateral Afrika dan Timur Tengah, Kedeputian Polhukam, Sekretariat Kabinet pada bulan April lalu. Dirinya menyebut dampak negatif dari Program Golden Visa yang diketahui memiliki risiko seperti penyalahgunaan izin tinggal dan usaha, meningkatnya kasus korupsi, penghindaran pajak, pencucian uang, dan pendanaan terorisme. Hal ini menyebabkan beberapa negara Eropa, termasuk Hongaria, Inggris, Bulgaria, dan Portugal untuk menghentikan program Golden Visa mereka.
Sebagai contoh kasus yang sempat terjadi pada tahun 2020, sebuah investigasi jurnalistik oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) dan media Swiss, Le Temps, menunjukkan bahwa lebih dari 500 penerima Golden Visa di Portugal berasal dari daftar hitam Uni Eropa karena mereka telah terbukti terlibat dalam aktivitas ilegal seperti pencucian uang, korupsi, atau penipuan. Dalam beberapa kasus, pihak berwenang bahkan menemukan bahwa individu tersebut sebenarnya tidak memiliki hubungan bisnis atau investasi yang sah dengan Portugal.
Melihat Lebih Dalam: Analisis Program Golden Visa dalam Konsep Ekonomi Syariah
Situasi ini sekali lagi, menunjukkan sifat sistem ekonomi kapitalisme yang beroperasi di negara ini, di mana negara hanya melayani kepentingan para pemilik modal lokal dan asing. Negara terus memperluas kesempatan bagi para kapitalis untuk memperluas usahanya, sementara mayoritas rakyat yang tidak memiliki modal usaha mengalami pengekangan dalam mencari pekerjaan. Ini adalah contoh nyata dari negara yang berfungsi dalam sistem demokrasi kapitalisme namun terus-menerus mengabaikan kepentingan dan kebutuhan rakyatnya.
Tidak seperti dalam sistem ekonomi kapitalisme, Negara Islam menerapkan aturan-aturan yang ketat dalam mengatur investasi asing sebagai bagian dari politik luar negeri. Meskipun Negara Khilafah memperbolehkan keberadaan investor baik warga negara Khilafah maupun asing, namun investasi tersebut harus sesuai dengan hukum syariat Islam. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa investasi tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama serta memenuhi kebutuhan rakyat dan orang banyak.
Ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar investasi asing dapat diterima:
Pertama, investasi asing tidak boleh digunakan untuk mengelola sumber daya alam milik umum, melainkan harus difokuskan pada pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan kebutuhan hidup orang banyak.
Kedua, investasi asing tidak boleh mengandung unsur riba, baik itu dalam bentuk bunga atau kontrak-kontrak yang bertentangan dengan syariat Islam.
Ketiga, investasi asing tidak boleh menjadi alat penjajahan ekonomi dan menciptakan monopoli ekonomi. Dengan demikian, negara Islam memastikan bahwa investasi asing memberikan manfaat bagi rakyat dan tidak merugikan kepentingan nasional.
Penerapan aturan-aturan ketat dalam mengatur investasi asing di negara Islam menunjukkan komitmen yang tinggi untuk melindungi kepentingan rakyat dan mencegah terjadinya eksploitasi oleh investor. Hal ini sangat penting mengingat banyak negara-negara berkembang yang rentan mengalami penjajahan ekonomi akibat masuknya modal dari investor asing yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, dengan membatasi investasi asing pada sektor-sektor tertentu, negara Islam juga memprioritaskan pengembangan sumber daya alam milik umum untuk kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Dengan adanya persyaratan yang ketat dalam mengatur investasi asing, negara Islam dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang seimbang dan adil bagi seluruh warga negaranya serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penerapan sistem ekonomi syariah dapat menjadi alternatif bagi negara-negara lain yang ingin melindungi kepentingan nasional serta menciptakan kemakmuran bagi rakyat. Wallahu ‘alam bish-shawab.[NFY]
0 Komentar