Subscribe Us

PEJABAT HIDUP MEWAH, APA KABAR RAKYAT BAWAH?

Oleh Dwi Lestari 
(Aktivis Dakwah) 

Vivisualiterasi.com-Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Pepatah lama yang pertama kali diungkapkan oleh Percy Bysshe Shelley dalam esainya A Defence of Poetry agaknya telah tumbuh subur di alam demokrasi. Sebagaimana telah viral kasus penganiayaan Mario atas David beberapa waktu lalu. Berikut kekayaan ayah Mario, Rafael Alun Trisambodo, seorang Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kantor wilayah Jakarta Selatan II turut menjadi sorotan. Bagaimana tidak, kekayaan Rafael yang mencapai 56 miliar rupiah membuat publik geleng-geleng kepala. Sungguh angka yang fantastis bagi seorang eselon lll DJP meski dengan tingkat gaji tertinggi sekalipun.

Menyusul Rafael, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menjadi perhatian publik di media sosial gara-gara fotonya yang beredar saat menunggangi moge dengan harga ratusan juta beserta clubnya 'Belasting Rijder'. Tak berhenti pada Rafael dan sang Dirjen, oknum kepala pajak daerah yang dengan bangganya memamerkan belasan mobil mewah, moge, dan pesawat Cesna di akun instagram miliknya. Anehnya pasca terungkapnya kasus Rafael, akun instagram yang bersangkutan tersebut hilang bak ditelan bumi. (poskota.co.id, 02/03/2023)

Beralih dari pejabat pajak, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bakal membeli mobil baru untuk kendaraan dinas Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono serta Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi. Anggaran yang digelontorkan mencapai 4,6 miliar rupiah. Berdasar situs Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (SIRUP LKPP), masing-masing pagu untuk membeli kendaraan berjenis jip dengan kubikasi maksimal 4.200 cc yakni, sebesar 2,3 miliar rupiah. (koranindopos.com, 04/03/2023)

Gaya hidup mewah pejabat maupun penguasa ini tentu membuat publik mengelus dada dan prihatin. Betapa tidak, di tengah kondisi masyarakat Indonesia yang terpuruk dari berbagai sisi, mulai dari tingginya angka pengangguran, sulitnya mencari lapangan pekerjaan, mahalnya mengakses biaya pendidikan dan kesehatan, hutang negara yang terus bertambah, angka perceraian dan stunting meningkat, banyaknya pelajar yang terpapar pornografi dan pornoaksi, serta sederet masalah lainnya yang makin menambah daftar panjang masalah. Rasanya permasalahan pada negara ini tak pernah usai. Mereka yang "di atas" malah memamerkan harta kekayaannya yang entah didapat secara wajar ataukah tidak dan memamerkan fasilitas mewah yang mereka miliki. Sementara di sisi lain, bukankah gaya hidup mewah bertentangan dengan asas kepatutan seorang penyelenggara negara? Maka tidakkah mereka malu?

Sistem demokrasi di Indonesia yang konon bertujuan meratakan kekuasaan dan ekonomi rakyat nyatanya justru berjalan di arah yang sebaliknya. Analis politik Northwestern University, Jeffrey Winters justru menilai demokrasi Indonesia makin jauh dari cita-cita untuk memakmurkan rakyat. Kekayaan yang ada hanya dirasakan oleh segelintir orang. Sementara jutaan lainnya masih hidup di bawah kemiskinan, keterbatasan, dan kesulitan-kesulitan lainnya. Rakyat hidup jauh dari kemakmuran dan ketercukupan.

Tapi mau bagaimana lagi, begitulah adanya sistem demokrasi sekuler yang dianut oleh negara ini. Sistem yang memisahkan aturan agama untuk tidak ikut campur dalam masalah kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Agama hanya dianut dalam ranah pribadi saja sehingga para pejabat dan penguasa yang seharusnya berperan sebagai pelayan masyarakat justru melenceng menjadi sosok yang abai terhadap rakyat. Ditambah lagi sibuk mengumpulkan pundi-pundi harta. 

Jika dalam Islam, jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan. Berbeda dalam demokrasi, jabatan adalah ajang untuk meraih banyak materi. Hal ini sangat kontras jika dibandingkan dengan kehidupan para pendahulu kita manusia mulia yang tertunjuki oleh wahyu. Di mana kehidupan bermasyarakat dan bernegara mereka berjalan sesuai dengan aturan Islam. 

Tersebutlah kisah kesederhanaan amirul mukminin Umar Bin Khattab ra. Meskipun beliau seorang kepala negara (khalifah) pada saat itu, beliau tetap hidup sederhana. Bahkan tidur hanya dengan beralaskan tikar dan batu bata di bawah pohon kurma. Beliau juga hampir tidak pernah makan sampai kenyang. Hal ini semata-mata untuk menjaga perasaan rakyat yang di pimpinnya. Dalam kesehariannya beliau hanya memiliki tiga potong pakaian. Yakni yang sedang dikenakan, dicuci, dan baju perangnya. Tak berbeda dengan khalifah Umar, khalifah penggantinya yaitu Utsman Bin Affan pun tetap hidup sederhana dan bersahaja meski beliau seorang kepala negara. Beliau biasa tidur siang di masjid, kainnya diletakkan di bawah kepala, tanpa ada seorang pun yang menjaganya (pengawal). Ketika bangun, tampak bekas kerikil di bagian samping tubuhnya.

Hal tersebut terjadi karena kepemimpinan mereka dilandaskan pada aturan yang datang dari Sang Pencipta alam semesta ini. Yakni sistem Islam yang diturunkan kepada Baginda Nabi Muhammad saw. yang kemudian dilanjutkan oleh para khalifah sesudahnya dan seterusnya hingga kurang lebih 14 abad lamanya. Maka jika kita mendambakan pemimpin yang bersahaja, bertanggung jawab yang tak mementingkan kemewahan sendiri, tidak ada harapan lain kecuali kembali kepada sistem Islam yang mengutamakan rida Ilahi di atas segalanya. Yakni sistem khilafah 'ala manhaj kenabian. Wallahu’alam

Posting Komentar

0 Komentar