Subscribe Us

TIDUR DAN KELAPARAN DI ATAS EMAS?

Oleh Nur Hajrah MS 
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)

Vivisualiterasi.com- Kemarau panjang tengah melanda Papua dan daerah sekitarnya, khususnya di wilayah Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Papua Tengah. Akibatnya, kini daerah tersebut tengah dilanda bencana kekeringan, 7.500 warga setempat pun terancam kelaparan. Enam warga Papua yang terdiri dari lima orang dewasa dan satu orang bayi diberitakan meninggal dunia akibat bencana kelaparan tersebut. Namun, pemerintah membantah pemberitaan itu. Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan bahwa, enam warga Papua yang meninggal bukan karena kelaparan, melainkan karena terserang diare dan faktor cuaca. (bbc.com, 3/8/2023)

Pemberitaan ini tentu saja menyayat hati. Bagaimana tidak, bahkan diberitakan ada seorang ibu terpaksa melahirkan prematur akibat kelelahan mencari makanan. Mirisnya lagi, bencana ini hampir setiap tahunnya terjadi, tetapi upaya penanganan selalu tiba masa tiba akal. Bantuan yang telah dikumpulkan pun terhambat untuk didistribusikan, karena beberapa wilayah di daerah tersebut hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Selain itu, faktor keselamatan dan keamanan pun begitu diperhitungkan, karena ancaman dari KKB Papua yang selalu menghantui.

Tidur dan Kelaparan di Atas Emas

Tanah Papua merupakan daerah yang kaya akan sumber daya mineralnya terutama emas. Namun, kekayaan ini ternyata tidak bisa menjamin kesejahteraan untuk masyarakatnya. Enam orang meninggal bukanlah kasus pertama kalinya terjadi akibat kekeringan. Bencana kekeringan hampir tiap tahun terjadi di daerah tersebut, namun upaya penanganan selalu tiba masa tiba akal. Pembuatan lumbung hanyalah sebatas wacana yang belum juga terlaksana. Dan di saat korban telah berjatuhan justru menyalahkan cuaca? 

Sebagai manusia yang lemah dan terbatas tentu saja tidak dapat mengatur kondisi cuaca. Tetapi sebelum masa kekeringan itu tiba, sejak awal 2023 BMKG telah memperingatkan bahwa akan terjadi musim kemarau yang panjang di daerah Papua. Dengan tujuan agar pemerintah setempat mempersiapkan diri sebelum musim kemarau itu tiba. 

Seperti yang diketahui, Papua merupakan daerah yang kaya akan sumber daya mineralnya, terutama emas. Karena kekayaan inilah yang menempatkan Papua sebagai salah satu daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Indonesia. Namun, di balik pencapaian ini ternyata masih ada masyarakatnya yang meninggal kerena kelaparan. Beginilah penampakan ketika suatu negara telah terkontaminasi dengan paham kapitalisme, paham yang berusaha memisahkan agama dari segala aspek kehidupan. Sehingga cuaca pun mereka kambing hitamkan atas bencana kelaparan yang terjadi. Padahal para kapitalis lebih tertarik terhadap harta Bumi Cendrawasih dan selalu berupaya untuk menguasainya. 

Mereka tidak pernah peduli bahwa kesejahteraan, kenyamanan dan keamanan masyarakat merupakan hal yang utama. Belum lagi dengan kasus KKB Papua yang belum juga terselesaikan bertahun-tahun lamanya, yang menjadi salah satu penyebab terhambatnya distribusi bantuan dan pembangunan daerah di tanah Papua. Maraknya kasus korupsi pun, menjadi salah satu penghambat berkembangnya daerah tersebut. Lalu, tinggallah masyarakat yang menjadi korbannya akibat ketamakan para kapitalis yang haus akan harta.

Lain halnya dengan sistem pemerintahan Islam, yaitu Khilafah. Jika ada masyarakat yang kelaparan, apalagi jika sampai menelan korban maka Khalifah atau pemimpinnya akan merasa sangat bersalah dan berdosa kerena gagal dalam menjalankan amanah yang telah diberikan. Untuk itulah Khalifah selalu memastikan bahwa tidak ada masyarakatnya yang tertidur dalam kondisi kelaparan. 

Teladan yang patut dicontoh adalah Khalifah Umar bin Khattab. Setiap malam beliau selalu menyusuri kota untuk memastikan tidak ada masyarakatnya yang kelaparan. Hingga pada suatu saat, Khalifah Umar bertemu dengan seorang ibu yang hanya bisa memasak batu untuk menghibur anaknya yang sedang kelaparan. Mengetahui hal tersebut Khalifah Umar segera kembali ke Madinah sambil meneteskan air mata. Beliau merasa sangat bersalah dan memohon ampunan Allah Swt. Sesampainya di Madinah, tanpa beristirahat beliau segera mengambil sekarung gandum dan memikulnya sendiri. Aslam, sahabat Khalifah Umar bahkan menawarkan diri untuk memikul gandum tersebut, namun Umar Bin Khattab menolaknya. Karena menurut beliau, Aslam bisa saja menggantikannya untuk memikul bebannya di dunia, tetapi Aslam tidak bisa memikul bebannya di hari pembalasan.

Khalifah Umar benar-benar berusaha menjalankan tugasnya, sebagaimana pesan Rasulullah saw., "Setiap pemimpin adalah pengatur dan pemelihara urusan rakyatnya, yang kelak dia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya."(HR. Bukhari dan Muslim)

Jika pemimpin dalam sistem kapitalisme masih bisa tertidur di saat ada masyarakatnya yang kelaparan, lain halnya dengan pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam. Khalifah tidak akan bisa tertidur jika mengetahui ada rakyatnya yang kelaparan. Karena ia selalu memikirkan pertanggungjawaban atas amanah yang diberikan kepadanya begitu besar. Khalifah tidak pernah mengharapkan imbalan dalam menjalankan tugasnya. Karena Khalifah menjalankan tugasnya semata-mata hanya mengharapkan rida Allah Swt. 

Sesungguhnya hanya dengan menerapkan Islam kafah sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi umat saat ini, termasuk persoalan bencana kelaparan yang terjadi di Papua. Wallahu a'lam bish-shawab.

Posting Komentar

0 Komentar