Vivisualiterasi.com- Pendidikan adalah tonggak penentu kualitas generasi sebuah bangsa. Namun, apa jadinya jika tonggak yang ditegakkan tidak mampu berdiri? Tonggak tidak mampu berdiri secara sempurna karena terdapat kerapuhan pada rangkanya. Hal ini seperti yang terjadi pada pendidikan Indonesia. Berbagai kebijakan telah dilaksanakan tetapi masalah pendidikan masih belum bisa teruraikan. Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) misalnya. PPDB yang pada awalnya menggunakan nilai hasil Ujian Nasional ataupun test dirubah menjadi sistem zonasi. Sistem yang berpatokan pada jarak domisili peserta didik ke sekolah yang dituju. Selama lima tahun berjalan, sistem zonasi ini mengalami banyak polemik. Terjadi banyak dugaan kecurangan mulai dari migrasi dan manipulasi KK, jual beli kursi hingga titip nama atas nama keluarga banyak dikeluhkan para orang tua siswa. Ambisi lolos ke sekolah favorit sepertinya masih belum bisa dihilangkan meski sistem zonasi sudah diterapkan.
Berdasarkan pantauan tempo.co (13/07/2023) terdapat beberapa dugaan kecurangan yang terjadi pada PPDB 2023.
Pertama, jual beli kursi di Karawang dan Bengkulu. Salah seorang warga Kecamatan Karawang Timur mengungkapkan bahwa dia harus menggelontorkan uang sekitar Rp 3 Juta rupiah demi anaknya dapat lolos di SMP Negeri di wilayah Karawang Barat. Selain di Karawang, dugaan jual beli kursi juga terjadi di Bengkulu. Menurut Perhimpunan dan Guru (P2G), dugaan kecurangan ini dilakukan oleh sejumlah oknum guru.
Kedua, adanya pungutan liar di Karawang. Salah satu SMP Negeri Di Kecamatan Karawang Timur diduga melakukan penarikan uang sebesar Rp 1 Juta kepada seluruh orang tua siswa. Hal ini disampaikan melalui pihak koperasi dengan dalih untuk pembayaran kelengkapan seragam dan atribut sekolah.
Ketiga, domisili yang tidak sesuai di Bogor. Berdasarkan pengecekan Wali Kota Bogor, Bima Arya terdapat data beberapa rumah yang dicantumkan sebagai alamat domisili. Setelah dilakukan penelusuran, ternyata nama calon peserta didik tidak berdomisili di rumah tersebut.
Keempat, manipulasi dan pemalsuan KK di Bogor, Bekasi dan Pekanbaru. Di Bogor ditemukan manipulasi KK dimana calon peserta didik berdomisili di kontrakan atau kos-kosan yang dihuni oleh pekerja. Di Bekasi, Pelaksana Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto menemukan satu nama calon peserta didik yang terdaftar namun berdomisili di tempat yang berbeda-beda. Di Pekanbaru, ditemukan KK yang terlihat seperti diedit untuk dirubah datanya.
Kelima, pejabat yang menitipkan nama peserta didik ke sekolah tertentu di Kepulauan Riau.Menurut Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau, Lagat Parroha Patar Siadari, pihaknya telah menemukan nama sejumlah oknum pejabat yang menitipkan anak koleganya agar bisa lolos ke sekolah tertentu di PPDB 2023.
Melalui beberapa fakta diatas sudah seharusnya membuat mata kita semakin terbuka lebar bahwa terdapat banyak problem yang justru seperti mengaduk-aduk air dalam lumpur. Dimana problem pendidikan yang diharapkan mampu terselesaikan malah tertimpa tambahan permasalahan. Padahal sebenarnya, kebijakan zonasi ini memiliki tujuan yang baik yaitu untuk menghilangkan ambisi favoritisme sekolah dan untuk menghilangkan kasta pada dalam dunia pendidikan. Dengan adanya sistem zonasi pemerintah berharap nantinya setiap peserta didik mampu mendapatkan fasilitas yang sama. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah favorit dan sekolah pinggiran yang minim siswanya bagaikan si kaya dan si miskin yang memiliki sekat dalam status sosial.
Agaknya, permasalahan pendidikan ini tidak mampu terselesaikan selama sumber benang ruwet permasalahannya belum diuraikan.
Pertama, pandangan masyarakat tentang sekolah. Masyarakat di jaman saat ini memandang sekolah favorit adalah satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan anak menuju kesuksesan. Sekolah favorit hanya diperuntukkan untuk peserta didik yang berasal dari keluarga yang kaya, sedangkan yang miskin mau tidak mau harus menempuh pendidikan di sekolah pinggiran minim fasilitas. Kesuksesan anak hanya dilihat dari materi yang dapat dilihat oleh mata. Sekolah yang bagus dilihat dari seberapa banyak fasilitas yang ada. Stigma negatif tentang kasta dan orientasi materi ini merupakan ciri khas dari masyarkat yang teracuni sistem kapitalis.
Kedua, pemerataan pendidikan yang belum terwujud. Selama fasilitas yang ada di setiap sekola belum merata maka stigma adanya kasta, ambisi favoritisme sekolah akan terus terjadi. Sehingga tidak heran jika banyak orang tua yang akhirnya menghalalkan segala cara agar anaknya lolos ke sekolah favorit demi mendapatkan fasilitas yang terbaik. Meskipun harus merogoh kocek bahkan menempuh jarak jauh untuk berangkat sekolah setiap harinya. Akibatnya sekolah yang memiliki jarak yang dekat, mendapatkan peserta didik yang minim.
Sistem zonasi sejatinya belum benar-benar menyentuh pokok permasalahan dalam dunia pendidikan. Hal yang seharusnya menjadi fokus adalah mencari ujung benang ruwet persoalannya yaitu sistem yang menaungi sistem pendidikan itu sendiri. Selama sistem yang digunakan masih berlandaskan pada sistem sekuler kapitalis maka masyarakat akan sulit mendapatkan hak menempuh pendidikan yang layak. Dibutuhkan solusi komprehensif yang mampu menyelesaikannya. Solusi tersebut hanya ada dalam syariah Islam, sebab Islam mengatur semua urusan manusia dari bangun tidur hingga bangun negara. Dalam Islam, negara sangat berperan penting dalam hal ini yaitu menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat.
Negara yang menggunakan sistem Islam akan menerapkan sistem pendidikan yang bertumpu pada akidah Islam. Dengan menggunakan akidah Islam, peserta didik akan dibentuk menjadi generasi yang tangguh, berkepribadian Islam yang menguasai ilmu Islam dan juga ilmu-ilmu mengenai kehidupan seperti science dan teknologi. Sehingga muncul generasi terbaik yang bermanfaat bagi umat. Seperti contohnya pada zaman kejayaan Islam, terdapat banyak ilmuwan yang menguasai ilmu science tetapi mereka juga banyak berkontribusi bagi umat bahkan karyanya masih digunakan sampai sekarang. Al Khawarizmi sebagai ilmuwan pencipta angka nol, Fatimah Al Fihri sebagai universitas pertama di dunia.
Negara akan memberikan fasilitas yang mumpuni demi menunjang jalannya kegiatan belajar mengajar di setiap sekolah seperti gedung sekolah yang layak, laboratorium penunjang, buku-buku pelajaran dalam jumlah yang memadai dan lain sebagainya. Dengan adanya pemerataan fasilitas di setiap sekolah maka sistem zonasi tidak perlu untuk dilakukan karena semua sekolah memiliki penunjang yang sama.
Selain itu, negara akan menyediakan SDM pendidik yang profesional dan unggul. Dengan adanya guru yang profesional maka akan meningkatkan kualitas peserta didik. Negara bukan hanya memberikan pelayanan yang terbaik bagi para peserta didik, namun juga akan memfasilitasi dan memberikan gaji yang cukup bagi mereka.
Dengan adanya mekanisme ala Islam inilah, nantinya akan menciptakan generasi yang unggul yang tidak hanya bermanfaat bagi dirinya dan keluarganya namu juga bagi agamanya.. Generasi yang juga tidak hanya cerdas namun juga memiliki akhlak dan kepribadian Islam yang mulia.[NFY]


0 Komentar