Subscribe Us

CHILDFREE, ISLAMIKAH?

Oleh Ummu Hamnah Azizah Asy Syifa'
(Relawan Media dan Opini)


Vivisualiterasi.com- Masih hangat pemberitaan tentang seorang influencer centang biru berkata di komentar Facebook, tentang pilihannya untuk menganut paham childfree. Childfree merupakan istilah yang mengacu pada seseorang yang tidak ingin memiliki anak.

Adapun komentarnya seperti ini, “Not having kids is indeed natural anti-aging, you can sleep for 8 hours every day, not stress hearing kids screaming. And when you finally got wrinkles, you have the money to pay for botox.” Jika diartikan dalam bahasa Indonesia: “Tidak punya anak adalah antipenuaan alami, kamu bisa tidur 8 jam sehari, tidak stres mendengar anak berteriak, dan saat akhirnya kamu keriput, maka kamu punya uang untuk bayar botox.” (cnnidonesia.com, 07/02/2023)

Influencer tersebut menganggap bahwa memiliki anak adalah sebuah beban dan pada akhirnya hanya akan membuat perempuan cepat tua. Padahal kenyataannya, dahulunya ia seorang bayi kemudian beranjak menjadi anak-anak lalu dewasa dan kemudian memiliki suami. Dalam perkembangannya, tak mungkin dalam masa anak-anak ia tidak pernah berteriak. Atau mungkinkah ia dahulunya bayi ajaib yang ketika lahir, pengertian dan mandiri? Atau mungkin saja ia langsung besar dan tidak mengalami perkembangan bayi secara alami? Entahlah. Tanyakan padanya, karena hanya ia yang bisa menjawab.

Menilik lebih jauh lagi bahwa childfree ini sebenarnya lahir dari ide feminisme yang diusung oleh Barat. Feminisme sendiri adalah paham yang menganut kesetaraan gender. Salah satu poin utamanya adalah kaum wanita dan pria harus sejajar serta tidak tumpah tindih. Artinya jika kaum pria tidak bisa punya anak maka wanita pun juga.

Selain itu, kesetaraan gender ini bukan saja untuk mewujudkan kesamaan akses kaum perempuan dalam hak menentukan layanan pendidikan, kesehatan, kecukupan gizi, atau kesamaan di depan hukum. Namun, tujuan utamanya adalah kesamaan dalam akses dan partisipasi penuh perempuan dalam struktur kekuasaan untuk mengambil keputusan, hak dan kemandirian perempuan, juga memajukan harmonisasi kerja dengan tanggung jawab terhadap keluarga.

Kesetaraan gender tersebut jelas bertentangan, bahkan membahayakan tatanan masyarakat Islam. Karena Islam sudah memiliki aturan yang sempurna, sangat menghormati dan memuliakan perempuan. Di hadapan Allah Subhanahu wa ta’ala, perempuan sama posisinya dengan laki-laki. Kemudian, Allah Subhanahu wa ta’ala pun sudah menentukan peran masing-masing sesuai dengan kodratnya, tanpa merendahkan satu jenis dengan jenis lainnya.

Allah Swt. menetapkan laki-laki sebagai kepala keluarga, pemimpin perempuan, dan wajib bekerja untuk mencari nafkah. Sebaliknya perempuan, diperintahkan agar berperan sebagai istri, pengatur rumah tangga dan ibu generasi. Oleh karena itu, kampanye kesetaraan gender ini sangat berbahaya bagi muslimah atau yang nantinya akan menjadi ibu. Apalagi bila menganggap bahwa tak memiliki anak itu adalah solusi agar tetap cantik dan awet muda. Ini berarti kaum muslimah akan melepas perannya sebagai ibu generasi penerus agama Allah.

Ide feminisme Barat ini tidak mampu menyelesaikan persoalan sedari akarnya. Alih-alih menyelesaikan persoalan, produk hukum yang ada malah makin menjauhkan perempuan dari kodratnya. Selain itu, ide feminisme ini sejatinya melawan fitrah manusia, khususnya kodrat penciptaan perempuan. Contohnya, mereka menuntut laki-laki dan perempuan setara dalam berbagai aspek, baik domestik maupun publik, rumah tangga maupun pekerjaan, juga aspek politik. Padahal, laki-laki dan perempuan tidaklah setara, melainkan masing-masing memiliki keistimewaan perannya.

Patut pula diwaspadai, bahwa ide feminisme ini berusaha disebarluaskan oleh para penganutnya. Mereka biasa melibatkan tokoh yang berpengaruh atau terkenal. Salah satu tokoh yang menyebarkan ide tersebut di Indonesia adalah para influencer. Semua itu bisa dilihat dari isi konten-konten di media sosial pribadinya.

Terlepas dari perannya, yang menarik adalah ketika ia menyebarluaskan ide tersebut. Yaitu sebagai seorang muslimah dengan mengunakan khimar meskipun jauh dari kata syar'i. Jangan sampai membuat salah kaprah bagi muslimah awam dan percaya bahwa ide feminisme ini berasal dari Islam. Padahal dalam Islam, ide ini tak akan ditemukan. Karena ini memang murni lahir dari Barat.

Oleh karena itu, seorang muslimah harus menetapkan identitasnya yaitu terikat dengan aturan Islam secara kafah. Dan berusaha untuk menjauh dan tidak mengikuti kebiasaan yang bukan berasal dari Islam. Karena hanya dengan Islam, perempuan bisa mendapatkan kemuliaan di hadapan Allah Swt. baik dunia maupun akhirat.

Sesungguhnya, Islam telah sempurna dan dinamis mengatur mengatur peran keduanya. Laki-laki sebagai pemimpin; perempuan sebagai ummun wa rabbatul bait. Keteraturan inilah yang mampu melahirkan peradaban mulia.
Islam bukanlah agama spiritual semata, melainkan agama paripurna yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan manusia. Tak terkecuali persoalan perempuan. Islam adalah ideologi yang berasal dari Sang Pencipta. Konsep Islam begitu lengkap mengatur cara memuliakan perempuan. Bahkan, bukan hanya perempuan, melainkan juga laki-laki dan seluruh makhluk di muka bumi.

Inilah yang harus diinternalisasikan ke dalam diri muslimah, khususnya para muda. Yakni ideologi Islam yang sinergis dalam mempersiapkan peran mereka di dunia sebagai ummun wa rabbatul bait, serta pencetak dan pendidik generasi tangguh yang akan dibanggakan oleh Rasulullah saw. kelak sesuai kodrat penciptaannya. Wallahua'lam. [AR]

Posting Komentar

0 Komentar