Subscribe Us

PRESIDENSI G20, BENARKAH MEMBAWA MANFAAT UNTUK RAKYAT INDONESIA?

Oleh:April Rain 
(Aktivis Dakwah)

Vivisualiterasi.com- Presidensi G20 2022 yang merupakan rangkaian forum konferensi dunia yang dimulai dari 1 Desember 2021 hingga ditutup KTT Bali pada kuartal ke empat tahun 2022, forum yang bertujuan untuk mendiskusikan solusi dari masalah ekonomi dunia di tengah pandemi ini, bertajuk "Recover Together, Recover Stronger" atau dalam bahasa "Pulih Bersama, Bangkit Perkasa" (Website KemenLu Indonesia). Untuk pertama kalinya diadakan di Indonesia, dan ini menjadi klaim bahwa Indonesia merupakan Negara ASEAN pertama yang dipercaya sebagai tuan rumah forum bergengsi tersebut, sehingga predikat tersebut seolah menjadi angin segar yang dirasakan Indonesia akan kepercayaan dunia kepadanya. Tak sedikit biaya yang diglontorkan oleh pemerintah untuk mempersiapkan forum internasional tersebut, tidak hanya biaya bahkan pengamanan tempat pelaksanaan pun sangat ketat. Seperti pada puncaknya presidensi G20, yaitu KTT Bali yang ke-17 dilaksanakan pada 15-16 November 2022. Pengamanan begitu ketat, berbagai pembatasan dilakukan, seperti yang dikutip oleh LSM lingkungan "Green Peace Indonesia" Berbagai pembatasan menuju G20 telah membuat masyarakat sulit untuk bergerak, mulai dari: pembatasan warga, pembatasan menggelar upacara adat dan keagamaan, melarang membuang ampah ke tempat pembuangan akhir (TPA), hingga hean ternak yang dilarang berkeliaran di jalan.

Kesempatan Indonesia menjadi tuan rumah forum besar tersebut, dianggap membuka jalan lebar Indonesia sebab banyak mengambil peran dan keuntungan ekonomi maupun kesepakatan-kesepakatan dengan Negara-negara maju. Seperti yang dikutip pada sumber Informasi jawapos.com, menyoal berbagai kekhawatiran puncak acara KTT G20 tidak mencapai komunike dari kepala Negara, Luhut tak ambil pusing. Menurut dia mencapai komunike atau tidak, yang jelas G20 di bawah kepemimpinan Indonesia sudah menghasilkan banyak kesepakatan di berbagai bidang. Juga memberikan dampak ekonomi yang sangat besar bagi RI. “Kalau pada akhirnya tidak mencapai leaders communique. Ya sudah, nggak apa-apa. Banyak hal yang sudah kami hasilkan, berbagai macam bahkan kalau dihitung dari sisi ekonomi sudah mencapai miliaran dolar AS,” jelas ketua Bidang Dukungan Penyelenggara Acara G20 itu. Tentu pernyataan tersebut menjadikan kontradiksi yang sangat nyata di benak masyarakat, hasil serta keuntungan seperti apa yang dimaksud, kalaulah diklaim mendapatkan keuntungan ekonomi, apakah benar keuntungan itu dirasakan oleh rakyat secara luas, dan bukan hanya sesaat saja? Karena faktanya Indonesia hanyalah menjadi pasar Negara maju saja. Kesepakatan-kesepakatan bantuan negara maju terhadap pembangunan berbagai bidang di Indonesia tidak lain sebagai kerukan pundi-pundi dollar untuk mereka, dan lagi-lagi Indonesia hanya menjadi lahan garapnya saja. Sebab persoalan ekonomi rakyat tetap menjadi pelik yang mencekik, kenaikan harga bahan pokok di tengah pandemi, inflasi ekonomi, angka kemiskinan terus meningkat, konflik sosial dan kriminalitas akibat ekonomi rendah, begitu sesak masyarakat rasakan. Realitas persoalan yang di hadapi Indonesia saat ini jelas menggambarkan kontradiksi dari apa yang di jelaskan oleh ketua bidang dukungan penyelenggara tersebut. Keberadaan Indonesia sebagai tuan rumah presidensi G20 nyaris seperti EO (event organizer) yang melayani kepentingan Negara-negara besar saja. Jika kita tilik sekali lagi keadaan ini cukup kontras dengan yang terjadi pada sistem saat ini, krisis akibat pandemi membuat hampir semua negara di dunia baik negara maju maupun negara berkembang, tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya, ditambah lagi lapangan pekerjaan semakin sempit karna banyaknya kasus PHK oleh berbagai perusahaan, alih-alih pemerintah memberikan solusi tepat, yang terjadi pemerintah membuka lebar pintu-pintu investasi dari luar negeri, yang dampaknya hasil sumber daya negara kita mengalir deras kepada investor-investor asing tersebut. Keuntungan yang didapat oleh pihak Indonesia hanya dirasakan oleh para penguassa saja, lagi-lagi rakyat yg menjadi korban, bak luka ditaburi garam, bertambah perih penderitaannya, jatuh sakit di tengah pandemi di tambah merasakan perih dari dampak krisis ekonomi.

Tentu akan seperti itu polanya di dunia Kapitalis, forum dan kesepakatan yang di gadang-gadang sebagai forum diskusi untuk menghasilkan kebijakan dunia terhadap krisis yang dialami, yang pada akhirnya tidak akan memberikan solusi dan kesejahteraan dunia, melainkan hanya menjadi kesempatan mencari lahan garap strategis oleh para negara-negara maju terhadap negara yang lebih lemah, dengan dalih kerjasama dan dukungan kepada negara-negara berkembang. Jauh berbeda dengan sistem Islam yang menghasilkan solusi jitu jika terjadi krisis, Negara yang secara tepat mengelola sumber daya alam serta memberdayakan sumber daya manusia dalam negaranya, akan meminimalisir terjadinya krisis yang diakibatkan bencana atau pandemi seperti saat ini. Negara tetap mampu memenuhi kebutuhan umatnya serta lapangan pekerjaan pun tetap tersedia, Pun aturan Islam tidak hanya sebuah solusi melainkan bentuk ketaatan kepada syariat yang Allah turunkan kepada manusia, sehingga bertambah pula keberkahan atas ketaannya. Sungguh sangat berbanding terbalik dengan yang terjadi di sistem kapitalisme saat ini. Wallahu a'lam.[Irw]

Posting Komentar

0 Komentar