Subscribe Us

POTENSI ISLAM UNGGUL, DEMOKRASI SISTEM MANDUL


Oleh: Elizma Mumtazah
(Pegiat Literasi) 

Vivisualiterasi.com- Miris, siapa saja yang teliti melihat realita dunia hari ini. Akan mengetahui bahwa kehidupan kaum muslim dalam kondisi paling menyedihkan. Mengingat mereka berada dalam jurang kesengsaraan. Terjajah secara fisik maupun nalar oleh aliansi kafir Barat. Sehingga sulit mencari secercah harapan.

Makin ke sini, situasi dunia makin kacau. Bukan saja mengalami  globalisasi ekonomi kapitalisme (jerat utang lewat lembaga IMF), melainkan globalisasi kemiskinan, dan krisis multidimensi lainnya. Bahkan melemahnya ekonomi global sudah diproyeksikan oleh organisasi untuk kerjasama dan pembangunan (OECD) yang mewakili 38 negara maju. (kompas.id. 08/06/2022)

Lembaga Internasional PBB pada 7 Juli 2022, melalui United Nations Development Programme (UNDP) merilis laporan. Tingkat kemiskinan dunia meningkat hampir 2,3 miliar penduduk dunia mengalami kerawanan pangan, 676 juta jiwa tinggal dihunian mengenaskan, dan sekitar 828 juta menderita kelaparan. (greennetwork.id, 08/07/2022)

Tak berhenti sampai di situ, persoalan yang membelit saudara muslim di Palestina, Rohingya, dan wilayah lainnya hingga detik ini belum bertemu ujung penyelesaian. Mereka menunggu terbebas dari segala jeratan. Mengapa berbagai krisis itu terjadi dan siapa yang harus bertanggung jawab?

Nation States dan Simpul Persatuan Umat

Sejak 1924 negeri muslim di dunia hidup tanpa naungan sentral kepemimpinan. Wilayahnya yang luas di kerat-kerat lebih dari 50 negara kecil atas dasar doktrin nasionalisme. Bahkan tercerai berai dengan berdirinya gerakan separatis hasil rekayasa Barat. Umat pun terpecah belah, lemah tak berdaya ibarat buih di tengah lautan. Jumlahnya besar, namun tidak terikat satu sama lain.

Sesungguhnya Rasulullah saw. sudah mengingatkan dalam sabda beliau; "Sungguh akan terurai simpul-simpul Islam satu demi satu. Maka setiap satu simpul terurai orang-orang akan bergelantungan pada simpul yang berikutnya. Yang pertama terurai adalah kekuasaan pemerintahan sedang yang paling akhir terurai adalah salat." (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al Hakim)

Terurainya simpul kekuasaan Islam bukanlah dengan sendirinya. Namun terperangkap skenario busuk sistem demokrasi sekuler. Berlaga sebagai produsen, ia berhasil memproduksi pemikiran jahiliah agar diperankan umat. Tak pelak, sebagian manusia menjelma bagaikan setan bisu. Diam saat wilayahnya dirampas, menutup sebelah mata tatkala air mata wanita diperas. Ditambah lagi rela jika kehormatan dan harga dirinya terhempas.

Alih-alih marah dan siap membela rasul dan ajarannya saat tertindas. Sebaliknya, Barat dan para sekutu dirangkul sebagai rujukan kebijakan. Setelah mendapat semilir angin segar, Barat gigih mencari kelemahan kaum muslim. Hingga menemukan bahwa kekuatan utama umat terletak pada ideologi Islam. Lantas mereka akhirnya menggerus akidah kaum muslim. 

Perkataan pengarang Prancis Count Henri Decastri dalam bukunya berjudul "Islam" pada 1896; "Sepanjang kaum muslimin berkomitmen dengan kuat pada Islam dan Al Qur'an, negara Islam tidak akan pernah hancur". 

Inilah sebabnya di akhir abad XVI, musuh kebakaran jenggot. Bergegas mendirikan markas, pusat ppmikiran misionaris di Matla dengan agenda utama mengaborsi dan menghapuskan sistem pemerintahan Islam yang agung.

Sejak saat itu, umat Islam mondial memiliki rumah masing-masing. Bergelar negara bangsa (nation states). Sehingga meninggalkan satu-satunya kewajiban agung yaitu tegaknya institusi Islam. Padahal layaknya kewajiban, mengabaikannya merupakan kemaksiatan besar dan diancam dengan azab pedih.

Ironisnya, malah kepincut promosi demokrasi dan mempraktikkan resep-resepnya. Patuh dan tunduk pada nilai-nilai individualisme, demokrasi sekuler, dan kapitalisme beserta gerombolannya.

Demokrasi Kehilangan Legitimasi

Sesungguhnya demokrasi merupakan sistem cacat dari lahir. Dibangun berdasarkan asas sekularisme. Bertentangan dengan fitrah dan akal sehat. Mereka memuja manusia sebagai pusat segalanya (antroposentrisme). Demi memuluskan kekuasaan, penguasa seakan putus urat malu. Otoritasnya dikebiri hanya sebagai kaki tangan dan komprador. Ibarat boneka kayu tak kuasa menentukan peran. Ditambah ditopang nurani politisi yang terkungkung peti mati. Tak pelak memicu kesengsaraan tiada henti. 

Sistem yang menganggap bahwa rakyat pemilik kedaulatan penuh sehingga merepresentasikan Undang-undang untuk diberikan segelintir orang seiring ambisi dan tendensi pribadi. Artinya, merampas otoritas Allah Swt. dalam menentukan hukum.

Berdasarkan firman Allah: "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu“. (QS. Al Maidah: 49)

Patut direnungkan, datangnya gelombang malapetaka silih berganti. Berbagai kebijakan prorakyat lenyap teramputasi. Alih-alih demokrasi memperbaiki, namun justru memandulkan solusi. Selaras dengan istilah hukum, tajam ke bawah tapi tumpul ke atas terbukti. Bukan sekadar basa-basi.

Karena hal itu, sudah sewajarnya makhluk peraih umat terbaik (khairu ummah) siuman dari pingsan. Sadar demokrasi telah kehilangan legitimasi. Krisis kepercayaan tak dapat dihindari. Umat yang sempat terpesona kegemerlapan peradaban Barat mulai sadar sistem hari ini biang petaka. Induk duka makin hari bertambah menganga mengerikit. Maka saatnya umat bangkit, sekuat tenaga merekonstruksi bangunan usang nan reot. Guna disandarkan pada idealisme sejati. Didukung bukti historis 'golden age' masa kejayaan dan kepopuleran nubuwah. Pada praktiknya sudah diterapkan selama lebih dari satu milenium. 

Selayaknya, gerakan pendukung peradaban Islam terpusat, menguat dan optimis. Secara hakiki, mengakhiri penderitaan umat tidak cukup hanya termenung menunggu durian runtuh dan mengerumuninya. Sebagai harta karun dunia (world treasure), Ideologi Islam harus digali secara optimal, mengerahkan kekuatan politik, dan menerapkan hukum-hukum oleh negara adidaya. Dengannya mampu melindungi umat dari cengkeraman buas musuh-musuhnya. 

Janji Allah, bisyarah Rasulullah dan Potensi Kebangkitan Umat

Hal paling esensial harus dipahami, meskipun tubuh Islam telah di mutilasi dan terjajah, namun benih kebangkitannya melejit. Menjulang ke langit memancarkan kewibawaan bagi dunia. Sesuai sunatullah dan janji-Nya. Sebagaimana Al Qur'an surat An-Nur ayat 55 dan hadis Rasulullah saw.;

"....... Kemudian akan ada Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian", kemudian beliau diam. (HR. Imam Ahmad)

Di samping janji Allah dan bisyarah Rasulullah, secara objektif dan empiris, jika dibandingkan Ideologi Islam juara dibanding ideologi apapun. Dilihat dari potensi juara, terdapat beberapa keunggulan yang mendukungnya.

Pertama, potensi ideologi Islam. Ideologi yang mempunyai dua konsep sistematis mendasar yakni fikrah dan thariqah. Konsep fikrah berisi konsep dasar terkait dengan Islam. Berdasarkan firman Allah Swt; " Dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Qur'an) yang berupa penjelasan terhadap segala sesuatu." (QS. An-Nahl: 89

Berikutnya konsep thariqah. Sebuah metode penerapan kesempurnaan fikrah. Dengannya menyebarkan dakwah dan jihad untuk mewujudkan rahmat seluruh alam.

Potensi kedua, sumber daya alam yang melimpah. Di perut bumi negeri-negeri Islam kaya akan minyak, gas, dan tambang. Begitu banyak lembah, hutan, dan rempah-rempah. Jika dikelola dengan baik akan tercipta kesejahteraan.

Ketiga, potensi geografis. Negeri Islam termasuk dalam jalur laut dunia. Menempati Selat Gibraltar, Terusan Suez, dan Bosporus. Menghubungkan laut hitam ke Mediterania, Selat Hormuz, dan Selat Malaka di Asia Tenggara. Dengan posisi strategis tersebut, kebutuhan dunia mudah dikendalikan dan tercipta kekuatan adidaya.

Keempat, potensi demografi. Pertumbuhan jumlah penduduk muslim di seluruh dunia sekitar satu miliar dan terus bertambah. Jika semua bersatu akan membentuk negara super power tak tertandingi.

Potensi kelima ialah kekuatan militer. Bila terekrut satu persen saja dari jumlah satu miliar. Akan ada 16 juta tentara. Betapa kuatnya mobilisasi pasukan oleh negara Internasional.

Sebenarnya potensi ideologi saja merupakan kunci utama kebangkitan (renaissance). Apalagi didukung potensi lainnya. Umat menyadari keniscayaan. Islam menang bersaing dengan demokrasi. Terbebas dari segala dominasi, hegemoni dan intervensi (penjajah).

Dengan demikian, nation states bukan tak tergoyahkan. Namun tak pantas dijadikan entitas untuk dipertahankan. Ia hanya salah satu fase kehidupan yang layak digantikan dengan institusi alternatif dalam satu kepemimpinan (khilafah).

Walhasil. Demi keberhasilan perjuangan, marilah tingkatkan kesungguhan dan kesabaran. Bersama para pejuang ikhlas sebagai bagian peradaban. Yakinlah, di tengah lorong gelap jahiliah akan tersibak secercah harapan di ujung sana. Itulah cahaya Islam. Wallahu'alam bishshawab. (Dft)

Posting Komentar

0 Komentar