Subscribe Us

ANGKA KEMATIAN IBU MENINGKAT, BUAH PENERAPAN SISTEM KAPITALISME 

Oleh Novita Mayasari, S.Si 
(Pemerhati Generasi)


Vivisualiterasi.com - Peristiwa hamil dan melahirkan merupakan dambaan bagi sebagian besar wanita yang telah menikah. Nikmat mengandung 9 bulan 10 hari itulah yang dirindu dan didambakan. Mulai dari morning sickness, ngidam tanpa kenal waktu, pegal-pegal, bolak-balik ke kamar mandi karena buang air kecil yang makin sering, hingga memenuhi permintaan yang aneh-aneh dari ibu hamil. Semua itu adalah hal yang selalu dinantikan oleh para istri. Belum lagi ada bonus pahala yang didapatkan ketika menjalani masa kehamilan dengan penuh kesabaran. 

Banyaknya drama yang dialami oleh ibu hamil akan terbayarkan ketika mendengar tangisan pertama bayi mungilnya setelah terlahir ke dunia yang fana ini. Namun apa yang terjadi hari ini, sungguh berbanding terbalik. Sebuah laporan baru mengejutkan datang dari PBB sebagaimana dikutip dari voaindonesia.com (24/2/2023) bahwasanya empat badan PBB terkemuka dan Bank Dunia memperkirakan satu perempuan meninggal setiap dua menit, selama kehamilan atau persalinan. Laporan, "Kecenderungan Kematian Ibu Tahun 2000 hingga 2020," disusun oleh WHO, UNICEF, dan UNFPA, bersama Grup Bank Dunia serta UNDESA bidang kependudukan. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan bahwa Afghanistan memiliki tingkat kematian ibu melahirkan yang jauh lebih tinggi dibanding gabungan enam negara tetangganya. Sehingga para pakar mengatakan krisis kesehatan ibu dikhawatirkan akan makin memburuk. (voaindonesia.com, 24/02/2023)

Sedangkan di Indonesia sebagaimana Kemkes.go.id itu (15/02/2023) Angka Kematian Ibu (AKI) masih di kisaran 305 per 100.000 kelahiran hidup. Belum mencapai target yang ditentukan yaitu 183 per 100.000 KH di 2024. Artinya AKI di Indonesia tergolong tinggi dan harusnya ini menjadi perhatian lebih oleh negara.

Seharusnya masa kehamilan dan melahirkan merupakan momen penuh harapan, suka cita, haru biru, dan mengalirnya energi positif pada seorang ibu. Namun hari ini, masa kehamilan dan melahirkan bagaikan momok menakutkan dan sesuatu yang berbahaya untuk dilalui kaum ibu.

Kapitalisme Tawarkan Solusi Utopis

Wajar ketika hari ini para istri yang memutuskan ingin hamil, maka akan berpikir ribuaan kali. Mengingat bahaya kematian yang menghantui para wanita tadi. Belum lagi kemiskinan menjadi kendala utama yang harus di perhitungkan bagi ibu hamil karena menyangkut gizi dan nutrisi yang harus dipenuhi untuk jabang bayi dan sang ibu.

Semua permasalahan ini sejatinya tidak terlepas dari buah diterapkannya sistem kapitalisme di tengah negeri Islam. Dimana sistem kapitalisme ini lebih pro kepada para kapital (pemilik modal) dan korporat (perusahaan) saja. Dengan demikian, tak heran jika terbentang jurang amat dalam antara si kaya dan si miskin. Dalam kapitalisme, yang kaya akan makin kaya. Sedangkan si miskin makin menjadi.

Sungguh miris, Bagaimana mungkin di tengah keadaan yang serba susah serta himpitan hidup yang kian sempit, ibu hamil mampu memenuhi kebutuhannya bagi calon bayinya. Tentu mereka akan kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan yang terbaik. Pasalnya, untuk memeriksakan kehamilan dan melahirkan dengan fasilitas yang mumpuni masyarakat pun, harus merogoh kocek yang dalam. Hal ini dikarenakan layanan yang bagus dan lengkap harus melalui jalur umum. Artinya harus mengeluarkan uang pribadi yang tidak sedikit. 

Memang ada program bantuan dari pemerintah terkait layanan kesehatan, tetapi tentu saja fasilitasnya tidak seperti ketika membayar dengan uang pribadi dan juga bantuannya terbatas. Disamping itu, bagi rakyat desa akses layanan kesehatan pemerintah belum merata sebagaimana yang di kota. Sehingga bagi ibu hamil yang tinggal di desa cukup kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan tersebut.

Ditambah lagi, pengganguran yang kian meningkat. Sehingga terpaksa seorang istri ikut banting tulang membantu perekonomian keluarga guna memenuhi kebutuhan hidup. Lagi-lagi si ibu hamil harus mengorbankan perannya sebagai ibu, mereka terpaksa memecah fokusnya antara menjaga calon bayi dan mencari nafkah.

Begitulah ketika sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan justru kesulitan yang didapat. Solusi yang ditawarkan pemerintah pun hanya sekadar utopis. Sungguh jauh dari kata sejahtera ketika tetap mempertahankan sistem ekonomi kapitalisme ini.

Islam Tawarkan Solusi Tuntas

Di dalam Islam, setidaknya ada 6 hal pokok yang menjadi kewajiban negara untuk penuhi kepada rakyatnya. Yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. 

Terkait layanan kesehatan, di dalam Islam adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh negara. Negara akan memastikan semua rakyatnya tanpa memandang warna kulit, agama, ras, suku bangsa, dan bahasa. Sehingga dapat merasakan layanan kesehatan yang bukan hanya gratis tetapi dilengkapi dengan fasilitas dan kualitas terbaik serta didukung oleh tenaga ahli kesehatan yang terbaik, mumpuni, dan kredibel.

Semua ini dilakukan negara semata-mata dalam rangka mengikuti perintah Allah Swt. dalam menjaga dan mengurusi kesehatan rakyat. Sebagaimana hadis dari Rasulullah saw.:

 “Tidak ada penyakit yang Allah ciptakan, kecuali Dia juga menciptakan cara penyembuhannya.” (HR. Al-Bukhari).

Untuk itu negara akan mengusahakan berapa pun besarnya biaya yang diperlukan agar kesejahteraan rakyat terwujud. Di dalam Islam, ada beberapa sumber pendapatan negara untuk pembiayaan. Yang berguna memenuhi kebutuhan rakyatnya, seperti ghanimah, kharaj, fa'i, harta temuan, dan hasil dari pengelolan harta milik umum yaitu sumber daya alam. Semua pendapatan ini akan dikelola oleh Baitul Mal dan tentunya akan di distribusikan sesuai pos-pos belanja.

Terkait pengelolaan harta milik umum (SDA) tentu tidak diperkenankan bagi individu, swasta bahkan asing untuk mengelolanya. Negaralah yang berhak dan berwenang untuk mengelola SDA tersebut. Tentu hasilnya akan dikembalikan lagi kepada umat berupa layanan-layanan dan fasilitas publik. Dengan begitu insya Allah kesejahteraan dapat terwujud, AKI dapat diatasi sesuai dengan syariat dan ibu hamil tenang dalam menjalani setiap prosesnya. Tanpa dibebankan bekerja guna mecukupi kebutuhan hidup sebagaimana di dalam sistem kapitalisme. Wallahu'alam Bishshawab. [Dft]

Posting Komentar

0 Komentar