Vivisualiterasi.com- Meningkatnya angka kriminalitas di negeri ini membuat rakyat kehilangan rasa aman, tahun lalu disebutkan angka kriminalitas 2022 naik 7,3 persen dari tahun 2021. Tingkat kejahatan 2022 menjadi 276.507 perkara dari sebelumnya pada 2021 sebanyak 257.743 kasus. Tidak menutup kemungkinan di tahun 2023 ini akan jauh lebih banyak lagi. Dilaporkan di beberapa daerah telah mengalami peningkatan kriminalitas. Aparat keamanan menggerakkan patroli di beberapa daerah rawan kejahatan.
Tindak kejahatan pembunuhan yang sering terjadi akhir-akhir ini sudah pasti bukan kejahatan pertama, tetapi ironisnya seiring meningkatnya kuantitas pembunuhan meningkat pula kualitas pelaku dalam upaya penghilangan barang bukti maupun kesadisannya. Jika dulu sering mendengar pelaku pembunuhan menghilangkan barang bukti dengan cara membuang, mengubur, atau membakar korban, kini lebih sering pelaku melakukan mutilasi terhadap jasad korban dan disebar ke beberapa titik.
Seperti yang dilansir oleh Liputan6.com (15/7/2023) Polres Kediri, Jawa Timur, menangkap pelaku pembunuhan wanita berinisial DL (20), warga Desa Banggle, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Kasat Reskrim Kediri AKP Rizkika Atmadha Putra menyatakan pelaku adalah ayah kandung korban.
Seorang mahasiswa berinisial R (20) asal Pangkalpinang yakni W (29) dan RD (38) ditangkap polisi. Dari hasil pemeriksaan polisi, diketahui jika pelaku sempat merebus potongan tubuh korban. Dirreskrimum Polda DIY Kombes FX Endriadi para pelaku melakukan kekerasan di kamar kos milik W pada Selasa (11/7). Kekerasan itu yang membuat korban R meninggal dunia dan membuat pelaku panik hingga memutilasi R. Apa saja yang mereka mutilasi, sesuai yang kita dapatkan di TKP yaitu dengan cara memotong kepala, pergelangan tangan, dan kaki kemudian memotong bagian tubuh menguliti," kata Endriadi saat rilis perkembangan kasus mutilasi, Selasa, 18/7/2023 (Kompas.com).
Pada Maret lalu, Polda Yogyakarta telah menangkap pelaku pembunuhan yang diikuti mutilasi berinisial HP terhadap seorang ibu dua anak, A, di Kaliurang, Sleman. Polisi menyebut, pelaku memutilasi tubuh korban -dengan pisau hingga gergaji- menjadi 65 bagian. (BBC, 23/3/2023). Mahasiswa inisial R, korban mutilasi di Sleman ditemukan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di lima titik sejak penemuan pertama hari Rabu (12/7) kemarin. CNNIndonesia.com, (16/7/2023).
Ironisnya, pelaku kriminalitas pun makin marak dilakukan oleh generasi muda mulai dari klitih, tawuran, pembunuhan, kekerasan seksual. Semua tindakan tersebut bahkan tanpa ragu menghilangkan nyawa korban meskipun teman bahkan anak kandung sendiri.
Masih banyak lagi kriminalitas yang makin meningkat baik dalam segi kuantitas dan kualitasnya. Ada peredaran narkoba, pencurian dan perampokan, pemerkosaan, human trafficking, dll. Semuanya tetap eksis dengan modus yang terus berkembang guna menghindari penangkapan seiring terciumnya kejahatan mereka.
Ada apa dengan sistem kehidupan hari ini? Dalam sistem sekuler liberal kapitalistik yang menguasai secara global saat ini, seakan hidup begitu dekat dengan bayang-bayang rasa tidak aman. Mengapa kualitas dan kuantitas kriminalitas meningkat dalam sistem sekuler liberal kapitalistik? Apa dampak meningkatnya kualitas dan kuantitas kriminalitas? Bagaimana strategi menciptakan rasa aman bagi masyarakat dalam kehidupan bernegara?
Lemahnya Jaminan Keamanan Negara dalam Sistem Sekuler Liberal Kapitalistik
Kriminalitas terjadi bukan begitu saja tanpa adanya sebab pemicu, bahkan kerap terjadi pembunuhan acak hanya sekadar muncul rasa ingin membunuh saja. Inilah perwujudan manusia sadis, biadab, dan mengerikan. Kemunculan orang bengis seperti ini pun bukan secara fitrah, tetapi karena dibentuk oleh lingkungan pertumbuhannya.
Adapun faktor eksternal penyebab kriminalitas seseorang biasanya dipicu oleh beberapa hal, di antaranya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Pelaku yang berpendidikan rendah sering spontan melakukan kejahatan tanpa sempat berpikir dua kali. Lantas, kemajuan teknologi menjadikan informasi mudah tersebar. Pelaku kriminal kerap menjadikan modus operandi pelaku kriminal lain sebagai ide kejahatan yang sama, bahkan terkadang dibalut lebih sempurna lagi.
Penjajahan budaya dan kecanggihan berbagai barang-barang elektronik, memicu pelaku kriminalitas untuk mencuri, merampok, bahkan tidak segan membunuh dengan cara yang sangat sadis. Kesenjangan sosial menimbulkan rasa iri dan dendam hingga memicu perbuatan kriminal seperti merampok, mencuri, begal, dll. Fanatisme, sikap ini kerap memicu penggemar klub-klub olah raga yang tersinggung karena kekalahan, hingga terjadi tawuran, penganiayaan, bahkan pembunuhan. Dan juga rasisme, ini biasanya dipicu karena rasa kedaerahan, akan mudah tersinggung egonya ketika berselisih dengan yang berbeda darinya, terjadi penganiayaan yang tak jarang memakan korban.
Faktor eksternal saja bisa jadi tidak akan memicu kriminalitas ketika tidak didorong oleh faktor internal dari pelaku kejahatan, di antaranya yaitu rasa iri dapat memicu kriminalitas seperti pencurian, perampokan, yang bisa jadi memakan korban jiwa. Sifat sombong menjadikan seseorang mudah tersinggung dan dapat memicu kriminalitas seperti penganiayaan, pencurian, bahkan pembunuhan. Materialistis dan rakus dapat memicu kriminalitas seperti korupsi. Stres atau depresi yang suka dilampiaskan kepada orang lain, lemah iman memicu pelaku berbuat kriminal apa pun tanpa memiliki rasa takut akan konsekuensi tindak kejahatannya.
Berbagai faktor eksternal dan internal di atas telah diperparah dengan penerapan sistem kehidupan yang berasaskan sekuler yang tidak lagi memandang nilai-nilai agama dalam kehidupan. Belum lagi gaya hidup liberal telah memicu manusia tanpa malu berbuat apa pun meskipun menabrak nilai-nilai moral, apalagi agama. Kemudian diperparah oleh kehidupan yang serba kapitalistik, memberi tekanan yang besar bagi masyarakat dengan sulitnya memperoleh materi, yang berkecukupan materi pun menjadi makin tamak dan rakus tanpa rasa puas.
Selain itu, dalam sistem sekuler liberal kapitalistik ini penegakan hukum yang lemah menjadi faktor utama makin meningkatnya kuantitas dan kualitas kriminalitas. Hukum yang tidak mampu menjerakan terlihat nyata, memperluas cakupan tindak kejahatan. Pelaku tidak takut meski harus berulang kali masuk penjara.
Hukum yang tebang pilih, siapa yang berkuasa dialah yang mampu membeli hukum bukan sesuatu yang aneh dalam sistem kapitalis sekuler seperti saat ini. Lalu mana mungkin akan diperoleh rasa keadilan. Inilah bukti nyata lemahnya jaminan keamanan negara dalam sistem sekuler liberal kapitalistik.
Rasa aman dalam kehidupan sehari-hari tentu menjadi bagian dari kebutuhan pokok bagi masyarakat, dan ini sudah seharusnya menjadi tanggung jawab sebuah negara. Negara tidak hanya sebagai pengurus bagi urusan setiap rakyat, juga menjamin keamanan bagi setiap warga negaranya.
Rakyat merasa terintai oleh berbagai macam modus kejahatan yang terus bermutasi. Dalam kehidupan serba sekuler liberal kapitalistik ini sedikit salah menyinggung orang nyawa bisa melayang, berselisih berujung penganiayaan. Bahkan, hidup terasa tidak aman ketika hidup berdampingan dengan orang-orang yang bermasalah secara mental, bisa jadi sasaran acak kejahatan mereka.
Rantai kriminalitas yang seakan tiada terputus ini benar-benar membutuhkan peran negara sebagai aparatur penegak hukum yang mampu memberi keadilan dan menjerakan. Namun, sayang sekali dalam penerapan hukum di sistem kapitalis ini sistem hukum hilang fungsi. Nampak nyata dengan kriminalitas yang makin meningkat kuantitas dan kualitasnya. Alhasil, rakyat makin jauh dari rasa aman dan hidup dalam bayang-bayang kriminalitas.
Islam Mampu Menciptakan Rasa Aman bagi Masyarakat dalam Kehidupan Bernegara
Keamanan yang menjadi bagian dari kebutuhan pokok masyarakat tentu menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya. Bahkan, negara sebagai riayatul syu'unil ummah (pengurus urusan umat) bukan hanya wajib memberi jaminan keamanan bagi rakyatnya, tetapi juga memenuhi dan mempermudah rakyat untuk memperoleh semua kebutuhan pokok dan kebutuhan publiknya.
Negara yang berperan penuh ini juga harus ditunjang dengan para pemimpin yang memiliki bertanggung jawab penuh pula dengan meyakini bahwa tanggung jawabnya merupakan amanah yang harus ditunaikan, yang tentunya kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Negara ini juga tidak akan mampu berjalan dengan baik dengan hanya memiliki pemimpin yang baik, dibutuhkan sistem yang benar dalam mengurusi setiap urusan rakyat. Pemenuhan tanggung jawab negara tidak bisa hanya bersifat parsial, namun harus komprehensif karena sistem kehidupan dalam masyarakat saling berketerikatan.
Kejahatan sosial dipicu oleh sistem sosial yang buruk, begitu pula kejahatan lain bisa dipicu oleh buruknya penerapan sistem ekonomi. Buruknya sistem politik luar negeri bisa menyebabkan intervensi negara hingga sistem keamanan tidak terwujud sempurna. Kita dapat melihat dengan jelas dalam peradaban sekuler liberal kapitalisme saat ini, di setiap wilayah di negeri ini berbagai macam kriminalitas telah menyebar luas. Di dalam sistem kehidupan hari ini setiap detik di dunia terjadi kriminalitas. Rasa aman itu bukan hanya tidak bisa diwujudkan di negeri ini saja, tapi di seluruh belahan dunia.
Oleh karena itu, solusi meningkatnya kriminalitas ini harus diselesaikan dari akar masalahnya. Sistem buatan manusia akan memiliki banyak celah hingga menciptakan kerusakan seperti saat ini. Berbeda dengan sistem sahih dari Pencipta manusia, tentu dapat menjadi pengatur sempurna bagi kehidupan manusia.
Maka untuk memberi jaminan keamanan negara harus menghilangkan faktor-faktor pemicunya, baik internal maupun eksternal dan terlebih keberadaan sanksi hukum yang tegas dan menjerakan, karena hukum dalam sistem Islam bersifat zawajir dan zawabir.
Kejahatan yang muncul karena dorongan ekonomi akan ditekan bahkan dihilangkan ketika negara berperan dalam pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, dan mempermudah kebutuhan publiknya. Penerapan sistem ekonomi Islam secara kaffah mampu menyelesaikannya. Tidak akan dibiarkan kekayaan berputar hanya di sekitar orang kaya saja, pun tidak ada keserakahan kapitalis yang boleh menguasai harta kekayaan publik.
Kejahatan sosial tidak akan terpicu ketika negara menerapkan sistem sosial Islam, baik dari segi penjagaan pergaulan, tidak ada tontonan yang merusak, negara menjadi filter masuknya budaya dan tsaqofah asing yang merusak akidah umat.
Sistem pendidikan yang murah bahkan gratis dengan fasilitas yang mumpuni bagi seluruh rakyat tanpa pandang bulu. Sehingga dari sistem ini dapat menciptakan insan-insan yang bersyakhsiyah Islamiyyah, terjaga akidahnya. Sehingga minim terjadi kerusakan moral di tengah masyarakat.
Setelah penjaga negara telah diberikan di seluruh lini kehidupan, tetapi masih terjadi kriminalitas maka negara akan menindak dengan sanksi yang tegas dan menjerakan, sesuai dengan petunjuk syariat Islam bukan dorongan hawa nafsu apalagi kepentingan individu atau golongan.
Di masa Rasulullah ï·º ketika ada seorang wanita mencuri dan akan dijatuhi hukuman potong tangan. Usamah meminta kepada Rasulullah ï·º untuk mengurangi hukumannya. Namun Rasulullah ï·º tidak mengindahkannya meskipun yang memohon adalah sahabatnya. Seperti sabda Rasulullah ï·º, “Apakah kamu mengajukan keringanan terhadap salah satu hukuman dari Allah? Demi Allah, kalau saja Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan ku potong sendiri tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Inilah sistem Islam ketika diterapkan dalam bingkai khilafah. Sistem yang berasal dari Zat yang Mahaadil akan mampu memberikan keadilan bagi umat manusia. Jaminan keamanan menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya, nampak kegagalan sistem sekuler liberal kapitalistik dalam memenuhinya. Sistem Islam mampu maju menjadi solusi dengan menghilangkan berbagai faktor eksternal dan internal serta sanksi tegas yang mampu menjerakan. Islam dengan seperangkat aturannya secara kafah harus diterapkan di setiap lini kehidupan agar terwujud jaminan keamanan yang didambakan. Wallahua'lam bish-shawab.[Dft]


0 Komentar