Subscribe Us

ANCAMAN KEKERINGAN BERIMBAS PADA KESEJAHTERAAN RAKYAT, BAGAIMANA SOLUSINYA?

Oleh Rita Yusnita
(Aktivis Dakwah)

Vivisualiterasi.com-Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia mempunyai dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Biasanya kekeringan akan melanda pada musim kemarau di mana curah hujan sedikit bahkan tidak turun sama sekali. Perubahan iklim yang ekstrim memberi pengaruh besar terhadap perubahan musim yang terjadi belakangan ini.

Prakirawan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah 1 Medan, Aryo Prasetyo mengatakan bahwa masyarakat harus menyiapkan persediaan air yang cukup seperti memaksimalkan waduk, embung, dan lainnya untuk menghadapi Fenomena El Nino. Sebab Fenomena ini diperkirakan akan berdampak pada kekeringan panjang di wilayah Indonesia. Ia menjelaskan Fenomena El Nino dipengaruhi suhu di Samudra Pasifik dan Indian Ocean Dipole yang dipengaruhi suhu di Samudra Hindia, di mana keduanya terjadi bersamaan pada musim kemarau Tahun ini. Akibatnya, curah hujan di sebagian daerah Indonesia berkurang selama periode musim kemarau ini. Bahkan, sebagian wilayah Indonesia diprediksi akan mengalami curah hujan dengan kategori di bawah normal atau lebih kering dari kondisi normalnya. (HarianJogja.com, 10/06/2023)

BMKG memprediksi musim kemarau tahun ini akan tiba lebih awal dari sebelumnya dan berdasarkan analisa BMKG, saat ini sebesar 28 persen atau 194 zona musim wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau. Jika tiga tahun terakhir (2020-2022) kerap didapati hujan di musim kemarau, maka tahun ini hal itu tidak akan terjadi. Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Makassar, Hanafi Hamzah mengatakan bahwa dalam tiga bulan (Juli, Agustus, September) tidak ada hujan di hampir seluruh Wilayah Sulsel, termasuk pegunungan meski area ini tak terlalu terdampak kekeringan. Fenomena El Nino mengakibatkan musim kemarau yang lebih ekstrim di pantai barat mulai dari Kabupaten Pinrang, Parepare, Barru, Pangkep, Maros, Makassar, sebagian Gowa, Takalar, Jeneponto, dan Selayar. Sedangkan di area Pantai timur yakni area Luwu Raya, Bone, Sinjai, dan Bulukumba. Begitu juga bagian tengah yakni Kabupaten Soppeng, Bone, dan sebagian Gowa. (antaranews.com, 10/6/2023)

Ancaman kekeringan akibat musim kemarau yang ekstrim lumrah terjadi akibat perubahan iklim yang tidak menentu. Pada umumnya curah hujan di suatu tempat dipengaruhi dua hal yaitu jumlah uap air di udara dan daya dorong yang menyebabkan gerak naik kelembaban tersebut. Jika salah satu dari keduanya berkurang, terjadilah kekeringan. Namun, ancaman kekeringan bukan hanya dipengaruhi oleh faktor alam saja, ada campur tangan manusia juga di dalamnya. Aktivitas manusia seperti irigasi besar-besaran dan intensifikasi pertanian dalam skala luas, juga pembalakan hutan secara berlebihan yang menyebabkan erosi dan  akhirnya menyebabkan penurunan kemampuan lahan untuk menangkap dan menahan air. 

Kekeringan bisa berdampak terhadap lingkungan dan pertanian daerah yang dipengaruhinya. Kekeringan yang berkepanjangan dapat merusak dan membahayakan ekonomi suatu daerah, walaupun hanya terjadi dalam setahun, belum lagi bila terjadi dalam beberapa tahun terus-menerus. Padahal Allah sudah mengingatkan dalam salah satu Firman-Nya, "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu," (QS. Al-Hadid Ayat 20).

Menelisik fakta di atas, terbukti bahwa kebijakan negara tidak berpihak pada kepentingan rakyat banyak. Kebijakan negara yang memberi kelonggaran pada pemilik modal untuk mengeksploitasi sumber daya alam berupa hutan nampaknya memberi peluang mereka berlaku berlebihan. Hal tersebut terjadi karena sistem Kapitalisme Sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini membuat mereka leluasa membuat aturannya sendiri tidak memikirkan dampak buruk yang terjadi di kemudian hari. Maka jangan heran jika ancaman kekeringan melanda negeri ini. Lantas solusi seperti apa yang mampu mengatasi ancaman kekeringan pada negeri ini?

Indonesia sebagai negara Agraris tentunya mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Namun, dampak kekeringan yang terjadi secara langsung menyebabkan turunnya produksi tanaman. Tanaman yang mati berakibat produksi tanaman menjadi rendah dan para petani mengalami kerugian secara material maupun financial. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah mulai mengantisipasi ancaman kekeringan melalui sebab utamanya, yaitu masalah kebutuhan air.

Air termasuk salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan bagi umat manusia. Keberadaan UU 17/2019 sebagai langkah pemerintah untuk mengatur sumber daya air agar tetap terjaga. Nyatanya, aturan tersebut tidaklah menjamin air bersih bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Indonesia memiliki wilayah perairan yang lebih besar dibandingkan daratannya. Namun mirisnya,  negeri maritim ini sampai mengalami krisis air dari tahun ke tahun. Ternyata jika kita ditelisik lebih jauh, ada yang salah dalam pengaturan dan pengelolaan sumber daya airnya. Dengan demikian, Indonesia wajib memiliki visi politik SDA yang orientasinya untuk kemaslahatan rakyat.

Visi yang wajib diwujudkan oleh Indonesia. Pertama, mengembalikan kepemilikan SDA pada rakyat, sebab ia terkategori milik umum. Seperti Sabda Nabi saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Dalam Islam, penguasa diberikan hak untuk mengelola SDA saja bukan untuk dimiliki, dikelola asing, bahkan dijual. Sementara hasil dari pengelolaannya diserahkan kembali pada rakyat untuk kemaslahatannya.

Kedua, SDA dikelola secara langsung oleh negara mulai dari proses produksi sampai distribusi air. Demikian pula dari sisi pengawasan. Negara mengawasi mulai dari peningkatan kualitas air dan penyaluran air bersih melalui industri perpipaan pada masyarakat. Tak hanya itu, negara memberdayakan para ahli di bidangnya agar pemanfaatan air bersih bisa berjalan lancar dan dirasakan masyarakat secara menyeluruh.

Ketiga, memelihara konversi lahan hutan dan rehabilitasi yang dilakukan negara agar daerah resapan air terjaga dan tidak hilang. Masyarakat diedukasi agar menjaga lingkungan secara bersama-sama, hidup bersih dan sehat harus menjadi kebiasaannya, serta sanksi yang tegas terhadap para pelaku kerusakan lingkungan akan diberikan negara.

Inilah solusi yang diberikan Islam untuk mengatasi bencana kekeringan dan krisis air akibat dari salah tata kelola SDA. Solusi ini hanya bisa diwujudkan dengan penerapan Islam secara menyeluruh oleh negara. Sehingga, umat manusia dapat merasakan kesejahteraan dan terlepas dari ancaman kekeringan akibat perubahan iklim yang ekstrim. Wallahua'lam bish-shawab.[Dft]

Posting Komentar

0 Komentar