Subscribe Us

POLEMIK MINYAK GORENG, RAKYAT MAKIN SUSAH?

Oleh Mutiara Aini
(Kontributor Media Vivisualiterasi)


Vivisualiterasi.com- Kalut! Mungkin itulah yang dirasakan emak-emak hari ini. Sebab minyak goreng yang merupakan bagian dari hajat hidup orang banyak kembali mahal dan langka. Bisa runyam bin ruwet jika masyarakat bawah tak bisa goreng krupuk, tahu dan tempe, gegara tak mampu membeli minyak. Bahkan perusahaan raksasa penghasil minyak sawit pun bisa ikut runyam karena dagangannya tak terbeli rakyat.

Dikutip dari liputan6.com,(04/02/2023) minyak goreng curah kemasan sederhana merk KITA akan segera banjir di pasar tradisional. Hal ini dipertegas oleh menteri perdagangan Zulkifli Hasan. Beliau mengatakan bahwa nantinya para konsumen yang ingin membeli wajib menunjukkan kartu tanda penduduk atau KTP. Bahkan jumlah pembelian pun dibatasi. Konsumen hanya diizinkan membeli maksimal 5 kg dengan catatan untuk konsumsi pribadi bukan diperjualbelikan lagi.

Pada laman berita yang lain, Mendag juga menegaskan para pedagang yang menjual minyak merk tersebut tidak boleh menaikkan harga jual. Harganya yakni 14.000 rupiah, tidak boleh menjual lebih dari itu. Konsumen juga tidak boleh membolehkan membeli melebihi batas ketentuan. Jika pedagang melanggar, maka akan ditindak oleh satgas pangan. (trenasia.com, 02/02/2023)

Kebijakan Tambal Sulam

Dalam beberapa tahun terakhir, ketersediaanan minyak goreng mengundang polemik dan menyusahkan rakyat. Mulai dari harganya yang tinggi dengan alasan harga CPO sedang naik. Kemudian ketika ada berita CPO sudah turun, harga minyak masih tinggi dan langka. Sedangkan posisi petani sawit justru memilukan. Harga TBS (tandan buah sawit) segar labil, bahkan terjun bebas menyentuh harga terendah. Di sisi lain, kebijakan larangan ekspor justru menghasilkan masalah lain yang merugikan petani. Stok minyak goreng pun tetap langka dan harganya tetap tinggi di pasaran. 

Realita ini sangat tidak wajar, karena Indonesia dikenal sebagai produsen CPO atau minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Namun, harga minyak goreng justru mahal bahkan langka di masyarakat. Jelas hal ini mengisyaratkan ada praktik kartel di dalamnya, yakni 'kongkalikong' antara pengusaha dan produsen minyak kelapa sawit. Praktik kartel ini sangat menyengsarakan rakyat, karena hanya menguntungkan segelintir pihak yang memiliki modal besar untuk memonopoli barang. 

Namun anehnya, kelangkaan tetap terjadi sekalipun praktik kartel telah diketahui oleh banyak pihak dan sanksi hukum tidak tegas menindak mereka. Bahkan para cukong minyak goreng pun seolah sangat licin untuk ditangkap. Inilah dampak ketika urusan masyarakat diatur oleh sistem kapitalis. Sistem yang hanya berorientasi pada materi. Dari sini kita bisa melihat bahwa kapitalisme membuat para pemilik modal menjadi penguasa. Publik bisa melihat negara tidak memiliki kekuatan ketika berhadapan dengan para pemilik modal, sehingga negara tidak bisa menindak tegas mereka. Solusi yang diambil justru solusi pragmatis dan menyengsarakan rakyat. 

Sungguh ini adalah kenestapaan masyarakat yang hidup dalam sistem kapitalis. Negara yang seharusnya mengurus rakyatnya, justru hanya sebagai regulator kebijakan yang tunduk dengan perintah para pemilik modal. 

Islam Solusi Tuntas

Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam yang secara fikih dikenal dengan sebutan khilafah. Negara yang menerapkan sistem khilafah benar-benar akan melaksanakan tugasnya sebagai khadimatul ummah atau pelayan umat. Karena para penguasa dalam khilafah sangat memahami perintah dari Rasulullah saw. yang termaktub dalam hadis.

"Imam atau khalifah adalah raa'in atau pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari)

Islam pun memberikan hak pada setiap orang untuk menjual dan membeli barang sesuai harga yang ia sukai. 

"Sesungguhnya jual beli itu (sah karena) sama-sama suka.” (HR Ibnu Majah)

Maka urusan minyak goreng pun akan menjadi perhatian khalifah jika ketersediaannya tidak mencukupi. Khalifah akan mencari akar masalah dari persoalan tersebut. Kelangkaan itu bisa terjadi karena pasokan dan permintaan atau karena penimbunan.

Jika permasalahannya adalah pada pasokan dan permintaan, khilafah tidak akan mengintervensi harga sebagaimana kebijakan penguasa kapitalis sekarang. Pembentukan harga oleh negara dilarang dalam Islam. 
Rasulullah saw. bersabda: 

"Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum muslim untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukannya dengan tempat duduk dari api pada hari kiamat kelak." (HR. Ahmad Al hakim dan Al Baihaqi)
 
Harga jual akan diserahkan berdasarkan mekanisme harga pasar. Konsep ini akan membuat seluruh lapisan masyarakat bisa menjangkau harganya, namun khilafah diperbolehkan untuk mengintervensi barang yang didatangkan dari luar wilayah. Sehingga ketersediaannya akan kembali normal. Jika kelangkaan disebabkan karena penimbunan, khilafah akan menerapkan sanksi takzir kepada pelaku. Karena perbuatan mereka membuat masyarakat tidak tenang. 

Sanksi Islam memiliki ciri khas, yakni ketika diterapkan akan memberi efek jawabir sebagai penghapus dosa dan efek zawajir sebagai pencegah kejahatan. Inilah solusi yang diberikan khilafah agar polemik minyak goreng tidak berlarut-larut menyusahkan rakyat.[Irw]

Posting Komentar

0 Komentar