Subscribe Us

TUMBAL PENDIDIKAN KAPITALISME

Oleh: Wilma Indah M.T.Y.
(Aktivis Dakwah)

Vivisualiterasi.com- Dunia pendidikan tak ubahnya berjalan dengan sistem hukum rimba. Siapa yang kuat, dia akan menang. Dan siapa yang memiliki uang, dia bisa mengejar mimpi dengan mengenyam pendidikan. Dari tahun ke tahun, berbagai elemen pendidikan menjadi tumbal. Baik perjuangan seorang pengajar yang mendidik dengan gaji tidak sepadan. Perjuangan seorang pelajar demi memperoleh pendidikan terbaik namun terputus karena nyawa tak sanggup menerima beban kehidupan. 

Baru-baru ini viral kisah perjuangan seorang mahasiswi yang bersusah payah demi dapat membayar kuliah. Namun depresi hingga hipertensi membuat pembuluh darah di otaknya pecah, sehingga mimpinya harus terputus karena ia meninggal dunia. 

Kisah Nur Riska Fitri Aningsih (Riska), mahasiswi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta angkatan 2020, berjuang membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) hingga akhir hayat. Kisah perjuangan almarhumah diunggah oleh temannya pada akun twitter Ganta Semendawai hingga viral di media sosial. (kumparan.com 17/01/2023)

Warganet yang mengetahui berita ini tak sedikit yang merasa simpati dengan kisah Riska. Secara umum, fakta buruk pendidikan di negeri ini sudah jamak dirasakan oleh masyarakat. Namun tak banyak yang mengira bahwa fakta tersebut dapat diselesaikan hingga akar persoalannya. 

Biaya UKT telah mengalami berbagai pergantian regulasi. Namun persoalan ini tetaplah menjadi polemik. Seakan ada gap antara status sosial masyarakat dengan dunia pendidikan. Bahkan dapat disebut hanya masyarakat yang memiliki harta berlebih saja yang dapat mengenyam pendidikan tinggi. Sedangkan masyarakat miskin hanya menjadi penonton atau tetap bersekolah namun dengan modal ‘nekat’ dan harus rela banting tulang untuk bisa melanjutkan studinya. 

Aturan terbaru dari pemerintah yaitu Permendikbud No. 25/2020 yang mengatur Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, nyatanya tidak membuat biaya UKT menjadi murah atau bahkan gratis. Pemerintah hanya mengatur skema pembayaran yang dapat dilakukan mahasiswa seperti dengan cicilan, penurunan, maupun penundaan. Namun fakta di lapangan tidaklah sama seperti teorinya. Banding atau penurunan UKT pada kenyataannya tidak mudah didapatkan oleh mahasiswa. Syarat yang diberikan oleh kampus terbatas seperti orang tua dalam keadaan bangkrut atau meninggal dunia. Selain itu, yang dapat menerima keringanan tersebut adalah mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi dan yudisium.

Beasiswa yang diberikan tidak dapat mencukupi kebutuhan perkuliahan, sehingga mahasiswa yang tidak berasal dari orang tua yang berkecukupan akan terus memutar otak untuk mencari tambahan uang. 

Hal ini terbukti dari survei yang dilakukan oleh komunitas UNY Bergerak dengan mengambil sampel sebanyak 1.024 mahasiswa dari berbagai fakultas di UNY, 97% merasa keberatan dengan UKT yang dibebankan kepada mereka. Lebih dari 160 orang mempertimbangkan untuk melakukan cuti. Sedangkan sebanyak 50,09% harus bekerja untuk membayar UKT. Sebanyak 24,11% harus berhutang, 12,82% lainnya harus menjual barang yang mereka miliki untuk tetap lanjut kuliah dan sisanya masih belum tahu upaya apa yang harus ditempuh untuk membayar UKT. (tribunnews.com, 17/01/2023)

Dalam sistem kapitalis liberal, pendidikan tidak dianggap oleh penguasa sebagai hak dasar rakyat yang harus diberikan dengan maksimal seperti dengan menggratiskan biayanya. Bahkan tak heran jika pendidikan dikapitalisasi. Pemegang otoritas pendidikan berlomba-lomba untuk menawarkan daya beli yang tinggi. 

Kurikulum yang sedang berlangsung turut mengaruskan perguruan tinggi untuk terus menggandeng korporasi sebagai mitra yang akan dijadikan tujuan mahasiswa untuk mengadu nasib setelah wisuda. Penerapan konsep Merdeka Belajar Kurikulum Merdeka (MBKM), link and match, konsep triple dan penta helix, world class university, dan maraknya pendidikan vokasi adalah bukti orientasi pendidikan yang mengarah pada industrialisasi.

Tak seperti konsep pendidikan dalam sistem kapitalisme, pendidikan dalam sistem Islam memiliki cara pandang yang berbeda. Islam mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu, seperti sabda Rasulullah yang artinya, "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim." (HR. Ibnu Majah) 

Dengan demikian, sistem Islam yang terintegrasikan dalam institusi negara tentu akan mendukung penuh rakyatnya untuk mengenyam pendidikan setinggi dan sebaik mungkin. Tujuan yang diraih adalah mewujudkan generasi yang berkepribadian Islam sehingga dapat membentuk peradaban gemilang. 

Sistem ekonomi Islam pun berjalan sesuai dengan tuntutan Islam. Seperti terwujudnya negara Islam yang independen sehingga tidak mudah untuk dikuasai oleh asing. Sumber daya alam yang dimiliki negara tidak akan dikuasi asing, namun akan dikelola dengan sebaik mungkin dan hasilnya dapat dirasakan oleh rakyat seperti dalam bentuk fasilitas pendidikan. 

Kegemilangan Islam dalam hal pendidikan sudah terkenal selama tiga belas abad lamanya. Tokoh-tokoh dengan penemuan besar di dunia seperti Ibnu Sina, Al Farabi, Abbas Ibnu Firnas, Maryam Asturlabi, maupun para ulama tersohor di sepanjang sejarah seperti Imam Syafi’I, Imam Ahmad, dan Ibnu Katsir adalah produk yang dihasilkan dari sistem Islam, bukan sistem kapitalisme. 

Tak dimungkiri jika fakta demikian benar-benar terjadi. Negara Islam akan memberikan fasilitas laboratorium lengkap dengan segala hal yang dibutuhkan. Hotel-hotel ataupun tempat menginap disediakan gratis bagi para penuntut ilmu. Kepingan emas diberikan sebagai uang saku dan ketika seseorang berhasil membuat suatu karya dalam bentuk buku, maka negara akan menimbang buku tersebut dan mengganti dengan emas seberat buku yang dihasilkan. 

Negara dalam Islam sangat memperhatikan kualitas pendidikan rakyatnya. Sebagaiman peran negara atau penguasa adalah pengurus urusan umat. Penguasa dalam Islam memiliki mindset bahwa kepemimpinan adalah amanah yang akan ia pertanggungjawabkan di hadapan Allah. Alih-alih ingin memanfaatkan harta umat untuk kepentingan pribadi, para penguasa akan memberikan hak rakyat dengan sepenuhnya. Kasus seperti yang Riska alami tak akan jamak ditemui dalam sistem Islam. [mly]

Posting Komentar

0 Komentar