Subscribe Us

RAMAI-RAMAI MENINGGALKAN DOLAR, DOMINASI AS MEMUDAR?

Oleh Novita Mayasari, S. Si
(Kontributor Media Vivisualiterasi)

Vivisualiterasi.com- Dunia hari ini dikejutkan dengan fenomena ramai-ramai meninggalkan dolar atau nama kerennya adalah dedolarisasi. Mungkin bagi sebagian orang belum pernah mendengar ataupun belum mengerti apa itu dedolarisasi? 

Sebenarnya fenomena dedolarisasi sudah lama terjadi, hanya saja 10 tahun belakang makin booming. Padahal semua tahu bahwasanya dolar AS hingga saat ini masih menjadi mata uang dominan yang digunakan dalam perdagangan internasional. Karena hal tersebut, dedolarisasi dilakukan sebuah negara untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Ditambah lagi setelah Amerika Serikat (AS) menggunakannya sebagai senjata dalam perang Rusia dan Ukraina. AS tidak segan untuk membekukan transaksi SWIFT Rusia. Padahal SWIFT merupakan sistem pembayaran Internasional, yang akses transaksinya sangat penting karena memudahkan untuk melakukan transfer ataupun menerima uang lintas negara. Beberapa negara pun mulai khawatir dan berinisiatif memilih mata uang lain untuk kebutuhan transaksi selain dolar. Dengan kata lain dedolarisasi merupakan upaya penggantian dolar yang biasanya digunakan sebagai mata uang transaksi bilateral (kerjasama internasional antar dua negara). 

Beberapa negara di dunia membentuk aliansi BRICS yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, Cina, dan South Afrika dalam rangka menggaungkan rencana penggantian dolar AS sebagai mata uang transaksi antar negara. Maka tak heran 19 negara dan beberapa negara di kawasan tanah arab seperti Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, dan lain-lain menyatakan  berminat untuk bergabung dengan BRICS. Dikutip dari m.bisnis.com (09/05/2023) Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyampaikan bahwa penggunaan dolar AS yang mendominasi transaksi perdagangan dunia terus mencatatkan penurunan. Hal ini tercermin dari data Dana Moneter Internasional (Internasional Monetery Fund/IMF) yang menyebutkan penggunaan dolar AS dalam trasaksi 6 perdagangan yang awalnya 70 %, tercatat turun dan saat ini 50%. Namun, dengan adanya dedolarisasi ini apakah ini pertanda bahwa dominasi AS makin melemah?

Dominasi AS kian Memudar

Memang benar adanya tanda-tanda AS melemah. Sebagaimana bank dunia memprediksi ekonomi AS hanya bertambah 0,5% di tahun 2023. (merdeka.com, 11/01/2023). Ini menandakan pertumbuhan ekonomi AS mengalami perlambatan. Belum lagi inflasi juga terjadi, namun masih 10-30% saja kenaikan yang terjadi. Ini terjadi karena kenaikan harga pangan dan energi di AS secara bersamaan. Ditambah lagi adanya dedolarisasi yang kian menjadi.
Hal ini bukan berarti menyatakan bahwa dominasi AS sebagai negara 'Super Power' akan segera mati, hanya sedikit melemah saja di bidang ekonomi.

Bagaimana mungkin AS secepat itu akan binasa jikalau seluruh produk hasil pemikiran AS masih dipakai dan diemban kuat oleh sebagian besar negara di dunia. Seperti paham feminis, liberal, sekuler, dan lain sebagainya. Ya, tidak bisa dimungkiri bahwa sistem yang dipakai sebagian besar di dunia adalah sistem kapitalis demokrasi. Sistem ini melahirkan paham kebebasan, yaitu bebas beragama, berpendapat, memiliki, dan bertingkah laku.

Walaupun sistem kapitalis demokrasi masih mendominasi di dunia, bukan berarti sistem ini layak untuk dipertahankan. Apalagi telah nampak beberapa kelemahan terutama sistem ekonomi yang menerapkan uang kertas (fiat money). Yaitu uang kertas yang sama sekali tidak dijamin oleh emas dan perak. Nilainya disandarkan pada undang-undang yang memaksanya menjadi alat tukar. 

Wajar saja jika berbagai masalah moneter timbul ke permukaan seperti fluktuasi nilai tukar, anjloknya daya beli, hingga inflasi. Belum lagi sistem ini bertumpu pada sektor nonriil, riba, dan perjudian. Lalu sistem keuangan seperti apa yang seharusnya diterapkan dan mampu untuk menggantikan dolar dengan mata uang yang kuat, adil, dan tentu saja lebih baik? 

Sistem Ekonomi Islam Solusi Problem Moneter

Tentu saja problem-problem moneter, seperti inflasi dan fluktuasi nilai tukar akan sering terjadi jikalau masih bertahan pada sistem ekonomi kapitalis. Sistem yang hanya menekankan pada peran kapital (modal).

Maka sudah seharusnya sebagai seorang muslim menerapkan sistem ekonomi yang bebas riba, perjudian, dan tentunya bergerak pada sektor riil. Sistem ini tentu saja sistem yang sempurna dan berasal dari Sang Khalik (Allah Swt.), yaitu sistem Islam. Dengan menerapkan sistem ekonomi Islam dan mata uang berbasis emas (dinar) dan perak (dirham), maka segala macam problem moneter insya Allah tidak akan pernah terjadi. Hal ini dikarenakan sistem dinar dan dirham memiliki banyak keunggulan. Sebagaimana di dalam kitab Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah karya dari Syeikh Abdul Qadim Zallum menjelaskan beberapa keuntungan sistem emas dan perak, yaitu:

1. Produksi emas dan perak sebagai barang (alat tukar) tergantung pada biaya eksploitasi penambangan dan permintaan terhadap barang-barang lain dan jasa. Sehingga tidak bisa sekehendaknya mencetak uang sebagaimana sistem kapitalis hari ini.

2. Bersifat tetap dan stabil.

3. Menjaga keseimbangan neraca pembayaran antar negara, tanpa campur tangan bank sentral.

4. Emas sebagai satu-satunya mata uang Negara Islam, sehingga negara lain tidak dapat mengontrol mata uangnya.

5. Memperlancar nilai tukar mata uang asing dengan stabil.

6. Mampu memelihara kekayaan emas dan perak setiap negara.

Dengan demikian, jelas bahwasanya di dalam Islam negara akan memberlakukan sistem ini. Selain memiliki banyak keunggulan juga bagian dari syariat Islam. Sebagaimana dahulu telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat.

Maka, ketika sistem ekonomi Islam diterapkan tentu akan berdampak positif kepada seluruh dunia dan seluruh rakyat. Rakyat terjamin sejahtera, hidup pun aman tenang, dan damai karena jauh dari praktik maksiat. Seperti riba, judi, dan lain sebagainya. Sebagaimana yang diterapkan dalam sistem kapitalis saat ini. Wallahua'lam. [Irw]

Posting Komentar

0 Komentar