Subscribe Us

MENYOAL KEKERASAN PADA PEREMPUAN

Oleh Siti Komariah
(Freelance Writer)

Vivisualiterasi.com- Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan kembali merilis CATAHU atau Catatan Tahunan 2023. Dalam CATAHU tersebut, terungkap adanya peningkatan jumlah aduan kepada Komnas Perempuan pada 2022 jika dibandingkan dengan 2021. 

Data yang dipaparkan menunjukkan, pada 2022, sebanyak 4.371 aduan. Sementara pada 2021, jumlah adalah 4.322 kasus. Artinya, sepanjang 2022, Komnas Perempuan rata-rata menerima 17 aduan per hari. Dalam CATAHU 2023, kekerasan di ranah personal menjadi kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terbanyak di 2023. Data KBG menunjukkan, dari 4.371 aduan yang diterima pada 2022, terdapat 2.098 kasus kekerasan terjadi di ranah personal. Sedangkan dari total kasus kekerasan di ranah personal, ternyata kekerasan mantan pacar (KMP) menduduki posisi teratas yaitu 713 kasus. Kemudian disusul oleh kekerasan terhadap istri (KTI) 622 kasus dan kekerasan dalam pacaran (KDP) 422 kasus. (kumparan.com, 09/03/2023)

Data di atas membuktikan bahwa berbagai solusi yang ditawarkan oleh penguasa mulai dari peningkatan literasi perempuan tentang kekerasan berbasis gender (KBG), adanya UU-PKDRT, Permendikbud PPKS, RUU PPRT, dan peraturan lain yang terkait perlindungan perempuan masih belum menyentuh akar permasalahan perempuan. Bahkan, keberadaan solusi tersebut justru mengokohkan tindak kekerasan terhadap perempuan, sebab solusi tersebut justru mengarahkan agar perempuan meninggalkan peran utama dan kemuliaannya sebagai ibu dengan terjun ke ranah publik. Apalagi dengan anggapan kekerasan yang dialami perempuan akibat diskriminasi gender yang mengharuskan adanya upaya para perempuan setara dengan laki-laki dalam segala bidang. 

Dengan kata lain, perempuan dipaksa untuk meninggalkan peran utamanya dan mendapatkan hak bekerja di ranah publik seperti halnya laki-laki. Misalkan bisa mendapatkan pendapatan dan penghasilan, memangku jabatan, serta uang lainnya. Namun di sisi lain, perlindungan negara sangat minim terhadap keberadaan perempuan. Akhirnya mereka justru tereksploitasi dan mendapatkan kekerasan di ranah publik. Terjunnya perempuan ke ranah publik juga sering kali menjadi pemicu terjadinya kekerasan di dalam rumah tangga, sebab pemahaman gender tersebut membuat berselisih paham antara suami istri akibat terlena dengan kesibukkan masing-masing. Isu kesetaraan gender sejatinya mengukuhkan kehancuran bagi kemuliaan perempuan itu sendiri. Kesetaraan gender juga seyogianya mengaburkan kedudukan antara laki-laki dan perempuan di dalam sebuah bangunan rumah tangga. Sehingga hal ini sungguh sangat berbahaya bagi keluarga muslim.

Selain itu, data di atas menunjukkan kekerasan yang didominasi KMP. Hal tersebut menunjukkan bahwa pergaulan remaja kian bebas. Di negeri mayoritas muslim ini hal haram dianggap sebuah kewajaran, sebagaimana aktivitas pacaran yang hanya mengumbar syahwat semata. Disadari atau tidak merupakan salah satu pangkal perempuan rentan mendapatkan kekerasan. 

Akar masalah kekerasan terhadap perempuan bukanlah keharusan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, melainkan sistem yang bobrok dan rusak yang masih saja diadopsi oleh negeri ini. Sistem ini telah membuat aturan Allah tidak dijadikan landasan dalam mengambil sebuah kebijakan, melainkan akal manusialah yang dijadikan pijakan. Alhasil, dari akal manusia yang terbatas dan serba kurang tersebut jelas menghasilkan kebijakan sesuai dengan kehendak manusia sendiri. 

Prinsip liberal menjadikan manusia tidak lagi diatur pergaulannya secara jelas. Sistem ekonomi lebih condong pada pengusaha dan oligarki, dari pada ke rakyat, sistem perpolitikan pun lebih condong pada keuntungan ketimbang kemaslahatan rakyat, serta sistem sanksi tidak memberikan efek jera. Bahkan tumpul saat dihadapkan dengan para pebisnis dan pemodal. 

Maka jelas permasalahan perempuan begitu kompleks. Jika ingin menyelesaikan masalah tersebut secara tuntas, maka hanya bisa dengan mencabut kapitalisme dari akarnya dan menganti dengan sistem paripurna. Sistem tersebut ialah, sistem Islam yang diturunkan oleh Sang Pencipta kehidupan. Allah telah memberikan solusi terhadap berbagai persoalan rakyat dari terkecil hingga terbesar, termasuk masalah perempuan. 

Islam sangat menjaga dan melindungi perempuan, sebab ia adalah calon ibu pendidik generasi. Baik buruknya  peradaban tergantung dari peran para generasi yang dilahirkan. Maka Islam mempersiapkan para ibu terbaik untuk melahirkan dan mendidik mereka. 

Selain itu, untuk menyelesaikan kasus kekerasan terhadap perempuan tersebut, solusi yang ditawarkan adalah solusi jitu. Yang akan mampu menyelesaikan masalah hingga ke akarnya. Solusi ini pun secara komprehensif. 

Ada beberapa poin, yakni. Pertama,  Islam membimbing perempuan jika tugas utamanya adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Tugas ini merupakan tugas yang sangat mulia di sisi Allah Swt. Sehingga, perempuan akan menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya. 

Kedua, nafkah perempuan ditanggung oleh para wali secara jelas. Yakni para suami, jika meninggal maka nafkah jatuh kepada walinya. Namun jika tidak ada wali, maka nafkah tersebut jatuh kepada negara.

Namun, bukan berarti perempuan tidak boleh bekerja di ranah publik. Perempuan boleh bekerja di ranah publik, namun harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh syariat, seperti menutup aurat secara sempurna, tidak boleh ikhtilat (campur baur), dan lain sebagainya. Selain itu, mereka bekerja hanya sekadar untuk membantu kemaslahatan umat saja, bukan untuk mencari nafkah. 

Ketiga, negara memiliki tugas untuk memastikan setiap wali/pencari nafkah mampu untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Dengan cara negara menyediakan lapangan pekerjaan secara luas dan selayaknya.

 Keempat, negara menjamin setiap pemenuhan kebutuhan individu per individu rakyat dengan menciptakan iklim ekonomi yang stabil. Sehingga semua rakyat bisa terjamin kebutuhannya. Kelima, negara menerapkan sistem sosial yang berdasar pada syariat Islam. Tidak dibenarkan adanya aktifitas yang mendekati zina. Seperti pacaran, campur baur laki-laki dan perempuan, jalan yang bukan mahram, dan lain-lain. Larangan ini diterapkan secara tegas dalam masyarakat. 

Keenam, negara menyediakan sanksi tegas, tanpa pandang bulu dan memberikan efek jera. Jika terjadi pelanggaran dalam sistem sosial, seperti ada perempuan berzina, maka negara akan memberikan sanksi tegas. Ataupun jika ada kejahatan yang terjadi kepada seluruh rakyat, termasuk perempuan, (pemerkosaan, KDRT, dan lainnya) maka negara akan menjatuhi sanksi sesuai hukum syarak. 

Dengan adanya pengaturan secara jelas sesuai hukum syarak dalam segala bidang, mulai dari sistem sosial, ekonomi, sanksi, dan lainnya maka rakyat akan terjaga dari kejahatan dan dapat merasakan kesejahteraan. Sebagaimana perempuan, tanpa harus setara dengan laki-laki mereka pun akan mendapatkan kebahagiaan dan kemuliaan. Wallahua'lam bishshawab.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar