Subscribe Us

MASA JABATAN HAMPIR HABIS, PROGRAM STRATEGIS HANYALAH LIP SERVICE

Oleh Heti Suhesti
(Aktivis Dakwah) 

Vivisualiterasi.com- Pembangunan Strategis Nasional (PSN) adalah salah satu program yang sangat digencarkan di pemerintahan Jokowi. Bahkan anggaran pembangunan infrastruktur meningkat dibandingkan pemerintahan sebelumnya.

Namun PSN yang digadang-gadang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, kesejahteraan masyarakat, dan pembangunan di daerah sepertinya hanyalah lip service belaka. 

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah melaporkan kepada Presiden Jokowi bahwa terdapat 58 Proyek Strategis Nasional (PSN) infrastruktur yang belum dimulai pembangunannya, padahal Jokowi menargetkan seluruh PSN pada 2024 harus selesai. Nilai investasi 58 PSN infrastruktur yang belum dibangun itu mencapai Rp420 triliun. Ironisnya, proyek-proyek tersebut dipastikan tidak memberikan manfaat yang optimal kepada masyarakat. (CNBC Indonesia, 13/7/2023)

Sangat disayangkan, pembangunan strategis namun tak memiliki manfaat untuk masyarakat, lalu untuk apa dan siapa? 

Buruknya Perencanaan Pembangunan

Sudah seharusnya PSN memiliki manfaat untuk kepentingan masyarakat sepenuhnya. Perencanaan pembangunan yang begitu gencar dan percepatan pembangunan dengan segala janjinya yang bombastis Namun tak realistis.

Minimnya pemasukan negara yang hanya mengandalkan dana pajak dengan target fantastis, membuat semuanya janggal. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar anggaran negara atau APBN termasuk anggaran pembangunan infrastruktur, sebagian besar dari utang. 

Ketika pendanaan negara bersumber dari utang tentu tidak ada makan siang gratis. Selalu ada hitam di atas putih dan ada yang ingin mencari untung dari setiap modal yang diberikan. 

Gencarnya pembangunan infrastruktur telah digaungkan dari masa periode pemerintahan jokowi sebelumnya yang kemudian semakin digencarkan di masa jabatan saat ini. Dan seharusnya perencanaan PSN semakin matang dan  bisa terealisasi seluruhnya.

Namun pada kenyataannya, masa jabatan yang hampir habispun masih banyak menyisakan proyek pembangunan yang mangkrak bahkan belum mulai sama sekali, seperti proyek MRT East-West Line, Kereta Semi Cepat Jakarta-Surabaya, Pelabuhan Ambon, hingga sejumlah ruas Jalan Tol Trans Sumatra. Mangraknya PSN bukti buruknya perencanaan pembangunan. 

Selain perencanaan yang buruk, kebermanfaatan bagi masyarakatpun minim, karena kebutuhan pembangunan tidak disesuaikan dengan kepentingan masyarakat seolah berdasarkan kepentingan sang pemilik modal. 

Seperti masifnya pembangunan ruas jalan tol, dengan anggaran menembus Rp403,3 triliun pada 2021 dengan panjang 1.569,17 km jalan tol yang dibangun pada masa kepemimpinan jokowi. Ini merupakan 63% dari total jalan tol sepanjang 2.499,06 km yang ada di Indonesia, mengutip data Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). 

Dengan kebutuhan anggaran yang besar tersebut seolah negara memberikan peluang pada investor atau pihak swasta untuk menanam modal bahkan divestasi proyek tersebut. 

Seperti yang dilansir katadata.co.id (17/11/22), total divestasi kepemilikan saham di tujuh BUJT tersebut menghasilkan Rp7,38 triliun. Dari hasil divestasi tersebut, Waskita memperoleh laba sebesar Rp3,02 triliun setelah dikurangi biaya investasi untuk membangun ruas-ruas jalan tol tersebut. 

Lalu apa yang didapat rakyat dari pembangunan infrastruktur tersebut? Yang terjadi, rakyat menjadi korban kapitalisasi dengan beban biaya yang tak murah untuk bisa menikmati fasilitas tersebut. 

Mandulnya Peran Negara

Peran penguasa yang seharusnya menjadi pelayan umat telah mandul dalam sistem kapitalisme yang diterapkan pemerintah ini, hubungan penguasa dengan rakyat hanyalah  untung dan rugi. 

Pemerintah yang hanya berfungsi sebagai fasilitator bukan regulator menjadikan segala kebijakan berdasarkan siapa yang membutuhkan bukan menetapkan kebijakan berdasarkan apa yang menjadi kebutuhan rakyat. Alhasil, mereka-mereka para kapitalis menjadi pihak yang memiliki banyak kepentingan sehingga wajar jika kebijakan yang ditetapkan lebih banyak memihak pada sang pemilik modal dibandingkan rakyat. Rakyat kembali menjadi korban dari hilangnya peran negara sebagai pengatur urusan umat. 

Pembangunan Pro Rakyat

Beda halnya dengan sistem Islam, pembangunan infrastruktur yang dibangun berdasarkan kebutuhan dan kepentingan rakyat sehingga perencanaannya sangat matang dan realistis juga fungsi dan manfaat pembangunannya amat sangat dirasakan. 

Selain itu, politik ekonomi Islam yang unggul memiliki ketangguhan dana yang bersumber dari kas negara maupun pengelolaan sumber daya alam yang dikelola oleh negara yang hasilnya dikembalikan kepada umat salah satunya dalam bentuk fasilitas umum atau infrastruktur sehingga tak ada sedikitpun peluang untuk berutang bahkan mengharamkan utang dengan basis bunga. 

Dengan demikian infrastruktur yang dibangun bisa dinikmati tanpa biaya mahal bahkan gratis sehingga kesejahteraan akan sangat mudah tercipta. 

Pembangunan infrastruktur dalam sistem Islam sepenuhnya untuk kepentingan umat tidak ada tujuan untuk mengambil keuntungan sepeserpun seperti halnya sistem kapitalisme. 

Semua hal tersebut bisa terlaksana karena dasar negara berlandaskan akidah Islam sehingga hanya syariat Islamlah satu-satunya yang diterapkan termasuk kesadaran akan tugas sebagai penguasa adalah melayani umat maka segala daya upaya yang mereka lakukan hanya untuk kepentingan rakyat tidak untuk yang lain.

Maka pembangunan yang pro rakyat hanya akan terwujud dengan sistem Islam, yaitu Khilafah Islamiyah. Wallahu a'lam.[AR]



Posting Komentar

0 Komentar