Subscribe Us

PEMBERDAYAAN EKONOMI IBU, WUJUD PEREMPUAN BERDAYA ATAU UPAYA EKSPLOITASI?

Oleh: Larasati Putri Nasir
(Publisher Vivisualiterasi)

Vivisualiterasi.com-
22 Desember menjadi hari yang dikhususkan dalam setahun sebagai hari bagi para ibu, memperingati perjuangan dan pengorbanannya dalam banyak hal. Moment peringatan hari ibu ini diperingati dengan tema yang berbeda-beda. PHI (Peringatan Hari Ibu) pada 2022 mengusung tema utama 'Perempuan Berdaya Indonesia Maju'. Dikutip dari tirto.id (13/12), tema utama PHI-94 adalah Perempuan Berdaya Indonesia Maju dengan sub tema lainnya yang mendukung tema utamanya. Di antaranya kewirausahaan perempuan, perempuan dan digital ekonomi, serta perempuan dan kepemimpinan.

Tema PHI dengan mengusung perempuan berdaya Indonesia maju dan sub tema yang mendukung tema utama sangat sarat dengan tujuan pemberdayaan ekonomi bagi para kaum ibu yang terus digenjot untuk kemandirian ekonomi untuk meningkatan bagi perekonomian keluarga bahkan negara. Lantas benarkah pemberdayaan ekonomi bagi kaum ibu adalah wujud perempuan berdaya? Atau justru bentuk upaya memperdaya dan eksploitasi potensi ibu?

Pemberdayaan Ekonomi Perempuan: Perempuan Berdaya

Upaya pemberdayaan ekonomi yang di lakukan pemerintah untuk memajukan dan meningkatkan perekonomian ibu gencar dilakukan, sebab ibu dianggap sebagai 'backbone' (tulang punggung) keluarga. Posisi wanita menjadi ibu menempatkannya pada posisi agar mampu berpijak di kakinya sendiri. Maka peningkatan pemberdayaan perempuan dilakukan dengan banyak cara. Seperti untuk memaksimalkan peran perempuan sebagai ibu, maka dibuat undang-undang KIA yang mengatur waktu cuti dan hak lainnya yang didapatkan oleh para perempuan agar tidak terkendala dalam mewujudkan diri sebagai perempuan yang berdaya. Peningkatan kemandirian perempuan melalui kewirausahaan lewat UMKM dengan memanfaatkan potensi yang disajikan ekonomi digital guna menambah kuat posisi perempuan yang berdaya saing. Pelatihan untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan melalui pelatihan kewirausahaan kian masif dilakukan dengan sokongan dana dari UMKM. Sebanyak 49,5% dari populasi Indonesia adalah wanita dan menurut Pakar Ekonomi UGM Poppy Ismalina Ph.D dikutip dari newsindonesia.com (18/12/2022) mengatakan perempuan memiliki pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. UMKM yang merupakan penyokong utama perekonomian Indonesia (99,99%) dan kontributor terbesar bagi PDB (60,5%), 60% dikelola oleh perempuan.

Pemberdayaan Perempuan hanyalah Eksploitasi

Posisi sentral dan potensial dari perempuan tak sejalan dengan kualitas kehidupan perempuan pada sistem sekarang. Perempuan menjadi bagian yang sering mendapati banyak dampak ekonomi dan lainnya sebab sistem ini pula. Mulai KDRT dalam keluarga, kelompok dari masyarakat yang termarginalkan, PHK pekerja perempuan, ibu yang melakukan kekerasan dan pembunuhan terhadap anaknya terjadi karena motif ekonomi. Dengan begitu, maka para ibu diminta untuk keluar dari rumahnya untuk bekerja, memaksimalkan potensinya untuk meningkatan kualitas dan status ekonominya. Ibu yang kini bekerja hampir semua waktu, pikiran dan tenaganya habis di luar rumah. Maka saat selesai dari pekerjaannya, ketika pulang kerumah ia hanya memiliki sisa dari harinya yang melelahkan. Akhirnya, kepengurusannya atas keluarga dan rumah hanya sekadarnya dan terabaikanlah peran utamanya sebagaimana seorang ibu dan pengurus rumah tangga.

Pemberdayaan ekonomi dari potensi yang dimiliki perempuan, terutama para ibu sejatinya bukan bukti keseriusan dari negara untuk perempuan. Tak dipungkiri bahwa wanita yang menjadi pekerja hari ini dikarenakan himpitan ekonomi hingga faktor kemiskinan. Mereka terpaksa melakukannya demi tercukupinya kebutuhan hidup dan tuntutan kesetaraan. Bahkan ibu adalah kelompok dalam masyarakat yang paling rentan tidak terpenuhinya kebutuhan sosial dasar mereka. Maka tak lain dari narasi menyejahterakan dan memberdayakan perempuan yang mandiri dalam ekonomi untuk tujuan perempuan berdaya, hanyalah bagian dari upaya memperkokoh hegemoni kapitalisme dan ide yang digaungkan para feminis untuk memberikan pemikiran kesetaraan. Upaya pemberdayaan perempuan mengiring kaum hawa menjadi partisipan sukarela penggerak perputaran ekonomi sekaligus untuk capaian target pasar. Semua untuk kepentingan keuangan penguasa, bukan atas nama perbaikan kondisi perempuan. 

Pemberdayaan perempuan hanyalah ironi dalam rangkaian seremoni hari ibu. Para ibu ditarik paksa untuk bekerja keluar rumah dan meninggalkan posisi peran strategisnya sebagai ibu dan pengatur rumah sebagaimana fitrah ketika ia diciptakan. Pada dirinya melekat nama Allah yaitu Ar-Rahim, perempuan pada fitrah penciptaannya adalah mengandung kemudian melahirkan dan mendidik. Namun, pada realitanya perempuan hari ini memiliki peran ganda yang mampu melalaikannya dari peran sebenarnya.

Perempuan Berdaya dengan Islam

Sejatinya perempuan berdaya bukan yang mampu mandiri dari segi ekonomi yang tak membebani suaminya. Bukan pula perempuan memiliki karir yang berjuang demi kesetaraan gender. Bukan pula yang berpenghasilan dan berstatus sosial tinggi. Namun perempuan yang berdaya adalah perempuan yang mengembalikan peran, posisi, dan tugasnya sebagaimana seharusnya. Dalam Islam, perempuan menempati peran dan posisi penting sebagai Al-Ummu Madrasatul Ula’ dan Ummu Warobatul Bayt. Yang ditujukan sebagai pendidik anak-anak agar bertakwa kepada Allah dan menjadi pejuang-pejuang Islam. Mengingat beratnya tugas menjadi pendidik ini, maka Allah tidak menambah beban bagi wanita untuk bekerja. 

Sebagaimana penjelasan Syekh Taqiyuddin An-Nabahani dalam kitab Nidzamul Ijtimaiy’ dalam bab pembahasan kedudukan pria dan wanita. Beliau menjelaskan bahwa Islam menetapkan hak, kewajiban, dan beban taklif yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini ditetapkan karena logis sebab pada realitanya Allah menciptakan laki-laki dan perempuan berbeda. Misalnya beban bekerja dibebankan pada laki-laki sebagai karakter dan predikatnya sebagai laki-laki, maka beban nafkah berada di pundak laki-laki. Sebagaimana firman Allah:

“Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang makruf”. (QS. Al-Baqarah: 233)

Itu ketetapan beban kepada laki-laki, maka perempuan dengan tugas dan peranannya tidak sebagai pencari nafkah ataupun bekerja. Maka dari sini hukum bekerja bagi wanita adalah mubah. Dalam Islam, perempuan di ibaratkan sebagai ladang/tanah, Allah berfirman:

Ù†ِسَاۤؤُÙƒُÙ…ْ Ø­َرْØ«ٌ Ù„َّÙƒُÙ…ْ ۖ

Istri-istrimu adalah ladang bagimu (QS. Al Baqarah: 223)

Dalam ayat lainnya, Allah berfirman:

ÙˆَالْبَÙ„َدُ الطَّÙŠِّبُ ÙŠَØ®ْرُجُ Ù†َبَاتُÙ‡ٗ بِاِØ°ْÙ†ِ رَبِّÙ‡ٖۚ ÙˆَالَّØ°ِÙŠْ Ø®َبُØ«َ Ù„َا ÙŠَØ®ْرُجُ اِÙ„َّا Ù†َÙƒِدًاۗ ࣖ

Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin Tuhan; dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya yang tumbuh merana. (QS. 7:58)

Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa perumpamaan perempuan adalah tanah, maka jika baik tanahnya akan baik pula tanaman yang dihasilkan dan berlaku sebaliknya. Tanah yang baik di sini adalah ibu dengan peranannya sebagai pendidik dan pengurus rumah tangga yang tidak dibebankan penafkahan padanya. Tanggung jawab pendidikan ada padanya, maka wajar jika kita melihat rusaknya generasi hari ini sebab perannya teralihkan. Mengembalikan perempuan yang berdaya sesuai peran dan fitrahnya tak bisa dijalankan dalam sistem kapitalis dan liberal hari ini. Hanya dalam Islam diatur oleh aturan yang tak menjadikan standar pada keuntungan dan kebebasan. Perempuan mampu berdaya dengan peranannya yang mulia. Kemudian dari rahim-rahim wanita muslimah lahir generasi mulia. 

Perempuan seharusnya dengan peranan yang mulia dan penjagaan juga pernafkahan pada suaminya bukan menuntut kesetaraan. Maka perempuan yang berdaya bukanlah dia yang sukses berkarir di luar rumah, tapi dia yang memahami peranannya dan menjalankannya bukan atas keuntungan tapi untuk ketakwaannya. Wallahu’alam.

Posting Komentar

0 Komentar