Subscribe Us

TERSANGKA KANJURUHAN BEBAS, BUKTI NEGARA TIDAK TEGAS




Oleh:Mariyam Sundari 
(Kontributor Vivisualiterasi)

Vivisualiterasi.com- Dibebaskannya salah satu tersangka tragedi Kanjuruhan, yakni eks. Dirut PT Liga Indonesia Bersatu (LIB) Akhmad Hadian Lukita dikarenakan masa penahanan habis dan berkas perkara tak kunjung lengkap. Ini menunjukkan bahwa hukum dalam negeri yang mengadopsi sistem demokrasi saat ini, tidak tegas. Pernyataan pembebasan ini, jelas mendapat reaksi dari pihak keluarga korban. Mereka berupaya mendesak Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu yang isinya membentuk tim penyidik independen di luar Polri menyusul dibebaskannya tersangka, Akhmad Hadian Lukita. (bbc.news, 23/12/2022)

Selain itu, tujuh keluarga korban tragedi Kanjuruhan juga melayangkan gugatan kepada sejumlah pihak. Mulai dari Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI), sampai kepada Presiden Republik Indonesia (RI) atas perbuatan melawan hukum dan tuntutan membayar ganti rugi sebesar 62 miliar rupiah. Gugatan tersebut dilayangkan sebagai bagian menagih pertanggungjawaban dari sejumlah pihak, supaya bisa mengusut tuntas tragedi yang menewaskan 135 orang.

Dalam menangani tragedi Kanjuruhan yang memakan korban, negara saat ini dinilai tidak ada ketegasan dalam memberikan hukuman. Mengapa dikatakan tidak tegas? Karena berkas yang tak kunjung lengkap ternyata tersangka bisa bebas, bahkan tidak menimbulkan efek jera pada pelaku. Hal ini makin menunjukkan tidak adanya nurani dalam proses penegakkan hukum, termasuk keprofesionalan aparat patut dipertanyakan. 

Perlu diketahui, yang menjadi penyebab adanya ketidakadilan dan kezaliman hukum saat ini adalah penerapan sistem demokrasi sekularisme. Karena di dalam demokrasi, manusia memiliki kedaulatan dalam membuat hukum. Dan mempunyai sekularisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga, jika manusia meminta peradilan dalam sebuah kasus yang menimpanya maka hukum yang diterapkan akan berat sebelah. Dengan demikian, sanksi hukum yang diberikan akan tumpul terhadap orang-orang yang memiliki kekuasaan. Di sisi lain, pada masyarakat sipil sangat begitu tajam seolah tidak ada ampunan.

Jadi, selama masih diterapkannya sistem demokrasi sekuler dalam suatu negeri, umat tetap tidak akan mendapat keadilan dalam sanksi hukum. Hal ini, sangat berbeda dengan hukum yang diterapkan dalam negara Islam.

Islam mempunyai landasan berupa akidah Islam. Proses penyidikan dilakukan secara cepat, profesional, dan tidak berbelit tentunya. Hal ini jelas akan menunjukkan adanya rasa keadilan, karena Islam berpegang teguh kepada hukum Allah Swt.
Salah satu buktinya adalah ketika pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Ada seorang Yahudi tua yang datang kepadanya untuk meminta keadilan karena gubuknya digusur secara paksa oleh Amr bin Ash (Gubernur Mesir pada saat itu).
Mulanya, Amr bin Ash menemui Yahudi untuk merundingkan besaran uang dan kompensasi yang akan diterimanya. Sampai akhir pertemuan dengan Khalifah Umar, Yahudi mengatakan tetap bersikeras tidak mau memberikan tanah dan rumahnya untuk dijual kepada Gubernur Mesir. Penyebabnya adalah karena tanah tersebut harta satu-satunya yang dia punya.

Meski demikian, setelah pertemuan tanpa kesepakatan. Gubernur Amr bin Ash memutuskan melalui undang-undang untuk tetap membongkar dan menggusur gubuk Yahudi. Karena di atas tanah tersebut akan dibangun masjid besar. Alasan penggusuran rumah Yahudi adalah bahwa pendirian masjid merupakan kepentingan negara dan untuk memperindah infrastruktur kota.

Yahudi tua itu pun tak mampu berbuat apa-apa menghadapi tindakan penguasa. Ia tidak putus asa dan terus memperjuangkan haknya, kemudian bertekad mengadukannya kepada Khalifah Umar di Madinah. Walaupun harus mengarungi jalur gurun pasir yang panas menyengat.

Setelah bertemu dan mengadukan perihalnya kepada khalifah. Kemudian, khalifah memberikan tulang yang sudah diberi dua garis lurus berpotongan kepada Yahudi untuk diberikan kepada gubernur. Yahudi menyampaikan tulang kepada Amr, tiba-tiba wajah gubernur mendadak pucat pasi. Dan saat itu pula ia mengembalikan rumah Yahudi yang digusurnya.

Melihat sikap Gubernur Amr bin Ash yang berubah drastis, Yahudi merasa terheran dan bertanya apa yang sebernarnya terjadi. Amr menjawab “Ini adalah peringatan dari Khalifah Umar supaya aku berlaku lurus (adil) seperti garis yang memanjang ke atas pada tulang ini. Jika aku tidak bertindak lurus maka Umar akan memenggal leherku sebagaimana garis yang melintang lurus di tulang ini".

Akhirnya Yahudi takjub atas keadilan yang dijamin di dalam sebuah negara yang mengikatkan segala kebijakannya kepada ajaran Rasulullah saw. Ia pun dengan rela langsung menyerahkan tanahnya kepada gubernur untuk kepentingan umum, kemudian masuk Islam.

Dari sini, kita bisa melihat perkara sepetak tanah seorang Yahudi saja hukum Islam mampu memberikan keadilan yang luar biasa. Apalagi hal yang berkaitan dengan nyawa manusia. Karena dimata Allah nyawa manusia sangat mahal, terlebih lagi seorang muslim. Bahkan hancurnya dunia jauh lebih ringan dibanding hilangnya nyawa seorang mukmin tanpa hak.

Pernyataan ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. “Kehancuran dunia ini lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan pembunuhan seorang muslim.” (HR. an-Nasa’i)

Untuk mencegah agar nyawa manusia tidak melayang tanpa hak, Islam memberikan sanksi yang tegas berupa qishash kepada pelaku pembunuhan. (baca QS. Al-Baqarah: 178)

Untuk membuktikan pihak atau seseorang pelaku pembunuhan. Islam memiliki sistem Ahkam Al Bayyinat (pembuktian), yang bersifat rinci dan mampu membuktikan sebuah dakwaan. Bukti ini sebagai hujjah atas dakwaannya. Di dalamnya berupa bukti pengakuan, kesaksian, dan sumpah. Serta dokumen yang meyakinkan.
Oleh karena itu, jika seorang telah terbukti melakukan pembunuhan, maka qishash bisa dilakukan sebagai hukuman. Dalam Islam tidak ada hukum banding, kasasi, juga peninjauan kembali. Sehingga, dengan adanya sistem pembuktian ini, sulit untuk melakukan kekeliruan utuk memutus perkara.

Dengan demikian, jika hukum Islam diterapkan, maka pihak-pihak yang harus bertanggung jawab terkait tragedi Kanjuruhan tak akan berbelit dan sangat lamban seperti hukum dalam negeri saat ini. Perlu diingat, sanksi Islam hanya bisa dilakukan oleh suatu negara yang akan menerapkan syariat Islam (Daulah Khilafah). Jika sanksi Islam diterapkan, akan memberi efek penebus sekaligus pencegah. Sehingga masyarakat akan jera terhadap hukuman yang diberikan. Ini akan menjadikan kehidupan dalam masyarakat menjadi tenang, aman, dan sejahtera. Dan yang terpenting adalah nyawa manusia akan tetap terjaga. Saatnya menerapkan Islam secara kafah dan meninggalkan sistem kufur demokrasi sekuler.[nng]

Posting Komentar

0 Komentar