Subscribe Us

UTANG MEMBENGKAK, SALAH KELOLA NEGARA?

Oleh Ummu Fahri
(Aktivis Muslimah)

Vivisualiterasi.com- Walaupun negeri ini mendapatkan sebutan gemah ripah loh jinawi (kekayaan alam yang berlimpah), faktanya kita saksikan kehidupan yang jauh dari sejahtera. Terlepas dari itu, semua disebabkan karena negeri yang kaya raya tak berdiri sendiri menjadi negara mandiri tanpa terintervensi dari pihak manapun. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Hal tersebut terjadi karena jeratan utang yang melanda negeri terkaya akan sumber daya alamnya.

Utang Indonesia yang meningkat signifikan menjadi 7.733,99 triliun rupiah sepanjang 2022 dinilai sebagai salah satu kriteria kegagalan pemerintah dalam mengelola negara. Hal itu bisa menjatuhkan wibawa Indonesia di mata dunia internasional. Sebagaimana yang disampaikan Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam. (holopis.com, 20/01/2023)

Utang Indonesia setiap tahunnya mengalami pelonjakan yang fantastis membawa ke arah inflasi. Terlebih jika dibandingkan dengan negara-negara yang bangkrut karena terjerat utang luar negeri. Hal tersebut tak sebanding dengan banyaknya jumlah utang Indonesia. Salah satu contoh negara yang bangkrut yaitu Sri Langka tak mampu membayar utang sebesar 729 triliun rupiah. Hal ini dinyatakan oleh Kementerian Keuangan Sri Lanka bahwa negaranya gagal membayar semua utang luar negeri, termasuk pinjaman dari pemerintah asing serta dana talangan IMF. Kemudian negara Venezuela yang terkenal sebagai negeri yang kaya akan minyak, justru kehilangan pemasukan saat harganya turun. Sehingga tak mampu membayar utang. Hal itu diungkapkan Presiden Venezuela, Nicolas Maduro menyatakan negaranya tak mampu membayar utang sebesar 150 miliar dolar US atau 2.025 triliun rupiah. 

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Apakah masih bisa di katakan "negeri ini dalam keadaan baik-baik saja?" seperti statement para pemerintah dengan utang yang sudah melampaui batas. Sungguh sangat memprihatikan, negeri dengan kekayaan alam yang begitu melimpah harus menanggung beban utang menggunung. Sementara pemimpin negeri ini masih menganggap tak perlu ada yang di khawatirkan. Mereka masih sibuk membangun  infrastruktur dengan jalan berutang.

Ternyata, utang ini mengakibatkan bahaya yang luar biasa pada suatu negeri. Karena akan menyasar pada sisi politik negara, yaitu terkait kedaulatan. Dalam theory of sovereignty, Jean Bodin menganggap negara tidak dianggap berdaulat jika kedaulatan berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi. Dalam sudut pandang Islam, syarat negara berdaulat adalah ketika kedaulatan negara ada pada hukum-hukum syariah. Karena itu, haram kedaulatan negara disandarkan pada negara kafir melalui utang luar negeri dan debt trap mereka.

Dalam sistem kapitalis saat ini, utang sebagai solusi dari pemasukan kas negara atau dari sisi keuangan. Hal tersebut lumrah dilakukan oleh mayoritas negara di dunia. Bahkan, berutang menjadi sebuah tren atau gaya hidup dari individu sebuah masyarakat. Berdalih demi kehidupan layak dan pembangunan negeri agar terus berkelanjutan. Bahkan tak peduli atau tak masalah jika menggunakan uang dari utang ribawi. 

Dalam sistem saat ini, mengurus negara tak akan sempurna jika tak membuka diri. Ditambah dengan membentangkan tangan untuk utang riba berkali-kali, hingga jumlahnya tak terbendung lagi. Inilah potret buram sistem pemerintahan kapitalis yang bercokol di seluruh negeri saat ini. Mereka selalu mencengkeram negara-negara kaya akan sumber daya alam dengan jeratan utang luar negeri yang mengandung riba. 

Dalam Islam, negara diperbolehkan untuk berutang dengan syarat tanpa ribawi. Ketika kas negara atau baitul mal sedang kosong. Ini dalam rangka melaksanakan perkara yang diwajibkan kaum muslim untuk menunaikannya. Jika terjadi penundaan pembelanjaan, dikawatirkan terjadi kerusakan. Sebab nafkah untuk pos tersebut termasuk dalam keadaan yang wajib dibelanjakan, baik dalam keadaan ada maupun tidak ada harta. Misalnya nafkah untuk para tentara, gaji para pegawai (sekretaris, guru, hakim, dan lain-lain).

Dalam Islam, ada tiga pos pendapatan yang sangat besar dan tentunya bukan bersumber dari pajak ataupun utang sebagaimana kondisi keuangan negara kapitalis liberal. Pertama adalah pos fa’i dan kharaj. Pos ini menjadi tempat penyimpanan dan pengaturan arsip pendapatan negara. Meliputi harta yang tergolong _fa’i_ bagi seluruh kaum muslim dan pemasukan dari sektor pajak atau dharibah. Dharibah ini diwajibkan bagi kaum muslim kaya ketika sumber pemasukan baitul mal tidak mencukupi. Penarikannya sebatas pada keperluan saja, tidak lebih.

Kedua kepemilikan umum. Sumber daya alam yang melimpah digolongkan menjadi kepemilikan umum, bukan milik negara. Di antaranya, fasilitas dan sarana umum seperti kereta api, instalasi air, listrik, dan lain-lain. Sumber daya alam seperti air, padang rumput, api, jalan umum, laut, sungai, dan lain-lain. Barang tambang yang posisinya tidak terbatas seperti emas, perak, nikel, minyak bumi, gas alam, dan lain-lain. Negara tidak boleh memberikannya pada asing atau melakukan privatisasi. Negara hanya berhak mengelola dan hasilnya diperuntukkan bagi kemaslahatan umat sepenuhnya. Bisa dikembalikan dalam bentuk fasilitas kesehatan, pendidikan, dan lain-lainya.

Ketiga pos sedekah. Pos ini menjadi tempat penyimpanan harta yang berasal dari zakat. Seperti zakat fitrah, uang dan perdagangan, pertanian dan buah-buahan, serta ternak (unta, sapi, dan kambing). Pos ini hanya didistribusikan pada delapan asnaf yang tertera dalam At-taubah ayat 60

"Sungguh zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha bijaksana.

Dengan beberapa pos tadi, maka kas negara (Baitul mal) insyaAllah akan selalu terpenuhi. Termasuk pula adanya berkah yang melimpah, yang Allah turunkan jika penduduk bumi menerapkan syariat Islam secara kafah dalam bingkai institusi Daulah Khilafah. Semoga kembali lagi masa itu agar persoalan kehidupan yang kini melanda kaum muslim dapat terselesaikan dengan sempurna tanpa menimbulkan persoalan lainnya. Perlu keseriusan kita agar segera terwujud dan terlaksana penerapan Islam secara sempurna dan menyeluruh. Wallahua'lam [Dft]


Posting Komentar

0 Komentar