Subscribe Us

LARANGAN BUKBER, BENARKAH AGAR ASN HIDUP SEDERHANA?

Oleh Nurpah Achmad 
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)
 
Vivisualiterasi.com-Lagi! Presiden mengeluarkan aturan yang cukup membuat polemik. Pemerintah mengeluarkan larangan buka bersama di saat aturan PPKM telah dicabut.
 
Dikutip dari republika.co.id (23/03/2023) Presiden Joko Widodo mengeluarkan surat larangan buka bersama (Bukber) selama Ramadan 1444 H untuk para pejabat pemerintah hingga pegawai negeri sipil (ASN). Alasan dikeluarkannya surat larangan tersebut karena saat ini ASN sedang dalam sorotan mengenai kehidupan mewah mereka. Dengan dikeluarkannya surat larangan, otomatis akan menimbulkan pro dan kontra di kalangan ASN sendiri. Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas mengatakan bahwa pemerintah boleh saja melarang jajarannya untuk menyelenggarakan buka bersama, namun transisi pandemi Covid-19 sepertinya bukan alasan yang tepat untuk melarang buka bersama. 

Dalam suasana keagamaan yang dapat meningkatkan nilai spiritual, pemerintah masih saja secara tidak langsung menunjukkan sikap islamofobia. Bagaimana tidak, buka bersama dalam suasana Ramadan dilarang, tetapi beberapa waktu lalu pemerintah dengan leluasa menyelenggarakan konser yang notabenenya dihadiri puluhan bahkan ratusan penonton. Tak ada larangan maupun batasan, padahal perhelatan konser sangat memungkinkan terjadinya penularan virus. Mengapa aturan buka bersama yang mendapat larangan? Jadi ada rasa ketidakadilan dalam aturan yang dikeluarkan pemerintah. Menyoal transisi pandemi bukan alasan yang dapat diterima. 
 
Konsumsi atau Hedonisme

Budaya mengonsumsi secara berlebihan yang sebenarnya tidak dibutuhkan merupakan budaya hedonis. Budaya ini merupakan buah sistem kapitalis yang sudah tersebar secara global. Sistem ini hanya menilai dari sudut pandang ekonomi, sehingga masyarakat seakan ingin memperlihatkan gaya hidup mewah meskipun kemampuan ekonominya tidak mendukung. Sistem kapitalis tampaknya berhasil mengikis rasa simpati para pejabat.
  
Seperti yang ramai diberitakan bahwa sorotan tajam tengah mengarah pada pejabat dan ASN karena gaya hidup mewah. Untuk itu, mereka diminta agar tak lagi menampilkan gaya hidup mewah. Mereka diminta untuk tampil sederhana agar tidak dikritik lagi oleh masyarakat. Jadi, yang dipermasalahkan oleh pemerintah adalah gaya hidupnya saja? Mengapa tidak mempermasalahkan dari mana sumber kekayaan tersebut? Lantas, apakah pelarangan buka bersama efektif menghentikan gaya hidup hedonis para pejabat dan keluarganya? Bukankah, yang ada mereka malah hidup sederhana hanya di mata masyarakat saja dan tidak tulus dari hati. Mungkin saja yang diposting di media sosialnya biasa saja, namun di kehidupan nyatanya masih hedonis. Bahkan bisa jadi mereka membeli barang-barang branded, koleksi mobil mewah, rumah megah, dan sederet kemewahan lainnya. Semua itu tidak ditampilkan di media sosial mereka. Artinya, kebijakan ini tidak menjamin bisa mencegah hedonisme para pejabat dan ASN.
 
Jika tujuan presiden ingin menekan gaya hedonis yang menjamur di kalangan pejabat, harusnya pemerintah membuat instruksi bagi pejabat dan para jajarannya untuk melaporkan harta kekayaan mereka. Pemerintah dapat meminta kepada Menteri bahkan sampai ke ASN untuk melaporkan dari mana sumber harta yang mereka miliki dengan jujur dan transparansi (diserta bukti yang valid). Sebab perubahan perilaku tersebut tidak akan bertahan lama jika tak muncul dari kesadaran diri masing-masing. Pemikiran tentang hedonisme akan tetap menjangkiti selama kapitalis sekuler masih bercokol dalam sistem pemerintahan. Oleh karena itu, menghilangkan gaya hidup hedonis para pejabat serta masyarakat secara keseluruhan harus berawal dari perubahan sistem. 
 
Bagaimana dalam Islam?
 
Dalam sistem pemerintahan Islam, tidak ada larangan untuk berbuka puasa bersama selama itu berjalan sesuai dengan syariat. Buka bersama dalam Islam tidak seperti yang ada di sistem sekarang, yakni terjadinya campur baur antara wanita dan pria, serta lalai akan tanggung jawab mereka untuk melaksanakan salat. Momen buka bersama mengandung banyak pelajaran karena dapat menjalin silaturahmi antar sesama muslim. 
 
Dengan sistem pemerintahan Islam, pejabat akan menjalankan amanah mengatur urusan umat dengan sungguh-sungguh dan penuh keimanan. Mereka akan menyandarkan segala aktivitasnya sesuai dengan hukum syarak. Karena itu, mereka tidak akan berani memakai kekuasaan demi kepentingan pribadi. Tidak pula bermegah-megah dalam gaya hidup. Sebagaimana larangan Allah Swt. dalam surah Al-Mukminum ayat 64, ”Sehingga apabila Kami timpakan siksaan kepada orang-orang yang hidup bermewah-mewah di antara mereka, seketika itu mereka berteriak-teriak meminta tolong.”
 
Dalam Islam, para pejabat akan menyadari beratnya amanah sehingga mereka akan memilih hidup sederhana. Urusan umat sangat menyita perhatiannya. Mereka tidak sibuk mempertahankan eksistensi dengan bergaya hidup mewah. Pejabat atau pegawai pemerintahan dalam Islam merupakan pihak yang melayani, bekerja, dan bertanggung jawab atas setiap urusan rakyat. Pejabat akan menjalankan amanah dengan sungguh-sungguh sebab mereka sadar bahwa tugas yang mereka emban akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di hadapan Allah Swt.
 
Pelarangan buka bersama bukan cara yang efektif untuk menekan gaya hedonisnya. Sebab akar masalahnya akibat negara masih menganut sistem kapitalis sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga penilaian masyarakat akan kesuksesan diukur dari materi semata. Negara tidak akan pernah mampu menekan atau bahkan menghentikan gaya hedonis pejabat maupun masyarakat secara efektif jika bukan sistem yang diubah.

Hanya Islam yang mampu menuntun perilaku pejabat kepada perubahan hakiki dengan menjauhkan mereka dari perilaku hedonis. Oleh karena itu, sangat penting mewujudkan institusi negara Islamiyah (Khilafah) yang menerapkan hukum syarak secara kafah. Wallahua’lam bishshawab. [Dft]

Posting Komentar

0 Komentar