Subscribe Us

APA YANG SALAH DENGAN PENGAJIAN?

Oleh Ummu Fahri
(Aktivis Muslimah)

Vivisualiterasi.com- Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri kembali mendapat sorotan lantaran telah menyindir ibu-ibu pengajian. Dalam sebuah video, Megawati mempertanyakan ibu-ibu yang kerap mengaji.

Presiden ke-5 Republik Indonesia ini pun mempertanyakan anak-anak bila ibu-ibu sibuk mengaji. Pernyataan itu, diketahui pernyataan itu dilontarkan saat Kick Off Pancasila dalam Tindakan 'Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting' yang digelar BKKBN beberapa waktu lalu.

"Saya melihat ibu-ibu itu ya, maaf ya, kenapa toh seneng banget ngikut pengajian ya. Maaf beribu maaf. ini pengajian sampai kapan? Anake arep diapake?" ujar Megawati salam sebuah video yang dikutip Kosadata pada Sabtu (18/2).

Kendati begitu, Megawati menegaskan bahwa dirinya tak melarang ibu-ibu untuk mengaji. Ia pun mengaku pernah mengikuti kegiatan pengajian.

Walaupun tak melarang kegiatan ibu-ibu pengajian, namun seharusnya pernyataan tersebut tidak disampaikan di forum umum. Terlebih itu keluar dari mulut yang menyatakan dirinya beragama Islam dan kaum intelektual.

Karena sungguh menyakitkan hati dan perasaan kaum muslim. Bahkan memunculkan spekulasi bahwa sudah terjadi islamphobia di hati para intelektual di negeri ini. Indonesia sendiri adalah salah satu negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam sudah semestinya segala kegiatannya mengarah kepada yang diperintahkan penciptanya yaitu Allah Swt. Karena kegiatan pengajian bukanlah hal yang sia-sia karena termasuk suatu kewajiban yang harus dilakukan yaitu menuntut ilmu. Terlebih dalam pernyataan yang disampaikan tersebut ada unsur tuduhan menelantarkan anaknya ketika seorang ibu keluar untuk mengikuti pengajian.

Kemudian dalam pernyataan tersebut ada istilah mabok agama alias agama ibarat candu tertuang dalam kata “pengajian sampai kapan?” merupakan role maps yang sengaja ditarik oleh salah satu people power di negara yang mayoritas muslim ini. Kaum hawa, utamanya para ibu memang sangat haus ilmu, karena pendidikan formal yang ada di bangku sekolah sebelum mereka menikah menyajikan menu pembelajaran agama Islam yang sangat minimalis. Sehingga, para kaum hawa sangat butuh tsaqofah dalam membentuk kepribadiannya. Dengan tsaqofah Islam yang menjadi landasan berpikir, terlebih menjadi poros mengemban mendidik generasi.

Para generasi unggul tentu didapat dari hasil pendidik yang profesional dalam menjadikan para generasi muda yang unggul, bukan hanya dalam dunia namun juga dalam aspek kehidupan akhirat. Sejarah mencatat bagaimana peradaban Islam yang unggul di tangan para pemudanya. Contohnya Usamah bin Zaid (18 tahun). Memimpin pasukan yang anggotanya adalah para pembesar sahabat seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab untuk menghadapi pasukan terbesar dan terkuat di masa itu.
Sa’ad bin Abi Waqqash (17 tahun) yang pertama kali melontarkan anak panah di jalan Allah, termasuk dari enam orang ahlu syuro. Al Arqam bin Abil Arqam (16 tahun) menjadikan rumahnya sebagai markas dakwah Rasul Shallallahu ’alahi wasallam selama 13 tahun berturut-turut, kemudian Sultan Muhammad Al Fatih yang berusia muda sudah mampu menaklukkan Konstantinopel dan banyak lagi yang lainnya, semua itu tak lepas hasil dari didikan para madrasah ula yaitu orang tuanya.

Sangat berbeda halnya dengan generasi muda sekarang ini yang cenderung kepada kehidupan hedonis dan hura-hura, bahkan mereka mampu menghabiskan waktunya dengan hal-hal yang sia-sia. Kerusuhan, begal motor, perjudian, perzinaan dan bahkan pembunuhan banyak pelaku utamanya dari kalangan generasi muda. 

Di samping itu, pendidikan formal yang saat ini membatasi pelajaran agama di sekolah. Sehingga makin menjauhkan para generasi muda akan tsaqofah Islam. Walaupun beragama Islam namun hanya sekadar formalitas belaka, mereka lebih mengenal kehidupan ala barat yang serba bebas ketimbang kehidupan Islam yang dapat menyelamatkan mereka.

Inilah hasil dari penerapan sistem sekuler yang eksis sekarang ini, ketika menjauhkan peran agama dalam kehidupan. Sehingga muncul kebebasan dalam segala aspek. Baik dalam pergaulan, tindakan dan ucapan. Sehingga ucapan yang mengarah kepada makna pengerdilan pengajian muncul di negeri bermayoritas muslim. Kalau sudah begini yang seharusnya dilakukan yaitu beralih ke sistem Islam yang sudah terbukti mampu dalam mengatasi berbagai problem. Islam mewajibkan untuk seluruh umat Islam menuntut ilmu tidak ada batasan usia.

Negara akan memfasilitasi masyarakat nya dalam memperdalam ilmu agama, baik sarana dan prasarananya.Semua itu bagian dari program untuk pembinaan dalam meningkatkan ketakwaan individu dan menjadikan kepribadian yang islami. Sehingga kepribadian Islam yang unik benar-benar akan terwujud apabila sistem yang diadopsi berdasarkan Islam bukan sistem buatan orang kafir. 

Membentuk sebuah generasi muda yang unggul dan berkepribadian Islam tidak akan didapat bila sistem yang eksis sekarang ini masih bertahta. Walaupun jenjang akademik-nya berbasis Islam, namun tidak dapat menjamin lahir sebuah kepribadian Islam. Terlebih peran keluarga yang rapuh akibat dalam mendidiknya tidak didasarkan pada akidah Islam dan pemahaman Islam. Apalagi peran ibu sekarang ini telah tercabut dari fungsinya, akibat beban ekonomi yang mendera mereka. Para ibu di sibukkan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di tambah lagi dengan berbagai program pemberdayaan perempuan yang bertujuan untuk memalingkan peran ibu sebagai pendidik generasi muda yang unggul. 

Sistem sekuler sekarang ini seakan benar-benar menjauhkan peran agama dalam kehidupan dan bernegara. Sehingga tak heran lahirlah pemimpin yang anti dengan kehidupan Islam, anti dengan syariat dan anti dengan hal-hal yang berbau Islam. Kalau semua ini masih dipertahankan, otomatis kerusakan demi kerusakan yang terjadi. Karena solusi yang paripurna yaitu sistem Islam malah dijadikan sebagai monster yang harus di takuti. Nauzubillah min dzalik. Wallahua'lam bish-shawab.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar